Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Anak Bakar Sekolahnya, Melampiaskan Rasa Kesal, PR Orangtua dan Guru?

3 Juli 2023   21:10 Diperbarui: 5 Juli 2023   10:24 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, bila kasus berat tentu melibatkan sekolah, berwajib, dan mungkin pindah sekolah. Malah bila anak mengalami trauma buruh penanganan konselor atau pihak profesional seperti psikolog anak.

Kedua, ketika menemukan anak pulang dalam emosi kesal, sedih, dan marah. Bila cara pertama tak memungkinkan. Bisa jadi anak sudah usia SMP, SMA, atau Perguruan Tinggi. Ajak duduk. Beri kertas dan pena.  Lalu suruh menuliskan semua uneg-unegnya di kertas. Semacam surat kepada Allah. 

Berjanjilah tak akan membaca surat itu. Maka ia akan menulis surat itu dengan berurai air mata meskipun anak Ayah Bunda Cowok.atsu Cewek. Suruh menuliskan kemarahannya di kertas itu. Lampiaskanlah. 

Katakan merobek surat itu bila sudah siap seolah merobek masalah mereka. Mereka akan plong dan senang. Lalu ajaklah menyanyikan atau membaca puisi. Bila mereka bilang tak kuat. Beri minum dan makan. Lalu ajaklah berdiskusi.

Mereka pun akan jujur bercerita tentang emosinya. Mereka butuh perhatian dan curhat. PR kita mendengar dan memfasilitasi curhatan mereka. PR kita orangtua dan guru berskil emosi agar memiliki skil pula dalam mengelola emosi putra putri kita di rumah. Duh, kasian guru.

Satu lagi, stoplah Bapak Menteri Pendidikan memangkas materi Menulis Pengalaman Berkesan di Kurikulum Bahasa Indonesia, Membaca Puisi, Mendeklamasikan Puisi,dan menulis surat. Kesenian dengan lagu-lagu perjuangan dan daerah. Jangan cuma kreasi dan kreatif mereka yang dituntut. 

Mereka siswa SMP dan SMA butuh dipaksa menuliskan pengalaman-pengalaman pahit, getir, dan manis yang silih berganti dalam hidup mereka. Mereka butuh sarana peluapan emosi dengan berteriak, bernyanyi, dan bermain peran yang kadang perlu dimanipulasi guru skenarionya.

Bahasa Indonesia dan Kesenian sarat kognitif emosi dengan pelajaran menulis di buku diary, menulis surat pribadi, membaca puisi, bernyanyi tapi sayang semua itu diganti dengan materi-materi tanpa emosi. Teks diskusi (ini adalah masalah) teks kritik (juga masalah) teks ulasan (masalah juga).

Mereka sudah bermasalah dengan hidup serba pas-pasan di rumah. Orangtua yang tak harmonis di rumah, ayah yang suka mendidik anak dengan keras di rumah, lalu di sekolah ditawari dengan guru yang memberikan tugas berdiskusi masalah lagi (ranah Bahasa Indonesia). Duh, serasa mau pecah dong kepala mereka.

Sedangkan berbagai negara yang menjadi rujukan belajar menerapkan malah materi itu. Menulis di buku harian mereka. Mencurahkan emosi mereka di sana. Guru bisa menyarankan berdialog dengan Allah. Emosi apapun bisa mereka adukan kepada Allah. Sang pencipta dan maha mengetahui isi hati mereka.*  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun