Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Apakah Risiko bagi Anak yang Dibesarkan oleh Orangtua yang Suka Mengkritik?

31 Januari 2023   18:06 Diperbarui: 4 Februari 2023   05:05 1592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pola asuh orangtua yang suka mengkritik (Parenting for Brains via lifestyle.kompas.com)

Dibesarkan oleh Orangtua yang Suka Mengkritik, Salah Satunya Menuntut Perfeksionis, Apakah Akibatnya?

Saya masih ingat, ketika saya SMP. Saya berjalan terburu-buru. Ini akibat sekolah saya dari rumah kos lumayan jauh. Usia anak SMP pun sering telat ke sekolah.

Nah, saat saya pulang ke kampung, cara berjalan ini pun terbawa-bawa. Lalu saya dikritik ayah, "Mengapa berjalan seperti itu?" Sejak itu, saya tak percaya diri jalan cepat. Hingga kini saya tak bisa jalan cepat lagi.

Begitu juga bermain. Sejak kecil, saya tak dibiarkan bermain dengan teman sebaya. Ayah takut saya terpengaruh teman. Pacaran lalu menikah muda akibatnya saya kurang suka berteman hingga saat ini.

Demikian dahsyat pengaruh kritik orang tua kepada anak. Tentu semua anak berharap memiliki orangtua yang menyayangi dengan apa adanya. Namun, seperti kasus di atas, ada beberapa orangtua cenderung memberikan kritik kepada anaknya.

Orangtua pun tentu dengan niat yang baik memberikan kritik itu. Tapi, kadang anak menilai kritik itu berlebihan. Apalagi bila sampai memakai kekerasan emosional. Anak bisa takut dan drop.

Orangtua yang suka mengkritik dapat memengaruhi kepribadian anak. Cara anak melihat diri sendiri bisa negatif. Orangtua yang terlalu suka mengkritik akan membuat anak berkepribadian labil. Suka merasa bersalah dan tak percaya diri. Anak akan menunjukkan tanda-tanda berikut ini.

Sering merasa bersalah 

Anak yang dibesarkan oleh orangtua yang suka mengkritik, akan memiliki insting utama merasa bersalah. Rasa bersalah merupakan emosi pilihan yang sulit untuk dihilangkan anak. Perasaan ini bahkan menghantui anak setiap saat. 

Cara menghilangkan rasa bersalah

Anak disarankan untuk mendapatkan dukungan emosional kembali dari orangtua. Tentu ini kadang tak disadari orangtua apalagi anak pun tak mau terbuka. Teman atau saudara diperlukan untuk membantu menghilangkan rasa bersalah tersebut.

Teman atau saudara yang mau membantu dengan tangan terbuka. Jika parah dan menggangu tentu butuh bantuan dari psikolog atau psikiater. Lihatlah anak, butuhkah bantuan  untuk menyembuhkan rasa bersalahnya? Atau adakah luka lain yang ditimbulkan dari perilaku orang tua.

Diharapkan dengan dukungan tersebut akan membuat anak mau menerima diri mereka sendiri, tenang menghadapi hudup selanjutnya, sampai dapat berdamai dan menyembuhkan luka sendiri. Pelukan hangat orangtua dan perubahan sikap orangtuapun sangat membantu.

Sering meminta maaf karena merasa bersalah

Akibat lain pola asuh orangtua yang suka mengkritik adalah anak suka meminta maaf. Bahkan anak akan meminta maaf untuk banyak hal sekalipun ia tak melakukan kesalahan.

Hadis Nabi mengatakan jika tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Memberi maaf lebih baik daripada meminta maaf.

Ilustrasi ibu sering mengkritik: schoolingblogs.wordpress.com
Ilustrasi ibu sering mengkritik: schoolingblogs.wordpress.com

Anak yang tumbuh dengan pengawasan terus-menerus dari orangtua akan mengalami kesulitan. Anak sulit mempercayai kemampuannya sendiri.

Bahkan anak akan selalu berhalusinasi seolah "mendengar" bisikan-bisikan mental. Bisikan yang menyatakan bahwa anak tak pintar atau tak mampu melakukan hal itu.

Anak cendrung menghindari risiko

Anak yang dibesarkan dengan kritik, ketika dewasa, kepercayaan dirinya akan gagal berkembang. Tak kompeten dan tak mampu melakukan banyak hal. Takut resiko.

Orangtua yang suka mengkritik tak akan membuat anaknya merasa kompeten dan percaya diri sehingga anak akan sulit memercayai diri sendiri dan menghindari mengambil risiko. Resiko gagal atau resiko ditolak

Kesalahan sederhana yang dilakukan anak menjadi besar. Kesalahan itu sebenarnya taklah besar. Sehingga anak akan merasa setiap kesalahan yang anak perbuat membuatnya terlihat buruk.

Kasihan, akibatnya, kesalahan paling kecil pun akan membuat anak merasa menjadi orang yang gagal. Cara mengatasinya:

Pertama, ajari anak membuat keputusan

Orangtua mulai memberikan pengambilan keputusan akan hal yang boleh atau tidak kepada anak. Hal itu bisa mempengaruhi kemampuan anak untuk mempercayai diri sendiri kembali.

Anak mungkin akan kesulitan dalam memutuskan sesuatu seorang diri. Hal ini bisa terjadi karena ia sudah sering dikritk dan kehilangan percaya dirinya maka orang tua perlu memberi motivasi. Lama-kelamaan anak akan merasa percaya diri lagi dan hanya sendiri membuat keputusan.

Kedua, mulai arahkan anak mengambil inisiatif

Seharusnya seorang anak sudah bisa mandiri dalam banyak situasi. Namun, karena orangtua sering mengkritik maka anak tak bisa berinisiatif. Mulailah mengarahkan anak dengan inisiatif. Misalnya berpesan, jika habis nasi tolong dimasak ya, Nak.

Atau tinggalkan uang di dapur lalu beri pesan, duh sambal kita habis, nanti masak telor ceplok ya. Taruh pesan di dekat uang agar anak berinisiatif beli telor di kedai dekat rumah. 

Anak yang diibesarkan oleh orangtua dengan inisiatif, tentu akan terasa sangat mudah. Ia akan mulai berpikir bahwa orangtua mengharapkan bantuannya sehingga lama -kelamaan anak percaya diri dan bisa berinisiatif.

Ketiga, puji saat terampil dan kreatif 

Ketika anak sudah mampu berinisiatif, sudah mendapatkan hasil, anak perlu dipuji karena sudah bersusah payah melakukan pekerjaan memasak telur ceplok.

Puji kreativitasnya apalagi jika rumah bersih saat ia pasca memasak. Ia bisa orangtua arahkan lagi seperti mencuci piring sendiri atau menyapu. Namun, harus dimusyawarahkan ya. 

Anak bungsu saya cewek, ketika diajak terampil dan kreatif di rumah suka protes. Abang Anggi? Abang Teguh? Papanya? Ya, membagi tugas harus adil. Barulah ia mau terima hasil musyawarah.

Alhasil, seiring pertambahan usia mereka, mereka tetap bisa melakukan keterampilan-keterampilan dasar itu. Mereka bisa membersihkan rumah, menyapu, mencuci, memasak nasi, memasak telor ceplok, memasak mie, telor dadar, pizza sederhana dan aneka gorengan. Ketika mereka kuliah kelak tak khawatir lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun