Memang, mengimbangi barang thrift sekarang sedang trend baju kaos serba 35 ribu di kota kami. Ada juga 3 seratus ribu atau 5 seratus ribu lho. Lebih hemat.
Dulu saat saya kuliah pernah juga diajak teman  Thrifting. Saya menganggap bahwa aktivitas thrifting sangatlah menguntungkan. Selain harga murah, barang yang didapatkan juga unik. Jarang dijual di pasaran.
Saya setuju, bahwa pakaian yang dijual pada thrift shop lebih kuat, tebal, dan lebih awet. Hanya saja bau di lapak thrift sangat kuat. Saya trauma ke sana. Makanya ketika ditawari adik pun saya tak berminat. Masih menguap baunya di hidung saya bila ingat lapak itu.
Sampai di rumah kos, dua baju kaus itu saya biarkan diguyur hujan 3 hari 3 malam. Lalu direbus dan dicuci bersih. Memang kualitas bagus.
Pakaian tersebut sudah dipakai berulang kali tetap tak mudah rusak dibandingkan dengan pakaian yang dijual pada fast fashion dalam negeri (pakaian murah dan berkualitas rendah kata penggemar thrift) walaupun hanya dipakai beberapa kali saja sudah pudar.
Namun, perlu kita ketahui bahwa memakai pakaian bekas luar dapat menimbulkan dampak buruk pada kesehatan, terutama kesehatan kulit. Apalagi kulit sensitif seperti saya dan anak-anak.
Hasil observasi dilakukan oleh Balai Pengujian Mutu Barang, atas sampel pakaian bekas yang diujinya mengandung jamur kapang.
Pernahkah Anda mendengar Jamur Kapang?
Jamur Kapang sebagaimanan disebutkan pada laman ahligizi.id, merupakan jamur benang atau disebut dengan kapang. Jamur itu golongan fungi berfilamen, berupa hifa dan dinamakan dengan miselium.
Jamur ini biasa tumbuh di permukaan makanan yang sudah basi atau terlalu lama tidak diolah dan juga biasa tumbuh pada pakaian-pakaian bekas. Sekilas memang tak kelihatan pada pakaian bekas.
Jamur kapang pada pakaian bekas disebabkan udara yang lembab dan kurangnya aliran udara pada pakaian. Jamur memiliki ciri-ciri berwarna putih atau terkadang berwarna hitam kehijauan.