"Tidak. Aku tidak mau sekelompok dengan mereka, Buk. Aku maunya sekelompok dengan Cici." Rei mengucapkan kalimat itu berkali-kali. Tapi, setiap ditanya alasannya apa, dia malah tidak menjawabnya.
Cici adalah sepupuku. Ia anak piatu, alias ibunya telah tiada ketika melahirkannya. Walupun begitu, banyak orang yang mengaguminya. Â Dia cantik, tomboi dan ahli dalam olahraga. Dulunya kami begitu dekat. Tapi tidak dengan sekarang.
Disaat sedang diskusi, Rei hanya diam dan tidak mendengarkan penjelasan kami. Akhirnya, Aku pun memberanikan diri agar berbicara dengannya untuk yang pertama kalinya.
"Rei, kamu kenapa? Kok melamun?" tanyaku padanya.
"Bukan urusanmu, bodoh!" bentaknya.Â
Mendengar kalimat itu, kami semua sontak kaget. Terlebih lagi aku. Aku kaget, ia sama sekali berbeda dengan dia yang _online_. Seperti serigala berbulu domba. Ketika online lembut dan baik. Lah pas face to face kasar.
"Mengapa kau membentaknya? Apa salahnya jika Kayla hanya bertanya padamu!" Berang Laura pada Rei.
Keke juga turut menambahkan, "Iya! Apa salahnya, haaahhh?!"
"Oooh, kalian mau tau mengapa aku benci dia? Aku tidak mau sekelompok dengan kalian karena ada dia! Lagipula, aku muak melihat wajah polosnya!!" teriak Rei yang semakin meninggikan suaranya.
"Ooh, jadi kamu banding-bandingin teman," balas Keke yang mulai kehabisan kesabaran "Biar kutebak, kau mau sekelompok dengan Cici karena dia cantik?!?!?" sambungnya tak habis pikir.
"Oh, tentu saja dia begitu sempurna. Tak seperti Kayla,yang dengan polosnya mau menjawab semua pertanyaan anehku padanya." Semua orang terkejut mendengarnya.