Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inilah Dampak Kompasiana Bagiku sebagai Guru yang Menulis di Platform ini

8 Oktober 2024   21:13 Diperbarui: 8 Oktober 2024   21:38 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doa keluar masjid. Foto by Bersama Dakwah.net

Itulah sebabnya Generasi Z dikenal sebagai generasi yang lebih inklusif karena mereka lebih cenderung mendukung kesetaraan dan menolak diskriminasi. Inklusivitas mereka juga berarti bekerja sama dan membangun hubungan tanpa memandang latar belakang seseorang, serta menghargai hak setiap individu untuk menjadi dirinya sendiri.

Lalu Bagaimana Menempatkan Mereka di Hati Kita Guru yang Sudah Terlanjur Menjadi Takdir Murid Kita?

Pertama kita harus ingat bahwa teknologi sebagai Sumber Daya Generasi Z dan mereka tumbuh dengan teknologi itu.

Bagi mereka, teknologi adalah alat untuk belajar, berekspresi, dan berkomunikasi. Ketergantungan mereka pada teknologi jangan lagi disalahartikan sebagai tanda kemalasan.

Namun, realitanya, kita sadari bahwa Generasi Z memiliki kemampuan luar biasa dalam mencari informasi, beradaptasi, dan mengelola berbagai alat digital. Mari kita manfaatkan ini untuk mengubah karakter mereka. Ajak mereka mengekspresikan diri menulis di platform ini.

Kedua, Kita harus sadari bahwa Kekerasan dan Keadilan Sosial serta tuduhan bahwa mereka cenderung ke arah kekerasan muncul dari eksposur yang tinggi terhadap media sosial yang mereka lihat di media teknologi mereka.

Bahkan terkadang ada KDRT seorang Ayah kepada Ibu mereka. Demikian juga anak yang memukul adik kelas atau teman sebayanya. Setelah didekati, ia pun menangis dan bercerita bahwa KDRT ada di rumahnya.

Sementara perilaku mengompaspun ada di game permainan mereka. Bahkan perilaku kekerasan lainpun seperti membunuh, membacok lawan, menembak, menikam dengan pedang tak lepas dari permainan game mereka.

Berbagai bentuk kekerasan ditampilkan secara terbuka di game dan video tontonan mereka. Untuk menyadarkan mereka kembali, kita guru butuh keikhlasan. Ikhlas menerima siswa seperti mereka.

Mari kita bimbing mereka kembali dengan wacana dan bahan ajar sesuai tuntunan agama kita. Misalnya, "Menentukan Cara Penulisan Kata Depan di dan ke yang Benar."

Akupun memberikan wacana tentang "Adab Siswa di Masjid" agar mereka tahu adab dan tata krama di masjid. Semoga dengan bahan ajar ini mereka berkarakter baik di masjid. Tak lagi berlari-lari. Bermain kekerasan dan paling kami harapkan guru, mereka shalat Tahyatul masjid lalu duduk dengan tertib di dalamnya sambil berdzikir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun