Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mahrani Mengambil Uang 1000, Melayang 100 Ribu

9 Desember 2022   08:40 Diperbarui: 11 Desember 2022   11:33 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Jam sudah menunjukkan pukul 15.30 ketika bel pulang berbunyi. Bergegas Mahrani menutup pembelajaran. Anak-anak mulai gelisah soalnya. Ada yang sudah berdiri. Ada yang menenteng tas mereka. Adapula yang melirik ke luar jendela.

" Oke, kita tutup dengan doa penutup majlis. SUBHAANAKALLOHUMMA WA BIHAMDIKA, ASY-HADU ALLA ILAHA ILLA ANTA, AS-TAGHFIRUKA WA ATUUBU ILAIK' (Mahasuci Engkau, wahai Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau. Aamiin."

Semua anak disilahkan Mahrani keluar kelas. Mereka bersalaman dan mengucap salam. Selesai sudah menyalami 35 anak didiknya. Begitu budaya di sekolah mereka. Bertemu dan berpisah salaman dan mencium punggung tangan guru.

Iapun menuju ruangannya. Ia mengemasi barang-barangnya. Mengambil tas dan memasukkan tugas murid yang akan ia periksa nanti di rumah jika sempat. Kadang si kecil berulah hingga tak bisa ia memeriksanya.

Sebuah pena tak sengaja ia jatuhkan. Ketika melongok ke bawah meja, ia pun menemukan uang koin 1000. Ia mengabil uang koin itu. Sambil berpikir uang siapa dan bolehkah dipakai buat ongkos pulang ke rumahnya.

Kebetulan naik angkot cuma butuh uang koin 1000. Hanya saja ia ingat pesan ibunya. Bahwa benda subhat atau temuan seperti ini kata ibu tak boleh digunakan dan dicampurkan dengan uang kita atau harta kita. Sial. Nanti uang kita akan berkali lipat hilang.

Uang subhat harus diumumkan dan ditunggu tiga hari, barulah bisa dipakai 25%nya dan 75 %nya dimasukkan ke kotak infak masjid. Duh, ribet juga uang 1000 ini, pikirnya.

Sambil melangkah pulang, ia menyapai teman-teman gurunya yang bertemu. Ternyata mereka baru keluar pada umumnya.

Sekarang ia sudah di atas angkot. Ia buka dompet. Hanya ada 1 lembar uang 100 ribu sisa gajian bulan ini. 'Duh, gimana ya.' Tiba-tiba ia ragu membayar angkot pakai uang 100 ribu itu. Bisa kena umpat sopir membayar uang ongkos dengan duit segede itu.

Ia pun memutuskan memakai uang subhat 1000 perak itu untuk ongkosnya. Dengan dada berdebar ia menyerahkan koin 1000 itu. Malu dan takut sial bercokol di pikirannya. Apa daya daripada diomelin tukang angkot. Akhirnya ia bergegas menuju PAUD anaknya.

Dengan berjalan kaki menggendong si kecil dan membimbing si sulung mereka berjalan pulang. Butir keringat bergulir di dahi dan leher mereka tiga beranak. Cukup jauh mereka berjalan dari Pasar Padang ke komplek perumahan yang baru dibeli suaminya dengan kredit.

Rumah sangat sederhana sekali. Dengan DP 5 juta dan angsuran di atas 600 ribuan merdka berteduh dari teriknya matahari dan derasnya hujan. Satu ruangan keluarga, satu kamar tidur, satu kamar mandi, dan satu dapur lumayanlah untuk mereka berempat anak beranak.

Lampu listrik dan air PDAM pun masih bersama dengan penghuni komplek lainnya. Cukup mahal untuk mereka guru honorer memasukkan lampu dan air. Masuk lampu 2 juta dan masuk air 1,5 juta.

Ia dan suamipun memutuskan menumpang saja dulu seperti warga komplek baru itu. Meminta bantuan dari kampung tak mungkin lagi. Untuk DP 5 juta sudah meminjam kepada ibu dan adiknya sebanyak 3 juta.

Akhirya dengan peluh mengucur mereka tiga beranak sampai di rumah impian sangat sederhana sekali itu. Ia pun melepas tangan si sulung, membuka kunci rumah. Bunyi krekkk pintu dari kayu pun terdengar ketika ia menguak pintu. Aroma rumah baru langsug menyeruak menyapa hidung mereka tiga beranak.

" Hore! Kita sampai di rumah, Ma." Kata si sulung ceria.

" Iya, nak. Ucap salam," pinta Mahrani.

" Assalamu alaikum...." tutur mereka tiga beranak dan masuk ke dalam rumah.

Segera Mahrani meraih colokan lampu. Ia pun memasangkannya. Berulang ia mencoba. Namun, lampu tetap tak menyala.

' Duh, jangan-jangan koin subhat 1000 sudah bereaksi. ' Pikirnya.

Di sore mulai redup itu, ia segera memandikan dua anaknya. Memasangkan bedak, mjnyak kayu putih di area tertentu tubuh anaknya. Kemudian memasangkan baju tidur mereka. Wangi anaknya pun menguar.

Ia pun bergegas membuat dua botol susu. Kedua putranya segera minum susu sambil rebahan. Tak lama susu habis dan kedua putranya pun tertidur.

Ia pun diam-diam meninggalkan dua anaknya. Ia harus mencari tukang listrik. Ia mengunci pintu lalu berjalan lagi menuju pasar untuk mencari tukang listrik ke toko alat listrik. 'Mudahan ada yang bersedia, ya Allah,' pintanya dalam hati.

Sesampai di toko listrik ia bertanya kepada pemilik toko. Nampak pemilik toko memberi secarik kertas. Ia bergegas meninggalkan toko itu. Ia menuju ke toko listrik di seberang jalan.

Mahrani nampak memberikan secarik kertas itu kepada seorang pria. Pria itu mengangguk-angguk. Iapun meraih kunci motornya.

"Naik motor saya saja," katanya.

Merekapun menuju rumah Mahrani. Ia membawa pria itu ke rumah tetangganya. Pria itu segera menaiki loteng. Sudah 30 menit pria itu berada di atas loteng tetangganya. Suasana ruangan semakin gelap.

" Oke hidupkan lagi lampunya, Bu!" Teriak pria itu.

Mahrani menekan tombol saklar. Trang lampu tetangga hidup. Mahrani menuju rumahnya. Iapun memasang colokan ke rumahnya. Trang--- lampu rumahnya hidup.

"Apa masalahnya, Bang?" Tanya Mahrani.

"Kabelnya longgar."

"Berapa,Bang?"

"120 ribu?"

"Duh, uang saya cuma 100 ribu, Bang! Kasih kortinglah, Bang 90 ribu saja. Besok saya butuh ongkos ojek ke sekolah 10 ribu, Bang." Jujur Mahrani.

' Duh, kok mahal sekali upah si abang ini, ya' jeritnya dalam hati.

Tiba-tiba bumi bergoyang keras. Gempa menyerbu perbincangan mereka.

"Okelah ini 10 ribu lagi," kata tukang instlasi itu cemberut.

"Maaf ya, Bang.Uang saya cuma ada segitu."

Mahrani benar-benar bingung. Benarkah kesialannya ini karena uang 1000 yang subhat itu? Gara-gara uang subhat 1000 ia harus kehilangan 90 ribu yang masih kurang disyukuri abang tukang instalasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun