Macet, Tapi Tak Membosankan
Langit pagi itu bersih biru ketika Lila dan keluarganya memulai perjalanan menuju pantai selatan. Suasana dalam mobil begitu riuh oleh celoteh anak-anak mereka yang tak sabar melihat indahnya laut.
Namun, harapan menikmati perjalanan mulus langsung pupus ketika mobil mereka terjebak dalam kemacetan panjang di jalan menuju destinasi. Ya. Deretan kendaraan mengular sejauh mata memandang.
Di sisi jalan baik kiri dan kanan, pedagang asongan mondar-mandir menjajakan dagangan mereka. Sementara pengendara mulai gelisah sambil membunyikan klakson.
“Ma, kenapa sih kita harus berangkat hari ini? Kan pasti macet!” keluh Dila, putri sulung Lila. Ia memandang ke luar jendela. Lila hanya tersenyum kecil.
“Kalau bukan hari libur, kapan lagi kita bisa liburan bareng, Kak? Sekarang coba nikmati saja kemacetan ini. Ada banyak hal seru lho, Nak di sekitar kita yang bisa kita jadikan pelajaran berharga.” Terang Lila lembut sambil menunjuk seorang badut jalanan yang tengah melucu untuk menarik perhatian para penumpang mobil.
Meski awalnya Dila merenggut manja tapi melihat tawa adiknya, Ihsan yang melihat aksi badut itu perlahan membuat suasana hatinya membaik. Adiknya Rezki juga mengikuti tawa Ihsan. Mereka berdua terpingkal-pingkal tertawa melihat badut lucu itu.
Lila tahu, meski macet ini melelahkan, tujuan perjalanan bukan hanya pantai yang indah di ujung jalan. Baginya, perjalanan itu sendiri adalah momen untuk berkumpul, bercanda, dan menciptakan kenangan kecil yang berharga dalam keluarganya.
Di tengah kemacetan, mereka berbagi cerita, menyanyikan lagu-lagu favorit mereka bersama, dan tertawa bersama. Mungkin, inilah yang sebenarnya disebut kebahagiaan hakiki sebuah keluarga. Ia menemukan keindahan dalam hal-hal sederhana itu. Bahkan di tengah hiruk-pikuk macet. Cerita tentang macet takkan membosankan bila kita peduli sekitarnya.
Liburan Panjang: Antara Melepas Penat dan Macet yang Menghantui
Kompasianer! Libur panjang akhir tahun sudah di depan mata kita. Desember 2024 ini anak-anak kita libur semester 1. Banyak pula orang akan bersiap menyambut libur Natal, tahun baru 2025, sekaligus masa penerimaan nilai semester ganjil di Perguruan Tinggi.
Liburan tentu menjadi momen yang dinanti oleh kita untuk melepaskan penat dari rutinitas menegangkan tahun 2024 ini.
Tetapi, memang sih sering kali kenyataan di jalan tidak seindah rencana kita kan? Kemacetan panjang yang mengular seperti penggalan cerita di atas, seolah sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan menuju tempat wisata.
Namun, meskipun tahu akan terjebak dalam kemacetan, kita dan banyak orang tetap memilih untuk berlibur. Mengapa ya?
Mengapa Orang Tetap Berlibur Meski Tahu Akan Macet?
Pertama, Sudah Menjadi Kebutuhan untuk Melepas Penat Setahun Beraktivitas
Rutinitas sehari-hari yang padat membuat liburan menjadi momen untuk me-recharge kembali energi kita. Terutama ibu-ibu. Liburan, meski singkat, terbukti dapat lho mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan mental kita. Hehehe. Bahkan, hanya merencanakan liburan saja dapat meningkatkan endorpin kebahagiaan seseorang. Keren bukan?
Kedua, Sebagai Sarana untuk Momen Quality Time Bersama Keluarga Tercinta
Kesibukan sehari-hari sering menyisakan sedikit waktu untuk keluarga. Apalagi Ayah dan Bunda yang bekerja. Suami misalnya, meski pukul 15.00 WIB sudah di rumah, tapi beliau masih berkurung di ruang kerja hingga Maghrib. Usai Maghrib baru bisa kumpul dengan anak istri.
Sedang anak-anak dan istri, usai makan malam harus belajar untuk mengerjakan tugas belajar mereka ditemani istri. Parahnya lagi, sambil istri menyiapkan menu dan seragam sekeluarga buat besok. Lelah ngak sih? He he he. Lelah dong.
Liburan menjadi kesempatan emas lho untuk mempererat hubungan yang renggang tadi. Meski harus macet dan menempuh perjalanan yang melelahkan. Tak apa. Nilai kebersamaan dan kenangan yang tercipta selama di perjalanan membuat perjuangan tersebut terasa sepadan.
Ketiga, Fear of Missing Out (FOMO) Istilah Sekarang
Di era media sosial, keinginan untuk mengikuti tren liburan sering kali menjadi alasan anak-anak dan banyak orang untuk tetap bepergian berlibur. Destinasi wisata yang lagi viral membuat anak-anak dan orang rela menempuh kemacetan demi bisa berbagi momen di media sosial. Apalagi jika kita punya anak remaja. Mereka lagi hobi-hobinya berenang dan selfie.
Keempat, Sudah Terbayang Imbalan Keindahan Destinasi
Bagi sebagian anak dan orang, pemandangan yang indah, kuliner khas yang enak, misalnya di Bukittinggi-Sumatera Barat ada kuliner khas Talua Barendo yang menjadi kegemaran kami sekeluarga, atau pengalaman unik di tempat wisata, berenang, berseluncur, dan berendam air panas menjadi hadiah yang pantas setelah menghadapi macet yang mengular.
Nilai estetika dan pengalaman pribadi yang diraih di destinasi itu kerap melebihi ketidaknyamanan perjalanan menghadang macet. Macet tapi tak membosankan bila kita juga turut menikmati situasi macet. Kadang ada lho makanan khas yang kita kangenin di tengah macet itu.
Apa Sih Penyebab Kemacetan yang Tak Terhindarkan?
Kemacetan di kawasan wisata saat libur panjang sebenarnya sudah dapat diprediksi. Beberapa penyebab utamanya selalu teori lama, antara lain:
1. Infrastruktur yang Tidak Memadai
Banyak rute menuju destinasi wisata dirancang puluhan tahun lalu. Jalanan sempit dan tidak mampu menampung volume kendaraan saat ini.
Contohnya, kawasan Puncak, Bogor, yang kerap mengalami kemacetan ekstrem karena jalan sempit yang tidak seimbang dengan jumlah kendaraan. Sudah semestinya dibuatkan jalan-jalan alternatif. Tak bisa hanya mengandalkan jalan peninggalan zaman dulu lagi.
2. Minimnya Transportasi Publik
Kurangnya pilihan transportasi publik memaksa wisatawan menggunakan kendaraan pribadi. Jumlah kendaraan pribadi itu yang akhirnya memenuhi jalanan. Volume kendaraan tak seimbang dengan kapasitas jalan yang sempit. Hanya muat dua kiri dan dua kanan. Sudah saatnya ditambah jalan alternatif tol.
3. Perilaku Wisatawan Juga Mempengaruhi Macet
Pelanggaran lalu lintas sering terjadi oleh wisatawan. Seperti mereka parkir sembarangan tempat, mereka bahkan berani melawan arus jalan, atau menerobos jalur khusus pengendara lain. Nah, perilaku ini kian memperparah situasi jalanan yang macet.
Dampak Kemacetan pada Lingkungan dan Ekonomi
Kemacetan bukan hanya menimbulkan stres pengendara, tetapi juga berdampak negatif pada lingkungan dan ekonomi masyarakat. Polusi udara akibat kendaraan bermotor otomatis meningkat drastis. Ini mengganggu kesehatan di lingkungan setempat macet.
Sementara aktivitas masyarakat lokal pun yang bergantung pada pariwisata bisa terganggu. Di Pantai Pangandaran, misalnya, macet panjang saat libur membuat sebagian pedagang kehilangan pembeli karena wisatawan tidak sempat mencapai lokasi. Mereka terjebak macet di jalan sehingga pembeli nihil.
Adakah Solusi Mengatasi Kemacetan di Kawasan Wisata?
Untuk mengatasi kemacetan di kawasan wisata tentu ada bila semua stakeholder serius untuk menanganinya. Adapun langkah-langkah berikut dapat diterapkan oleh mereka:
1. Wajib Bagi Pemda Setempat untuk Melaksanakan Pengembangan Infrastruktur
Pemerintah Daerah dan Pusat perlu mempercepat pembangunan jalur alternatif dan pelebaran jalan utama menuju destinasi wisata. Proyek seperti pelebaran jalan lintas selatan Jawa dapat menjadi contoh bagi Pemda. Berikanlah ganti guru pada warga terdampak pelebaran jalan.
2. Pemerintah juga Sudah Saatnya Melaksanakan Tansportasi Publik
Pengadaan shuttle bus atau kereta wisata dari kota besar menuju tempat wisata akan membantu mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalan. Tapi jangan lupa, sediakan lahan atau tempat parkir di daerah transit dari kendaraan pribadi ke shuttle atau kereta wisata.
Lahan parkir itu juga sebagai peluang untuk pendapatan daerah. Kendaraan wisatawan aman, daerah pun mendapatkan dana pemasukan.
3. Pembatasan Kendaraan Pribadi
Dengan adanya shuttle dan kereta wisata, kebijakan seperti sistem kuota kendaraan atau park and ride di luar kawasan wisata dapat membantu mengurangi beban lalu lintas. Macet pun bisa diurai.
4. Edukasi Wisatawan dengan Ramah
Penting bagi Pemda untuk mengedukasi wisatawan secara ramah agar lebih tertib berlalu lintas dan mempertimbangkan dampak lingkungan dari perjalanan mereka. Edukasi bisa diberlakukan dengan membuat brosur dan dibagikan secara gratis bersamaan dengan pembayaran karcis parkir.
Selain itu edukasi penetapan sanksi bagi pelanggar lalin juga bisa diberikan. Perlu pula pamplet sanksi dipajang di sepanjang jalan. Dengan demikian pelanggar bisa ditindak dan didenda. Denda juga tentu menjadi pendapatan buat daerah.
Ini Tips Liburan Tanpa Stres Karena Macet
Agar liburan kita tetap menyenangkan tanpa harus menghadapi macet, ada beberapa tips berikut yang bisa dijadikan solusi:
1. Pilih Waktu Perjalanan yang Tepat
Hindari waktu puncak macet bila ingin liburan. Berangkat lebih pagi atau malam hari dapat membantu menghindari kemacetan. Selain itu bisa juga menginap di daerah destinasi agar bisa berangkat lebih pagi.
Suami saya biasa lebih suka Subuh di jalan bila melakukan perjalanan jauh. Kadang beliau mengajak jalan malam siap shalat Isya. Memang, kami tak pernah menemui macet di jalan.
2. Manfaatkan Transportasi Publik
Kereta atau bus wisata sering kali lebih cepat dan nyaman dibandingkan kendaraan pribadi. Kami lebih memilih naik KRL. Tiba di destinasi kamipun naik gocar. Ini lebih hemat jika kami mengunjungi destinasi di daerah Jakarta.
Bila ke puncak, kami memilih waktu subuh di jalan. Pulangnya pun malam atau menginap saja agar bisa pulang subuh.
3. Eksplorasi Destinasi Baru
Cobalah destinasi wisata yang belum terlalu populer tetapi tetap menarik. Cukup satu kali menunjungi destinasi yang sama. Misalnya, tahun ini daripada pergi ke Bali, kunjungi Lombok yang menawarkan keindahan serupa dengan jumlah pengunjung yang lebih sedikit tentunya.
4. Rencanakan Liburan dengan Matang
Gunakan aplikasi navigasi untuk memantau lalu lintas secara real-time dan siapkan rencana cadangan jika rute utama terlalu padat. Kita bisa terbantu dengan navigasi ini.
Mengubah Paradigma Berwisata
Mungkin sudah saatnya kita mulai mengubah cara pandang tentang liburan. Tidak perlu selalu ke tempat yang sedang viral atau mengikuti kerumunan. Dengan menjelajahi destinasi baru yang belum ramai, kita tidak hanya mendapatkan pengalaman berbeda, tetapi juga membantu pemerataan ekonomi pariwisata.
Akhirnya, liburan adalah tentang menciptakan kebahagiaan dan kenangan. Dengan perencanaan yang bijak dan kesadaran kolektif, liburan akhir tahun dapat menjadi momen menyenangkan tanpa harus menghadapi stres berlebihan akibat macet yang mengular.
Semoga liburan panjang Desember ini menjadi kesempatan untuk melepas lelah dan menyambut tahun baru dengan semangat baru tentunya!
Bahagia yang Ditemukan di Akhir Perjalanan
Setelah hampir lima jam terjebak dalam kemacetan, akhirnya mobil Lila dan keluarganya tiba di pantai yang mereka tuju. Matahari sudah mulai condong ke barat, menyisakan cahaya keemasan yang memantul di atas ombak.
Anak-anak langsung berlari ke pasir, tertawa lepas saat ombak menyentuh kaki mereka. Lila duduk di bawah payung besar, memandangi suaminya yang sibuk memotret anak-anak. Meski tubuh lelah dan pundak pegal, hatinya terasa penuh bahagia. Akhirnya mereka mencapai laut.
“Ma, aku senang banget hari ini,” ucap Dila tiba-tiba, duduk di samping mamanya. Gadis itu tersenyum lebar. Wajahnya pun memerah terkena matahari.
“Tadi aku pikir perjalanan ini bakal bikin aku kesal, tapi ternyata seru juga. Kita banyak ngobrol, bercanda, terus lihat Ma, pantainya cantik banget!”
Sunset atau matahari terbenam merupakan momen paling dicari wisatawan laut. Saat ini matahari mulai tenggelam di bawah garis cakrawala di barat. Fenomena ini terjadi karena rotasi bumi, yang membuat matahari tampak bergerak dari timur ke barat sepanjang hari.
Sunset sering dianggap sebagai salah satu pemandangan alam paling indah dan memukau. Saat ini, sunset, dipenuhi warna oranye, merah, pink, hingga ungu. Warna ini terjadi karena hamburan cahaya matahari di atmosfer (disebut fenomena Rayleigh scattering).
Matahari terbenam menciptakan suasana yang tenang dan damai, membuatnya menjadi momen refleksi atau relaksasi bagi banyak orang. Sunset berlangsung hanya beberapa menit, menjadikannya momen istimewa yang ditunggu-tunggu.
Lila pun merangkul putrinya dan mengangguk. “Terkadang, perjalanan panjang yang penuh tantangan justru membuat tujuan terasa lebih berarti, Nak.” Jawabnya lembut. "Lihat. Itu namanya sunset atau pemandangan indah saat matahari jelang tenggelam di ufuk barat."
Sore itupun, mereka habiskan waktu dengan menikmati keindahan pantai dan sunset sambil membuat kenangan yang akan terus mereka bawa pulang. Saat matahari tenggelam, Lila sadar bahwa perjalanan ini bukan sekadar pelarian dari rutinitas, melainkan sebuah pengingat untuk mensyukuri nikmat Allah atas kebersamaan yang Dia berikan.
Kemacetan, lelah, dan semua rintangan di sepanjang jalan terasa sepadan dengan momen-momen indah yang mereka temukan di ujung perjalanan ini. Mereka memutuskan untuk menginap di daerah destinasi itu malam ini. Esok pagi mereka akan kembsli menikmati sunrise atau matahari terbit.
"Sunrise terjadi saat matahari mulai muncul di cakrawala, biasanya di timur. Waktu terjadinya sunrise berbeda-beda tergantung lokasi geografis, musim, dan waktu dalam setahun. Di daerah tropis (seperti Indonesia): Sunrise biasanya terjadi sekitar pukul 05.30–06.30 pagi." Jelasnya kepada Putra Putrinya.
"Di daerah subtropis atau kutub, waktu sunrise dapat berubah drastis tergantung musim, seperti lebih pagi di musim panas atau lebih siang di musim dingin. Penasaran dong? Besok pagi kita lihat, ya sayang Mama!" Bujuk Lila kepada ketiga anaknya sambil mencium pipi mereka.
Harapan akan sunrise mengantar tidur mereka malam itu usai mereka shalat Isya berjamaah.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI