Mengajar Generasi Z memang menuntut rasa ikhlas dan pendekatan yang berbeda. Mereka hidup di zaman yang penuh tekanan dan ketidakpastian. Sebagai guru, disadari bahwa tantangannya adalah bagaimana menciptakan ruang yang mendukung perkembangan karakter mereka.
Pilihan menjauhi dan membenci mereka ternyata salah. Ketika aku menjauhi mereka, ternyata mereka tak bertanya. Mengapa Ibu guru cueks? Mereka malah senang dan makin liar.
Akupun shalat ishtikharah dua rakaat. Aku berdoa, andaikan terbaik bagi muridku si A-Z kusebut nama mereka satu per satu, di sekolah ini Rabb, ubahlah dan lembutkanlah hati mereka selaku murid dan hati hamba selaku guru. Tuntun kami pada proses belajar dan pergaulan sesuai ajaran agama Islam.Â
Diikuti pula alur cara belajar mereka, slow. Gunakan teknoligi tepat guna. Sentuh batin mereka dengan cek ibadah mereka. Shalat mereka, puasa sunnah mereka, infaq mereka, dan hafalan Quran mereka.
Ternyata mereka ada perubahan. Sempat iseng aku bertanya, "Kok, kaian sudah jarang pashion show sekarang ke kelas lain, kantin, dan masjid?"
Mereka jawab, "Kami menuju taubat, Bu. SP (Surat Perjanjian) kami tinggal 1 lagi."
Miris. Jawaban mereka karena SP. Bukan karena ingin menjadi murid baik
Generasi Z bukanlah generasi yang kosong atau tak berkarakter. Mereka adalah generasi yang berpotensi besar, hanya saja pendekatan kita harus berubah untuk menyesuaikan dengan cara mereka belajar dan berinteraksi.
***
Dalam menghadapi Generasi Z, kita memerlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka berbeda. Kita harus mengingat karakteristik dan nilai-nilai mereka yang unik.
Berikut beberapa cara yang bisa diterapkan untuk berinteraksi dan berkomunikasi lebih efektif dengan Generasi Z:
1. Berikan Kebebasan dan Ruang untuk Ekspresi Diri
Generasi Z sangat menghargai kebebasan dalam berekspresi, baik di dunia nyata maupun di platform digital. Mereka cenderung mengekspresikan diri melalui media sosial, gaya berpakaian, hingga pilihan hidup yang mungkin dianggap tidak konvensional.