"Riz, tak tahukah kamu ada hati yang selalu bosan  menimpa inspirasinya. Sehingga kaki dan semangatnya rapuh manakala berharap cintamu. Bisakah aku meraihmu, Riz? Sang Ketua OSIS yang duduk anteng di sebelah tempat dudukku?"
Ya, ampun. Rina tertunduk lesu. Jari-jarinya terkepal. Ada basah-basahnya telapak tangannya. Ia pun menautkan gigi atas dan gigi bawahnya. Ia geram sangat.
Ia menatap Rizal. Ternyata Rizal yang biasa dipanggil Riz ketua osis itu juga sedang menatapnya. Ya, Tuhan.... Hilang sudah ketampanan Riz di mata Rina. Sekarang ia malu. Tega sekali Kak Dewi membacakan isi diarynya. Bosan dengan tingkah Kak Dewi.Â
Tiap hari ia harus menghadapi perempuan yang selalu menimpakan rasa kesal dan bosan di atas inspirasi ketenangan berpikir waras Rina. Hari ini giliran inspirasi di diary.
Buku hariannya. Mengapa bisa? Padahal buku yang berisi tentang peristiwa-peristiwa menarik yang dialaminya itu terkunci rapi di lemarinya.
Melalui buku harian itu, Rina mengungkapkan inspirasinya, pengalamannya, pikiran, dan perasaan yang dialaminya setiap hari kepada Riz Si Ketua OSIS dengan bahasa hati, perasaan, dan jiwa mudanya.
'Duh, Kak Dewi. Teganya dirimu. Perlahan air mata Rina merembesi pipinya. Hanya ini yang bisa ia lakukan. Malu dan Menangis.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H