Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Resesi Seks akankah Melanda Indonesia? Bagaimana Menyikapi

21 Desember 2022   22:23 Diperbarui: 21 Desember 2022   22:26 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sulitnya ketersediaan modal, lahan pertanian, dan lapangan pekerjaan menjadi pemicu resesi seks di dunia. Tekanan ekonomi merata saat ini di mana saja.

Harga melonjak sedang pendapatan tetap. Bahan pangan langka juga memicu harga meroket. Rupiah pun mengalami penurunan nilai. Hal ini terjadi karena banyaknya bencana alam, menurunnya nilai mata uang, covid-19, dan hasil pertanian  tak memadai.

Selain itu, tingkat kecemasan yang tinggi, kelemahaan psikologis, penggunaan antidepresan yang meluas pun berkontribusi dalam menciptakan resesi seks.

Televisi streaming, faktor lingkungan, penurunan testosteron, porno digital , maraknya vibrator, aplikasi kecan on line, smartphone, adanya informasi yang berlebihan, serta mulai munculnya orientasi seksual yang beragam semakin memvalidasi resesi seks itu.

Banyak orang memprioritaskan sekolah atau pekerjaan saat ini daripada masalah cinta dan seks. Ini setidaknya untuk sementara waktu dan mereka sangat selektif dalam memilih pasangan hidup. 

Bagaimana Cara Menyikapi munculnya resesi seks ini?

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono menjelaskan, bahwa resesi seks dapat terjadi apabila generasi muda saat ini dan akan datang memilih hidup sendiri karena ia tak dibebani tanggung jawab kepada pasangan dan anak.

Keengganan generasi untuk menikah dikatakan Drajat juga terlihat dalam riset tentang perempuan otonom. Perempuan 26-30 tahun yang diwawancara memilih  tak menikah karena mengutamakan profesi, melanjutkan studi, ingin mengatur ekonomi, dan hidupnya sendiri.

Jadi kalau capek ya tidur dan tidak ada yang mengganggu. Mereka tak mau terlibat dalam pertengkaran keluarga, KDRT. Konflik dalam rumah tangga dikhawatirkan karena dapat mengacaukan pekerjaan dan mengganggu mental selama berhari-hari.

Adapun Cara Menyikapi

Pertama, Layanan perawatan ibu hamil dan melahirkan harus kondusif dan lebih baik. Misalnya medis gratis terutama untuk daerah resesi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun