Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inilah Dampak Kompasiana Bagiku sebagai Guru yang Menulis di Platform ini

8 Oktober 2024   21:13 Diperbarui: 8 Oktober 2024   21:38 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apel pagi foto dokpri Yusriana

Selamat ulang tahun Kompasiana. Makin sukses ya. Izinkan aku di HBD 16-mu ini menulis "Inilah Dampak Kompasiana Bagiku sebagai Seorang Guru yang Menulis di Platform ini. Dampakmu yang membantuku dalam menangani Generasi Z.

"Keren ibuk ya. Punya Kompasiana." Begitulah komentar anak muridku hari itu ketika aku menyuruh mereka memposting Peta Konsep Hidup Mereka di Platform ini. Itu tugas perdana mereka.

"Hah... !" Jawabku kaget sambil membelalakkan mata kepada mereka. "Bukan Nak! Itu bukan punya Bu YUSRIANA." Jelasku.

"Kompasiana-YUSRIANA!" Tantang mereka lagi.

'Idih... benarkah kata temanku? Generasi Z, generasi Zonk? Apa mereka tak baca bahwa Kompasiana itu milik KOMPAS. Jangan-jangan mereka tak kenal KOMPAS?' Bisik-bisik di hatiku.

Akupun membuka platform itu. Akupun menjelaskan bahwa Kompasiana adalah platform blog dan media sosial yang dikelola oleh Kompas Gramedia berpusat di Jakarta. Di sini pengguna bisa menulis dan berbagi opini, artikel, atau cerita. 

Kompasiana didirikan pada tahun 2008 dan memungkinkan siapa saja untuk menjadi "jurnalis warga" dengan mempublikasikan konten mereka secara bebas. Selain itu, Kompasiana juga sering dijadikan tempat berdiskusi tentang isu-isu terkini di Indonesia, dari politik, sosial, budaya, hingga gaya hidup.

Aku tunjukkan  siapa saja yang menulis di plat ini.. Ada Mb Hennie, dari Jerman, Pak Tjip dan Bunda Roselina dari Australia, Irwan Rinaldi dari Jakarta, Bams dari ITS, Mb Ika Ayra, Mb Isti dari Jogja.

Ya. Aku ingin mereka muridku bersemangat menulis. Bangga bisa nulis di platform ini. Level internasional, gratis, dan bila sukses dapat Gopay, infinity, dan kita bebas nulis apa saja asal sesuai peraturan Kompasiana.

Namun, Generasi Z ini menyisakan tanya: Apakah Generasi Z, benar Generasi Zonk, Generasi Suka Kekerasankah, atau Generasi Tak Berkarakter?

Sedih memang bila ada yang komen begitu. Terasa berat sekali tugasku selaku guru untuk mengubah mindset mereka. Benarkah mereka demikian? Entahlah. Yang jelas, mereka suka jalan-jalan di kelas. Bernyanyi. Bahkan keluar masuk kelas sambil kejar-kejaran seolah aku tak ada di depan mereka.

Begitupun bila kami di masjid, mereka berlari, bercanda, menendang, mencekik, tapi banyak juga yang rebahan. Bukan mengejar melaksanakan Tahyatul Masjid. "Janganlah kamu duduk di masjid sebelum shalat dua rakaat." Begitu Sunnah Rasulullah SAW.

Demikian juga ketika aku berjalan di depan kelas mereka. Koridor kelas penuh sampah plastik bekas mereka makan. Tempat duduk mereka yang disediakan di depan kelas juga penuh sampah plastik. Lebih miris lagi mereka tak merasa bersalah makan dan minum sambil berjalan.

Aku berusaha menegur. Memberi sanksi tapi jumlah mereka lebih banyak. Akupun kewalahan. Aku proses di koridor kelas A. Di kelas B melanggar. Demikian lingkaran kecuekan ini dari kelas satu ke kelas-kelas lainnya.

Tak lama sesudahnya, meletus pula kasus merokok di toilet, mengompas, dan melakukan tindak kekerasan. Rabbi. Akupun tak berdaya. Akupun ishtikharah untuk mereka. Memohon pertolongan Allah SWT.

Itulah sekelumit Generasi Z. Muncul lagi tanya: Generasi Z siapa?

Generasi Z mencakup individu yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Memang sering kali disalahpahami dan diberi label yang merugikan, seperti "generasi zonk", "suka kekerasan", atau "tak berkarakter". Ya karena situasi di atas.

Stereotip semacam itu sering muncul karena generalisasi yang terburu-burukah tanpa pemahaman mendalam tentang konteks sosial, politik, dan ekonomi yang membentuk kehidupan mereka.

Namun, apakah benar generasi ini dapat dilabeli sedemikian rupa? Dalam esai ini, kita akan mengeksplorasi karakteristik utama Generasi Z dan menilai apakah tuduhan tersebut benar adanya?

Teknologi dan Keterhubungan: Sumber Daya, Bukan Beban

Salah satu ciri yang paling mencolok dari Generasi Z adalah mereka tumbuh di tengah ledakan teknologi digital. Parahnya lagi ada serangan Covid-19. Gayung bersambut. Generasi Z dirumahkan. Mereka pun DARING. Merekapun memanfaatkan ledakan teknologi digital itu.

Bagi banyak orang di luar generasi ini, tentu melihat ketergantungan mereka pada teknologi disalahartikan sebagai tanda "kemalasan" atau "kebodohan". Generasi Z tak mampu bersikap di sekolah seperti generasi sebelumnya.

Istilah "generasi zonk" pun muncul dalam diskusi tentang ketergantungan ini, seolah-olah kemampuan multitasking dan penguasaan teknologi modern mereka menunjukkan ketidakmampuan untuk berpikir kritis atau kreatif.

Mereka tak menghargai guru, teman, orangtua karena biasa berhadapan dengan teknologi. Teknologi semisal Android, Notebook, laptop, dan perangkat lain. Berinteraksi dengan robot-robot teknologi tentu tak butuh sikap harga menghargai.

Pentingkah Memahami Karakter Generasi Z

Memahami karakter Generasi Z sangat penting karena mereka tumbuh di era digital yang penuh dengan perubahan cepat dan tantangan unik.

Teknologi, keterbukaan terhadap keberagaman, serta kepedulian terhadap isu-isu sosial menjadikan mereka generasi yang berbeda dari sebelumnya.

Tanpa pemahaman yang tepat kepada mereka, kita bisa salah kaprah dalam menilai mereka. Bahkan bisa menimbulkan perlakuan yang dapat merugikan masa depan mereka. Sebagai generasi yang cueks atau tak berkarakter.

Sebaliknya dengan pendekatan yang sesuai, kita dapat menggali potensi besar mereka dalam beradaptasi, berinovasi, dan membentuk masa depan yang lebih inklusif. Ya, mereka juga Generasi Inklusif.

Inklusif berarti, mereka generasi yang menerima dan menghargai keberagaman, baik itu dalam hal ras, budaya, agama, gender, atau pandangan hidup. Mereka dibesarkan digital. Bukan lagi dongeng para Nabi atau dongeng Cerita Rakyat.

Mereka tidur ketika guru menerangkan pelajaran. Lalu aku tanya, "Adakah Ibumu atau Ayahmu bercerita atau mendongeng ketika jelang tidur?" Mereka menggeleng.

Sikap inklusif mereka mencerminkan keterbukaan terhadap perbedaan dan upaya untuk menciptakan lingkungan di mana semua orang merasa diterima dan dihargai, sebatas apa yang mereka dapati di game atau bahan ajar guru Daring mereks.

Itulah sebabnya Generasi Z dikenal sebagai generasi yang lebih inklusif karena mereka lebih cenderung mendukung kesetaraan dan menolak diskriminasi. Inklusivitas mereka juga berarti bekerja sama dan membangun hubungan tanpa memandang latar belakang seseorang, serta menghargai hak setiap individu untuk menjadi dirinya sendiri.

Lalu Bagaimana Menempatkan Mereka di Hati Kita Guru yang Sudah Terlanjur Menjadi Takdir Murid Kita?

Pertama kita harus ingat bahwa teknologi sebagai Sumber Daya Generasi Z dan mereka tumbuh dengan teknologi itu.

Bagi mereka, teknologi adalah alat untuk belajar, berekspresi, dan berkomunikasi. Ketergantungan mereka pada teknologi jangan lagi disalahartikan sebagai tanda kemalasan.

Namun, realitanya, kita sadari bahwa Generasi Z memiliki kemampuan luar biasa dalam mencari informasi, beradaptasi, dan mengelola berbagai alat digital. Mari kita manfaatkan ini untuk mengubah karakter mereka. Ajak mereka mengekspresikan diri menulis di platform ini.

Kedua, Kita harus sadari bahwa Kekerasan dan Keadilan Sosial serta tuduhan bahwa mereka cenderung ke arah kekerasan muncul dari eksposur yang tinggi terhadap media sosial yang mereka lihat di media teknologi mereka.

Bahkan terkadang ada KDRT seorang Ayah kepada Ibu mereka. Demikian juga anak yang memukul adik kelas atau teman sebayanya. Setelah didekati, ia pun menangis dan bercerita bahwa KDRT ada di rumahnya.

Sementara perilaku mengompaspun ada di game permainan mereka. Bahkan perilaku kekerasan lainpun seperti membunuh, membacok lawan, menembak, menikam dengan pedang tak lepas dari permainan game mereka.

Berbagai bentuk kekerasan ditampilkan secara terbuka di game dan video tontonan mereka. Untuk menyadarkan mereka kembali, kita guru butuh keikhlasan. Ikhlas menerima siswa seperti mereka.

Mari kita bimbing mereka kembali dengan wacana dan bahan ajar sesuai tuntunan agama kita. Misalnya, "Menentukan Cara Penulisan Kata Depan di dan ke yang Benar."

Akupun memberikan wacana tentang "Adab Siswa di Masjid" agar mereka tahu adab dan tata krama di masjid. Semoga dengan bahan ajar ini mereka berkarakter baik di masjid. Tak lagi berlari-lari. Bermain kekerasan dan paling kami harapkan guru, mereka shalat Tahyatul masjid lalu duduk dengan tertib di dalamnya sambil berdzikir.

Adab Siswa di Masjid

Adab di masjid adalah serangkaian etika dan tata krama yang harus diperhatikan oleh  Siswa  saat berada di dalam rumah ibadah Allah SWT ini.

Memahami dan menerapkan adab-adab tersebut tidak hanya untuk menjaga kesucian masjid tetapi juga untuk menciptakan suasana yang tenang dan khusyuk siswa dalam beribadah di dalam masjid.

Berikut beberapa adab yang perlu diperhatikan siswa saat di masjid:

1. Memasang Niat

Setiap kali memasuki masjid pasanglah niat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berusaha menjaga kekhusyukan niat itu selama berada di dalamnya.

2. Berwudhulah  Sebelum Memasuki Masjid

Masuk ke masjid harus dalam keadaan suci merupakan bagian dari cara siswa menghormati tempat ibadah masjid. Berwudhulah terlebih dahulu sebelum masuk masjid.

3. Memasuki Masjid dengan Kaki Kanan

Ketika memasuki masjid,  melangkahlah masuk dengan kaki kanan terlebih dahulu sambil membaca doa masuk masjid:  

Doa Masuk Masjid Versi Pendek

اللَّهُمَّ افْتَحْ لي أبْوَابَ رَحْمَتِكَ

Dilansir dari laman Muhammadiyah.or.id, ternyata langkah menuju masjid merupakan kebaikan dan sarana penghapusan dosa dan meninggikan derajat kita. Keutamaan ini sebagaimana yang telah tertuang dalam hadits Nabi.

4. Mengucapkan Salam  

Meski suasana masjid biasanya tenang, tetap dianjurkan untuk mengucapkan salam dengan perlahan jika memasuki masjid baik ada orang di dalamnya maupun tidak.

5. Shalat Tahiyatul Masjid

Setiap kali masuk ke masjid, siswa disunahkan untuk melakukan shalat sunnah dua rakaat.

(Namanya Tahiyatul Masjid) sebelum duduk, sebagai bentuk penghormatan kepada masjid Allah.

6. Berpakaian Sopan dan Bersih

Memakai pakaian yang bersih dan sopan ke masjid, sesuai syariat Islam.

Hindari pakaian yang terlalu mencolok atau apalagi tidak menutup aurat dengan sempurna.

7. Menjaga Kebersihan Masjid

Menjaga kebersihan di masjid adalah tanggung jawab setiap siswa.

Jangan membuang sampah sembarangan di masjid dan bila melihat sampah, segera dibersihkan dan diambil.

8. Menghindari Percakapan/Berbicara Keras

Masjid tempat untuk beribadah, berbicara dengan suara keras, terutama tentang hal-hal duniawi, harus dihindari di dalamnya. Ciptakan suasana tenang dan damai di masjid dengan mengucap 3 zikir atau istighfar.

9. Mematikan atau Mengatur Kecil Suara Ponsel

Agar tidak mengganggu kekhusyukan jamaah di masjid, pastikan ponsel dalam keadaan mati atau diatur ke mode diam sebelum masuk ke masjid.

10. Tidak Mengganggu Jamaah Lain

Jaga jarak dan perilaku agar tidak mengganggu orang yang sedang duduk berzikir dan beribadah di masjid.

Hindari berjalan di depan orang yang sedang duduk apalagi sedang shalat di masjid.  Jangan membuat kebisingan di masjid.

11. Duduk dengan Penuh Adab dan Wibawa 

Duduklah dengan sopan dan tenang di dalam masjid ketika sudah masuk ke dalam masjid. Hindari posisi yang tidak sopan seperti selonjoran, berdiri,  atau berbaring tanpa keperluan seperti mabit.

12. Tidak Menggunakan Masjid untuk Hal-hal yang Tidak Pantas

Hindari menggunakan masjid untuk aktivitas yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Misalnya untuk cabut dan bersembunyi dari tugas belajar.

Apalagi untuk tujuan kegiatan komersial (jual beli) dan percakapan yang tidak pantas, menggunjig guru di masjid.

Dengan menjaga adab-adab di atas, kita tidak hanya menghormati Allah dan tempat ibadah. Tetapi kita juga menciptakan suasana yang kondusif bagi diri sendiri dan orang lain untuk beribadah dengan khusyuk dan tenang.

13. Keluar dari Masjid dengan Kaki Kiri
   

Bila sudah selesai beribadah meski sangat mengantuk segera keluar dari masjid.

Saat keluar, disunnahkan melangkah dengan kaki kiri terlebih dahulu dan membaca doa keluar masjid:

Doa keluar masjid. Foto by Bersama Dakwah.net
Doa keluar masjid. Foto by Bersama Dakwah.net

Mereka menandai kata depan atau preposisi di dan ke yang ada pada wacana. Mereka pun menentukan perbedaan penulisan di dan ke sebagai kata depan dan di- dan ke- sebagai kata berawalan / berimbuhan.

Misal di masji ditulis pisah di sebagai kata depan. Lalu dimakan. Ditulis bersatu di- sebagai awalan/imbuhan. Seterusnya mereka menandai di dan ke dengan pena bertinta hijau atau stabilo hijau dan menandai di- dan ke- dengan pena bertinta kuning atau stabilo kuning.

Seterusnya, mereka menghafal teks tersebut untuk dijadikan pidato persuasif. Mereka menambahkan pembuka pidato dan penutup pidato. Mereka satu persatu presentasi pidato Adab Siswa di Masjid dengan gestur tubuh, mimik/ekspresi, dan intonasi yang tepat.

Ketiga, kita harus ikhlas bahwa nilai keterbukaan Generasi Z dikenal sebagai generasi yang inklusif. Mereka lebih menerima perbedaan dan mencari solusi yang terbuka dan fleksibel. Label "tak berkarakter" yang terlanjur diberikan karena kurangnya pemahaman mereka akan nilai-nilai yang patut mereka anut.

Nilai agama, nilai moral, nilai sosial, nilai ekonomi, nilai pendidikan, nilai gotong royong. Nilai-nilai inilah perlahan yang perlu kita berikan dan tanamkan kepada mereka. Agar mereka memaknai keberagaman, kesetaraan, dan inklusivitas mereka ada kadarnya.

Tantangan dan Potensi

Mengajar Generasi Z memang menuntut rasa ikhlas dan pendekatan yang berbeda. Mereka hidup di zaman yang penuh tekanan dan ketidakpastian. Sebagai guru, disadari bahwa tantangannya adalah bagaimana menciptakan ruang yang mendukung perkembangan karakter mereka.

Pilihan menjauhi dan membenci mereka ternyata salah. Ketika aku menjauhi mereka, ternyata mereka tak bertanya. Mengapa Ibu guru cueks? Mereka malah senang dan makin liar.

Akupun shalat ishtikharah dua rakaat. Aku berdoa, andaikan terbaik bagi muridku si A-Z kusebut nama mereka satu per satu, di sekolah ini Rabb, ubahlah dan lembutkanlah hati mereka selaku murid dan hati hamba selaku guru. Tuntun kami pada proses belajar dan pergaulan sesuai ajaran agama Islam. 

Diikuti pula alur cara belajar mereka, slow. Gunakan teknoligi tepat guna. Sentuh batin mereka dengan cek ibadah mereka. Shalat mereka, puasa sunnah mereka, infaq mereka, dan hafalan Quran mereka.

Ternyata mereka ada perubahan. Sempat iseng aku bertanya, "Kok, kaian sudah jarang pashion show sekarang ke kelas lain, kantin, dan masjid?"

Mereka jawab, "Kami menuju taubat, Bu. SP (Surat Perjanjian) kami tinggal 1 lagi."

Miris. Jawaban mereka karena SP. Bukan karena ingin menjadi murid baik

Generasi Z bukanlah generasi yang kosong atau tak berkarakter. Mereka adalah generasi yang berpotensi besar, hanya saja pendekatan kita harus berubah untuk menyesuaikan dengan cara mereka belajar dan berinteraksi.
***
Dalam menghadapi Generasi Z, kita memerlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka berbeda. Kita harus mengingat karakteristik dan nilai-nilai mereka yang unik.

Berikut beberapa cara yang bisa diterapkan untuk berinteraksi dan berkomunikasi lebih efektif dengan Generasi Z:

1. Berikan Kebebasan dan Ruang untuk Ekspresi Diri

Generasi Z sangat menghargai kebebasan dalam berekspresi, baik di dunia nyata maupun di platform digital. Mereka cenderung mengekspresikan diri melalui media sosial, gaya berpakaian, hingga pilihan hidup yang mungkin dianggap tidak konvensional.

Ketimbang menghakimi atau membatasi, beri mereka ruang untuk berekspresi dan dorong mereka untuk melakukannya secara positif dan bertanggung jawab. Salah satu cara mereka disuruh menulis tugas mereka dalam platform ini.

2. Gunakan Teknologi Secara Optimal

Generasi Z sangat akrab dengan teknologi sehingga penggunaan alat-alat digital dalam berkomunikasi atau bekerja sama dengan mereka adalah kunci utama. Untuk memaksimalkan interaksi, digunakanlah platform digital seperti video, aplikasi, atau media sosial, yang menjadi bagian penting dari keseharian mereka.

Jika mengajar atau membimbing, dimanfaatkanlah teknologi dalam proses pembelajaran atau pekerjaan mereka agar lebih relevan bagi mereka. Awalnya mereka kesal. Bikin peta konsep hidup di WhatsUp lalu di platform ini. Kompasiana. Seiring waktu mereka enjoy.

3. Bangun Hubungan yang Autentik

Generasi Z lebih tertarik pada hubungan yang Autentik dan transparan. Mereka bisa mendeteksi jika seseorang tidak tulus atau terlalu formal dalam pendekatan.

Oleh karena itu, cobalah untuk membangun komunikasi yang jujur dan terbuka, sambil tetap menunjukkan empati dan ketertarikan pada ide-ide mereka. Sering berkomunikasi di perpesanan salah satu cara jalin hubungan dengan mereka.

4. Berikan Umpan Balik yang Cepat dan Konstruktif

Generasi Z tumbuh di dunia yang serba cepat, di mana mereka mengharapkan tanggapan segera terhadap tindakan atau ide mereka. Umpan balik yang tertunda atau samar sering kali membuat mereka merasa tidak diperhatikan.

Berikan umpan balik yang jelas, langsung, dan konstruktif, agar mereka tahu apa yang harus ditingkatkan atau diperbaiki, serta merasa dihargai. Kadang kita merasa seolah generasi ini egois. Seperti kita tak punya kerjaan lain saja. Merdka menuntut full.

5. Fokus pada Isu Sosial dan Nilai Keberagaman

Generasi Z sangat peduli terhadap isu-isu sosial, seperti keadilan sosial, perubahan iklim, dan keberagaman. Jika kita ingin menarik perhatian mereka, kita libatkan mereka dalam diskusi dan aksi terkait masalah ini.

Memahami serta menghargai keberagaman merupakan nilai penting bagi mereka, jadi jangan takut untuk membicarakan topik ini secara terbuka dengan mereka.

6. Dorong Kreativitas dan Inovasi

Generasi ini dikenal kreatif dan penuh ide-ide segar. Beri mereka kesempatan untuk berinovasi dan berpikir di luar kotak. Mereka tidak suka terjebak dalam rutinitas atau aturan yang kaku dan sama.

Beri tantangan yang menarik, biarkan mereka mengambil risiko, dan tunjukkan bahwa ide-ide mereka dihargai.

7. Berikan Otonomi dalam Belajar dan Bekerja

Generasi Z cenderung menghargai otonomi dan kesempatan untuk belajar secara mandiri. Mereka suka mengeksplorasi dan menemukan informasi sendiri, sering kali melalui internet atau media digital lainnya. 

Dalam konteks pendidikan atau pekerjaan, beri mereka kebebasan untuk menentukan metode belajar atau bekerja yang paling sesuai dengan mereka, asalkan hasil akhirnya tetap memenuhi tujuan yang diharapkan.

8. Tunjukkan Empati dan Dukung Kesehatan Mental

Kesehatan mental adalah isu penting bagi Generasi Z. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang penuh tekanan, baik dari segi akademis, sosial, maupun ekonomi. 

Menunjukkan empati dan memberikan dukungan terhadap kesehatan mental mereka, seperti menawarkan ruang untuk beristirahat atau menyediakan dukungan profesional, akan sangat membantu dalam membangun hubungan yang baik.

9. Hindari Pendekatan Otoriter

Generasi Z kurang responsif terhadap otoritas yang bersifat memaksa atau kaku. Pendekatan yang terlalu autoritatif sering kali memicu perlawanan atau ketidakpedulian. 

Sebaliknya, cobalah pendekatan kolaboratif, di mana mereka dilibatkan dalam pengambilan keputusan atau diberi kesempatan untuk berbicara.

10. Gunakan Bahasa yang Relevan

Dalam berkomunikasi, penting untuk menggunakan bahasa yang relevan dan bisa dipahami oleh Generasi Z. Hindari penggunaan bahasa yang terlalu formal atau kuno, dan cobalah memahami cara mereka berkomunikasi, terutama di platform digital seperti kompasiana ini.

Penggunaan humor atau bahasa yang santai sering kali lebih efektif dalam mencapai mereka.

Dengan memahami nilai dan preferensi mereka, kita dapat berinteraksi dengan Generasi Z secara lebih efektif dan membangun hubungan yang lebih positif.

Mental Health Awareness: Keterbukaan tentang Kesehatan Mental

Generasi Z dikenal lebih terbuka dan vokal dalam membicarakan isu kesehatan mental dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka sering menggunakan platform digital untuk berbagi pengalaman tentang kecemasan, depresi, dan tantangan mental lainnya, serta mencari dukungan dari komunitas online. Misalnya instagram.

Contoh kisah seorang mahasiswa bernama Rudi yang memulai akun Instagram untuk berbagi cerita tentang perjuangannya melawan kecemasan dan depresi selama masa kuliahnya.

Melalui platform tersebut, ia membagikan pengalamannya menghadapi tekanan akademis, isolasi sosial, dan tantangan mental lainnya. 

Rudi tak hanya menerima dukungan dari para pengikutnya, tetapi juga menginspirasi banyak orang yang mengalami hal serupa untuk berbicara secara terbuka dan mencari bantuan. Ia sering membagikan tips tentang kesehatan mental yang ia pelajari dari terapis atau melalui sumber-sumber terpercaya.

Kisah seperti ini menunjukkan bagaimana Generasi Z tidak hanya berani menghadapi isu kesehatan mental, tetapi juga memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk menciptakan komunitas yang mendukung, membantu menghilangkan stigma, dan memberikan ruang bagi orang lain untuk berbicara.

Ini menggambarkan bahwa Generasi Z memiliki kesadaran tinggi terhadap isu-isu sosial dan kesehatan mental. Mereka pun menunjukkan bahwa mereka mampu menggunakan teknologi secara efektif untuk mengatasi berbagai tantangan hidup mereka. Unik dan menyebalkan bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun