Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Humoris: Dilema Seorang Guru, Gurukah yang Harus Humoris atau Murid yang Humoris?

6 November 2024   02:52 Diperbarui: 6 November 2024   03:48 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by Yusriana Dokpri

"Cerdas, Berwibawa, dan Humoris: Dilema Seorang Guru Muda"

Pagi tadi, saat membuka platform Kompasiana, mataku tertuju pada sebuah komentar dari salah satu pembaca setia. Sebut saja namanya Mas Ashari, seorang guru muda juga yang penuh semangat.

Ia menulis, "Bu Sriariti, saya selalu kagum dengan cara Ibu menulis tentang pendidikan. Kalau humor dalam kelas gimana? Satu pertanyaan itu yang selalu membuat saya penasaran, Bu, bisakah seorang guru yang cerdas dan berwibawa itu juga harus humoris?"

Mas Ashari melanjutkan dengan gaya tulisan yang ringan tapi serius, seolah mencari jawaban dari pengalaman. "Kadang-kadang, saya merasa siswa lebih menghormati guru yang 'serius'. Tapi di sisi lain, saya lihat guru humoris juga membuat suasana kelas lebih hidup.

"Saya sendiri suka guru yang humoris. Jadi, bagaimana caranya menjadi guru yang cerdas, berwibawa, tapi tetap bisa melontarkan humor yang pas?"

Komentar itu membuatku tersenyum dan berpikir. Sebagai seorang guru, mungkin Mas Ashari tak sendiri dalam kebimbangannya ini. Di tengah tuntutan pendidikan yang semakin kompleks, pertanyaannya terasa sangat relevan:

Bisakah kecerdasan dan kewibawaan berjalan beriringan dengan humor?
Guru atau Murid, Siapa yang Harus Humoris?

Humor dalam dunia pendidikan bisa jadi bumbu yang mengubah suasana kelas. Humor menghidupkan pembelajaran. Humor pun menjalin ikatan yang lebih kuat antara guru dan muridnya.

Namun, muncul pertanyaan menarik: siapa sebenarnya yang harus humoris di ruang kelas, guru atau murid? Mari kita bahas Mas Ari!

1. Peran Guru Sebagai Pencipta Suasana

Guru memiliki peran penting dalam membentuk atmosfer kelas. Mengajar bukan hanya soal materi, tetapi juga soal bagaimana menyampaikannya dengan cara yang menarik dan menyenangkan.

Humor salah satu alat ampuh untuk mencairkan ketegangan, terutama dalam mata pelajaran yang dianggap "menakutkan" seperti matematika dan fisika. Ketika guru bisa menyelipkan humor, suasana menjadi lebih santai, sehingga murid pun merasa lebih nyaman untuk berpartisipasi.

Misalnya, ketika seorang guru berkata, "Nah, rumus ini bukan untuk membingungkan kalian, tapi untuk membuat kalian jadi lebih bijak dalam menghitung uang saku!" Humor kecil seperti ini bisa mengurangi tekanan dan membuat materi terasa lebih dekat dengan kehidupan murid.

2. Murid yang Humoris, Tanda Lingkungan Sehat

Sebaliknya, jika murid yang menunjukkan humor, ini bisa menjadi tanda bahwa mereka merasa aman dan nyaman di kelas. Ketika murid merasa cukup nyaman untuk membuat lelucon, itu berarti mereka percaya bahwa guru dan teman-teman mereka tidak akan menghakimi mereka.

Di lingkungan yang sehat ini, murid dapat mengekspresikan diri secara bebas, menjadikan humor sebagai cara mereka mengatasi kesulitan atau kebosanan belajar Bahasa Indonesia.

Kadang kala, ketika murid melontarkan guyonan sederhana, suasana kelas bisa seketika berubah menjadi hangat dan penuh tawa. Humor dari murid bahkan bisa menjadi "penghibur" bagi guru yang mungkin juga lelah menghadapi rutinitas mengajarnya.

3. Manfaat Humor untuk Kedua Sisi, Guru vs Murid

Dalam kenyataannya, humor tidak harus menjadi tanggung jawab mutlak seorang guru atau murid. Kedua pihak bisa saling berbagi peran humoris di dalam kelas.

Ada beberapa alasan mengapa humor dari kedua sisi, guru vs murid ini penting:

Pertama, Meningkatkan Konsentrasi dan Ingatan Siswa

Studi menunjukkan bahwa humor meningkatkan daya ingat dan konsentrasi. Ketika humor diselipkan dalam pelajaran, baik oleh guru maupun murid, materi cenderung lebih mudah diingat dan dicerna. Humor juga mengeluarkan hormon endorfin dalam diri guru dan siswa. Hormon ini menyehatkan.

Kedua, Mengatasi Stres dan Ketegangan

Baik guru maupun murid sering mengalami stres di sekolah. Apalagi belajar menulis. Dengan humor, mereka bisa merasa lebih rileks dan mengurangi ketegangan. Dalam situasi menulis, contohnya, guyonan kecil dari guru bisa meredakan kecemasan para murid.

Ketiga, Membangun Hubungan Lebih Akrab 

Humor bisa menjadi jembatan yang menghubungkan guru dan murid. Ketika keduanya bisa saling bercanda tanpa rasa takut atau malu, hubungan mereka menjadi lebih dekat. Hal ini penting dalam membentuk iklim kelas yang positif.

4. Humor dengan Batasan: Tugas Guru sebagai Pengendali

Meskipun humor dianjurkan, guru tetap harus mengarahkan humor agar tetap sesuai dan tidak mengganggu proses pembelajaran. Sebagai pengendali suasana kelas, guru harus peka untuk memahami kapan humor perlu dihentikan agar suasana tetap kondusif.

Misalnya, jika humor mulai menjurus ke arah yang mengganggu atau bahkan mengarah pada lelucon yang tidak pantas, bersifat bully maka tugas guru menjaga agar humor tetap pada batasan yang sehat. Murid juga perlu memahami bahwa ada waktu untuk bercanda dan ada waktu untuk fokus belajar.

5. Menemukan Keseimbangan antara Humor dan Pembelajaran

Pada akhirnya, baik guru maupun murid perlu menemukan keseimbangan. Guru yang terlalu serius mungkin membuat kelas terasa menegangkan, sementara murid yang humoris tapi berlebihan bisa membuat suasana kelas tidak fokus.

Humor harus menjadi pelengkap, bukan pengganti dari fokus belajar itu sendiri.

Seorang guru yang bijak akan tahu kapan harus serius dan kapan harus santai. Di sisi lain, murid yang baik akan peka untuk tahu kapan waktu yang tepat untuk bercanda. Dengan keseimbangan ini, kelas bisa menjadi tempat yang efektif untuk belajar sekaligus menyenangkan untuk dihadiri.

Kesimpulan

Pada akhirnya, baik guru maupun murid bisa menjadi humoris asal sesuai dengan situasi dan tetap pada batasannya. Humor seharusnya menjadi alat untuk mendekatkan, bukan untuk mengalihkan.

Kelas yang ideal tempat guru dan murid dapat tertawa bersama sambil tetap berfokus pada tujuan pendidikan.

Jadi, siapa yang harus humoris? Jawabannya adalah: keduanya. Dengan kolaborasi dan saling menghormati, guru dan murid bisa menciptakan lingkungan yang tidak hanya produktif tetapi juga penuh kebahagiaan. 

Bukankah suasana belajar yang menyenangkan lebih efektif daripada yang penuh ketegangan?

Ketika Guru Bertemu dengan Murid "Unik" Gen Z

Menjadi seorang guru tentu profesi yang penuh tantangan. Selain tugas utama mengajar, guru juga harus menghadapi "tantangan harian" berupa murid-murid yang kadang-kadang... sangat kreatif. Bukan kreatif dalam hal membuat puisi atau menggambar, tetapi lebih kepada ide-ide tak terduga yang bisa membuat kita tertawa, geleng-geleng kepala, atau bahkan meremajakan otot-otot wajah karena terlalu sering tersenyum atau tertawa.

Aku pernah bertanya pada salah satu murid Gen Z-ku. "Bul. Ibu Guru penasaranlah sama Ayahmu. Humoris kayak kamu juga kali!"

"Nggak usah deh Bu Guru. Ntar Bu Guru naksir Ayahku!" Geeeerrrrrr... semua murid ketawa lagi akibat ulah Bibul. Aku cuma bisa geleng-geleng kepala. Unik.

Berikut beberapa cerita lucu yang mereka mainkan di kelas, mungkin terdengar familiar bagi sesama kita guru:

1. Menghitung dengan Kreativitas

Di kelas matematika, Bu Guru bertanya, "Ani, kalau kamu punya 5 apel dan aku beri 3 apel lagi, berapa jumlah apel yang kamu punya?"

Ani menjawab dengan polos, "Tapi, Bu, saya nggak suka apel. Boleh diganti jeruk aja?"

Bu Guru hanya bisa tertawa kecil, lalu menjawab, "Kalau begitu, misalkan ini adalah 5 jeruk."

2. Menyederhanakan Kata Rumit

Suatu hari, Pak Guru Biologi menjelaskan tentang respirasi. "Nah, anak-anak, itulah proses bagaimana tubuh kita menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida," katanya.

Salah satu murid yang duduk di belakang bertanya, "Pak, kalau di luar kelas ini bisa langsung disebut 'ngos-ngosan', kan?"

Pak Guru hanya bisa tertawa sambil berkata, "Kurang lebih begitu!" Gak nyambung padahal.

3. Kreativitas dalam Mengarang

Di pelajaran Bahasa Indonesia, Bu Guru meminta para murid menulis cerita pendek dengan kata-kata yang telah ditentukan. Seorang murid menulis begini:

"Di suatu hari yang cerah, Budi berangkat ke sekolah naik sepeda baru. Sampai di sekolah, Budi sadar... sepeda baru itu bukan miliknya!"

Bu Guru tertawa terbahak-bahak, dan memberi nilai "A" untuk kreativitasnya.

4. Ketika Ujian Jadi Ajang Curhat

Seorang murid dikenal punya kebiasaan unik. Setiap kali ujian, ia menambahkan catatan kecil di akhir jawabannya seperti, "Bu Guru, semoga ujiannya tahun depan agak mudah ya, agar generasi berikutnya tidak menderita seperti kami."

Rupanya, tidak hanya murid-murid yang berkreasi dalam jawaban, tetapi mereka ingin sukses, kamu harus rajin belajar dan berusaha!"

Seorang murid dengan mata berbinar menjawab, "Berarti kalau kami nggak sukses, itu karena gurunya yang nggak rajin mengajar, kan?"

Pak Guru hanya bisa menggeleng sambil tersenyum dan mulai mempertimbangkan untuk lebih rajin menjelaskan!

"Menemukan Canda dalam Wibawa: Perjalanan Guru di Kelas"

Aku menutup laptop sambil menghela napas panjang. Pertanyaan Mas Ashari terus bergema dalam pikiranku sepanjang hari, seolah menjadi refleksi bagi perjalanan sebagai guru. Menjadi cerdas, berwibawa, dan humoris, tampaknya mudah.

Memang mudah. Tapi khusus humoris tak sulit dilakukan. Terlebih dalam dunia pendidikan yang seringkali formal dan penuh aturan sekarang muridnya unik. Mereka suka melawak kok sekarang.

Beberapa hari kemudian, sebuah notifikasi muncul dari Mas Ashari. Ia menulis pesan balasan, "Terima kasih, Bu Sriati, atas jawaban dan inspirasinya. Saya mencobanya. Saya menyelipkan humor kecil saat mengajar dan ternyata kelas menjadi lebih hidup. Para siswa lebih antusias dan rasanya ada kedekatan yang tak pernah saya rasakan sebelumnya."

Aku cuma tersenyum membaca pesan itu. Mungkin memang benar, setiap guru memiliki gaya yang unik dan murid unik saat belajar. Humor bukanlah keharusan kalau di kelas Bu Sriati, melainkan sebuah pilihan murid-muridnya. Bu Sriati cuma perlu mengawasi dan mengarahkan.

Mas Ari telah menemukan caranya sendiri, membangun kewibawaan sekaligus menciptakan kehangatan di kelasnya.

Sebagai seorang guru, terkadang hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah berani mencoba seuai konteks kelas kita. Dari sana, kita akan belajar, bertumbuh, dan, mungkin, membuat perbedaan kecil yang bermakna bagi mereka yang kita ajar atau sebaliknya kita guru juga ikut belajar, bertumbuh, dan membuat perbedaan kecil jika memiliki murid-murid unik.

Dengan perasaan hangat, aku menutup laptop. Di luar sana, aku yakin masih ada banyak guru muda seperti Mas Ari, yang terus mencari cara untuk menjadi inspirasi, sambil menemukan sisi diri mereka yang baru di setiap langkahnya dalam mengajar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun