Ketiga, Fear of Missing Out (FOMO) Istilah Sekarang
Di era media sosial, keinginan untuk mengikuti tren liburan sering kali menjadi alasan anak-anak dan banyak orang untuk tetap bepergian berlibur. Destinasi wisata yang lagi viral membuat anak-anak dan orang rela menempuh kemacetan demi bisa berbagi momen di media sosial. Apalagi jika kita punya anak remaja. Mereka lagi hobi-hobinya berenang dan selfie.
Keempat, Sudah Terbayang Imbalan Keindahan Destinasi
Bagi sebagian anak dan orang, pemandangan yang indah, kuliner khas yang enak, misalnya di Bukittinggi-Sumatera Barat ada kuliner khas Talua Barendo yang menjadi kegemaran kami sekeluarga, atau pengalaman unik di tempat wisata, berenang, berseluncur, dan berendam air panas menjadi hadiah yang pantas setelah menghadapi macet yang mengular.
Nilai estetika dan pengalaman pribadi yang diraih di destinasi itu kerap melebihi ketidaknyamanan perjalanan menghadang macet. Macet tapi tak membosankan bila kita juga turut menikmati situasi macet. Kadang ada lho makanan khas yang kita kangenin di tengah macet itu.
Apa Sih Penyebab Kemacetan yang Tak Terhindarkan?
Kemacetan di kawasan wisata saat libur panjang sebenarnya sudah dapat diprediksi. Beberapa penyebab utamanya selalu teori lama, Â antara lain:
1. Infrastruktur yang Tidak Memadai
Banyak rute menuju destinasi wisata dirancang puluhan tahun lalu. Jalanan sempit dan tidak mampu menampung volume kendaraan saat ini.
Contohnya, kawasan Puncak, Bogor, yang kerap mengalami kemacetan ekstrem karena jalan sempit yang tidak seimbang dengan jumlah kendaraan. Sudah semestinya dibuatkan jalan-jalan alternatif. Tak bisa hanya mengandalkan jalan peninggalan zaman dulu lagi.
2. Minimnya Transportasi Publik
Kurangnya pilihan transportasi publik memaksa wisatawan menggunakan kendaraan pribadi. Jumlah kendaraan pribadi itu  yang akhirnya memenuhi jalanan. Volume kendaraan tak seimbang dengan kapasitas jalan yang sempit. Hanya muat dua kiri dan dua kanan. Sudah saatnya ditambah jalan alternatif tol.