Pagi itu, suara kokok ayam tetangga menyelinap masuk melalui celah-celah jendela kamar Ibu Widia. Menandakan pukul 04.00 dini hari. Ia sudah terbiasa bangun pagi meski tubuhnya tak lagi sekuat dulu. Ia akan shalat Tahajjud dan witir.
Dengan perlahan, ia bangkit dari ranjang. Ia menyibak selimut dan menurunkan kedua kakinya ke lantai yang dingin. Senyum kecil tersungging di wajahnya saat menyadari hari itu adalah hari yang ia tunggu-tunggu. Anak-anaknya di sekolah akan datang sebagai murid baru dan wajah-wajah baru.
Sambil berjalan perlahan ke toilet, Bu  Widia menghayalkan wajah murid barunya. Akankah murid baru itu menghargainya? Seperti juga anak-anak kandungnya. Ibu Widia menggeleng pelan lalu tersenyum. Ia tak bisa menjawab tanyanya sendiri. He he he.
Menjaga Penghargaan Anak dan Mueid Seiring Bertambahnya Usia
Memang  seiring bertambahnya usia, seseorang sering kali merasakan banyak kehilangan, termasuk penghargaan dari orang-orang terdekat, seperti keluarga, anak-anak, dan murid-murid di sekolah bila ia guru seperti Ibu Widia.
Proses penuaan secara alami membawa penurunan fisik dan kemampuan diri. Proses ini bisa membuat seorang individu merasa kurang dihargai lagi. Namun, ada juga orang-orang yang tetap mendapatkan penghargaan tinggi dari anak-anak dan murid-muridnya meskipun usia mereka bertambah tua.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apa yang membuat seseorang tetap dihargai oleh anak-anak dan murid-muridnya di usia lanjutnya?
Salah satu faktor kunci yang memengaruhi penghargaan ini adalah:
1. Â Kebiasaan guru yang belajar sepanjang hayatnyaÂ
Orang yang terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan zaman menampilkan diri sebagai pribadi yang fleksibel dan terbuka terhadap hal-hal baru. Di dunia yang selalu berubah, kemampuan untuk mengikuti perkembangan dan memperbarui diri sangat dihargai apalagi siswa.
Mereka yang mampu menjaga semangat belajar, termasuk dalam profesi guru, menunjukkan bahwa usia bukanlah hambatan untuk terus berkembang dalam segala hal.