Fina menyalakan lilin dan mematikan lampu dapur. Ruangan menjadi temaram. Ruangan itu hanya diterangi oleh cahaya lilin berkilauan. Sesekali blitz halilintar dari pentilasi rumah muncul. 'Mudahan hujan tertunda,' bisik hati Fina. Ia takut adeknya kecewa.
"Dek, Sebelum kamu tiup lilinnya, mari kita keluar sebentar," ajak Fina.
Mereka pun berdua keluar ke halaman belakang rumah. Mereka membawa kue ulang tahun itu. Ai pun  melihat ke atas dan seketika ia terpesona. Ternyata langit penuh dengan bintang-bintang. Mereka berkelap-kelip seperti ikut bersorak merayakan ulang tahunnya.
Fina menunduk. Ia pun menyodorkan kue yang bercahaya itu ke Ai.
"Sekarang, buatlah permohonan," ujar Fina lembut.
Ai menutup mata, memikirkan keinginan terbesarnya. Lalu, ia membuka mata dan meniup lilin dengan senyum yang lebar.
"Sudah," kata Ai tak begitu riang.
Fina mengusap punggung tangan adiknya. Punggung tangan itu gemuk dan putih. "Apa kamu tahu, Dek? Bintang-bintang itu juga menyanyikan lagu ulang tahun untuk kita malam ini."
Ai tertawa kecil sambil menggeleng, "Masa, Kak? Kakak masih saja memperlakukanku seumuran belasan tahun."
Fina mengangguk penuh keyakinan. "Iya, mereka pun bilang, Selamat Ulang Tahun, Ai. Mereka janji akan selalu bersinar, memberikanmu cahaya di setiap langkahmu. Semangat, Dek!"
Malam itu, air mata Ai pun menetes. Meski tanpa pesta besar atau keramaian, Ai merasa sangat istimewa. Bintang-bintang  selalu ia pandangi. Dari kejauhan terasa begitu dekat. Ia merasa seolah dunia merayakan ulang tahunnya, meski dengan cara yang berbeda. Merayakan ala kanak-kanak.
Di sana di bawah langit berbintang dan di sisi kakak tercintanya, Ai merasa menjadi adik paling beruntung di dunia. Ya sejak sang Mama berpulang, kakak seolah menjadi Mama buat Ai.