Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan di Malam Ini (Episode3)

4 Juli 2022   23:17 Diperbarui: 5 Juli 2022   07:32 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hujan Malam Ini: Sumber Foto. metro.sindonews.com

Hai, semua sahabat kompasiana

Kita lanjutkan cerita tentang Hujan di Malam ini ya. Ini kisah Rini di kos dan di kampungnya. Tentang trauma Rini bertemu tentara. Pasti dong penasaran ...

Yuk kita baca!

Kos-Kosan

Rini menerima teh pemberian mami. Ia pun menyesap teh panas itu. Bunyi bedenting memecah kesunyian saat gelas beradu dengan tadah kecil gelas itu.

" Dingin, Rin?" Tanya mami duduk di sebelahnya. Tangan mami sibuk memasukkan tomat-tomat sebesar apel malang hijau itu ke dalam tepung.

Baca juga: Hujan di Malam Ini

Kata mami biar tomatnya awet. Meski mami termasuk kaya di kota pendidikan ini, tapi tak ada terlihat kulkas di rumah mami. Entah apalah alasannya.

Mami bukanlah ibu kandung Rini. Mami ini ibu kos Rini ketika ia kuliah di Kota ini. Awalnya Rini tinggal bersama eteknya di dekat kampus. (Etek=adik mama)

Tapi karena terlibat hutang, eteknya terpaksa mengontrakkan rumah itu kepada orang tempat eteknya berhutang. Rini dan mamanya di kampung tak tahu persoalan utang eteknya.

Setelah rumah dikontrakkan barulah Rini tahu eteknya berhutang banyak. Sekarang etek Rini sudah pindah ke Jawa karena suaminya pindah tugas.

Rini pernah bertanya kepada sepupunya Tutik. Ngapa etek banyak hutang? Kata Tutik, etek cuma ngandelin gaji Pak Etek. Jelas kuranglah. Anak etek tiga. Ketiganya kuliah di Jawa. Gaji Pak Etek di Koramil saja pemasukan keluarga mereka kata Tutik.

Sebetulnya gaji pegawai itu berapaan, pikir Rini dalam hati waktu itu. Dilihat gaya hidup mereka biasa saja. Makanan di rumah pun menunya standard. Tempe, tahu, sayur, kadang ikan laut, kadang ayam dipotong kecil, dan sesekali daging atau telur ukuran paling kecil.

Belum sampai otakku ke sana kata Rini dalam hati waktu itu. Rini pun membuang pikiran tentang hutang eteknya.

Setelah keluarga eteknya pindah, Rini pun tinggal di Secata. Komplek tentara. Ada gedung bekas rumah sakit zaman penjajahan Belanda yang kosong.  Gedung itu memiliki 8 kamar saling berhadap-hadapan. Layaknya ruang rawat rumah sakit.

Mereka berempat satu kamar. Kamarnya besar-besar seperti ruang keluarga. Semua kamar penuh anak-anak kuliah. Ada beberapa anak SMA. Mereka berasal dari Sibolga, Palembang, Lampung, Bengkulu, Jambi, dan Sarolangun.

Mereka terlihat kompak. Bila makan mereka makan bersama di ruang tamu. Ruang tamu itu mirip ruang tunggu pasien. Di sebelah kiri ruang pasien gerbang Secata. Selalu ada prajurit piket di sana.

Sebelah kanan ruang tunggu ada rumah salah satu senior tentara. Di rumah itu istri beliau buka warung nasi. Di sinilah Rini dan teman-teman menonton televisi jika malam hari.

Warung itu selalu ramai dikunjungi pelatih dan prajurit tentara. Kadang di antara mereka ada yang usil kepada Rini dan kakak se kosannya.

Prajurit itu suka mengomentari pakaian yang Rini pakai dan teman se kosan. Rini memang tak fashionable. Ia memilih baju suka norak dan corak aneh. Kadang corak harimau.

Nah, kalau pas Rini memakai baju itu, pasti si abang tentara komen sambil tertawa cekikikan.

" Aduh dek, kampungmu di mana? Masak baju harimau dibawa ke kota." Begitu kelakarnya.

Rini sih cueks aja si abang tentara ngomong begituan. Dia diam aja. Rasanya kelakaran si abang memang tak perlu ditanggapi.

"Budeg kau, Dek? Tak dengar aku ngomong?" Paksa si abang mendekati Rini.

"Eh Bang tak usahlah ganggu adek aku. Dia masih kecil belum faham kelakar abang." Bela Kak Jumaida sambil melindungi Rini.

Suatu hari ibu warung melapor. Kalau si abang tentara pindah dinas. Nampak Rini dan Kak Jumaida tertawa riang. 

Rini kurang suka tipe cowok agresif. Ia suka diam-diam senyum-senyuman dengan Madi anak ibu warung. Jika belanja sambal, Rini malu-malu bila Madi yang di warung.

Madi pun begitu tampak malu-malu bila bertemu Rini. Sayangnya perasaan mereka tak bisa berkembang. Ayah Madi pun pindah dinas ke Palembang. Ada perasaan perih di hati Rini. Begitupun Madi.

Ketika mobil yang akan membawa Madi dan keluarga ibu warung datang, Rini cuma bisa mengintip di balik kaca jendela ruang tunggu. Ia melihat Madi tiap sebentar menoleh ke arah pintu dan jendela ruang tunggu.

Hingga keluarga Madi pergi perlahan dengan mobil itu, Rini tetap bertahan di jendela. Ada rasa ngilu di hatinya. Tapi tak tahu sebab dan maksudnya. Sebab Rini belum pernah merasakan ini sebelumnya. Tapi rasa hari ini membuatnya gelisah dan rasa ingin menangis.

Biasanya rasa begini ia rasakan ketika tamu bulanannya akan datang.

Rasa sepi dan perih di hati Rini terpaksa beralih. Kini Rini sibuk mencari rumah kost baru. Gedung ini akan dikembalikan oleh kodim menjadi klinik rajurit kembali. Rini pun melupakan Madi lagi.

Kosan Baru

Rini dan kawan-kawan harus pindah. Rinipun dapat tempat kos di rumah kakak senior di kampus di rumah Kak Rita. Sekarang menjabat sebagai wakil di sekolah tempat Rini mengajar.

Mereka tinggal di rumah kontrakan kak Rita berempat. Ada Kak Rita, Kak Rafni, dan Yeni masih satu kampung dengan Kak Rita di Riau. Sedang Kak Rafni dari Balimbing.

Di sini Rini merasa sepi. Kamar mereka pun sempit. Tapi Rini mencoba membetahkan diri. Teman-temannya pun sama baiknya dengan teman di secata.

Hanya saja di sini Rini sering sendirian di rumah. Kak Rita sudah hampir wisuda. Ia pun diminta mengajar di komplek. Tepatnya di SMA Muhammadiyah. Begitu juga Kak Rafni sangat sibuk di kampus. Yeni juga dari pagi hingga sore di sekolahnya.

Rini sering sendiri. Ia merasa sepi. Kakak di secata semua memilih tinggal di arah kampung agar sewa rumah lebih murah. Rini kurang faham di sana tinggal. Daerahnya masih sepi. Makanya Rini memilih berpencar dari mereka.

Di sini Rini hanya punya hiburan membaca majalah-majalah lama yang ia beli di pasar. Majalahnya Kartini. Masih bagus-bagus. Kadang Rini menangis sendiri membaca cerita di majalah itu.

Suatu hari Rini membaca cerita AA. Navis. Berkisah tentang seorang anak yang sering ditinggal mama dan papanya bekerja.Teman si anak di rumah hanya beberapa ekor tikus kecil-kecil. Anak itu curhat kepada tikus tentang deritanya.

Si tikus-tikus mendengar dengan seksama. Terkadang mereka bertangis-tangisan saat si anak bercerita sambil menangis tentang sepinya.

Begitu tiap hari. Si anak makan bersama tikus-tikus itu dan tidur pun mereka bersama. Persahabatan seperti cinderella dengan tikus.

Demikianlah Rini habiskan waktu di kos ini. Berubah 180 derajat dari di Secata. Hingga di sini Rini rajin membaca buku dan majalah.  Ia pun bisa meraih nilai IPK tinggi di kampus karena ia cuma belajar dan belajar.

Tanpa terasa perjuangan berat Rini di kosan ini sudah satu semester. Kak Rita mengajak mereka bertiga ke bioskop. Sebagai hadiah sudah bernilai tinggi. Berempat mereka pergi ke bioskop karya. Bioskop satu-satunya di kota ini. 

Beli karcis, kuaci, dan minuman.

Mereka pun masuk ke dalam. Setengah jam menonton, filmnya tambah seru. Mereka menonton film India dengan pelakon Amitabh Bachchan.

Sedang asyik menonton, mereka dikagetkan akan kedatangan segerombol tentara yang akan juga menonton. Terlihat wajah Kak Rita tak suka. Tentara-tentara itu mengambil posisi di sebelah Rini dan Kak Rafni. Kak Rita dan Yeni memang posisi di tengah.

"Bagus filmnya,Dek?" Tanya tentara di sebelah Rini. Sebetulnya Rini sudah takut. Namun, ia pura-pura kuat dan berani.

Banyak pertanyaan prajurit mencari hiburan itu. Tapi Rini tak bisa menjawab. Tiba-tiba Kak Rita menarik tangannya. "Ayo Rin kita pulang, Kakak baru ingat besok mau pulang. Kakak mau berkemas," ajak Kak Rita.

Mereka pun akhirnya pulang meninggalkan prajurit itu. Mereka memanggil. "Dek, filmnya belum kelar. Sedang seru nih."

Tapi Kak Rita diam saja terus membawa Rini dan Yeni pulang. Kak Rafni mengekor di belakang mereka.

ABRi Masuk Desa

Sesampai di rumah pun Kak Rita mencerritakan  bahwa beberapa temannya ada yang berhenti kuliah. Menikah dengan tentara. Kakak tak ingin kalian mengalami hal yang sama tambahnya waktu itu. Kalian harus tamat sekolah. Kasihan orang tua kalian di kampung.

Rini diam saja. Dalam hati ia pun sependapat dengsn Kak Rita. Belum kepikiran olehnya pacaran dan berumah tangga. Ia dikirim oleh ayahnya ke sini untuk kuliah. Bukan mencari suami untuk pendamping hidup.

Rini pu lega karena Kak Rita membawanya pulang. Ia resah dan takut ketika mereka para tentara itu duduk di sebelahnya. Rini memang suka trauma di dekat laki-laki. Ia tak biasa bergaul. Ayahnya seorang yang posesif menjaga dan mendidik anak-anaknya.

Tapi, meskipun keras, ayahnya seorang yang dermawan di desa. Beliaulah pencetus penerapan hidup sehat di desanya. Beliau mengadakan penyediaan air bersih secara swadaya. Mereka melakukan penyelamatan pada sungai.

Dibangunlah secara swadaya penyaluran air bersih ke rumah-rumah warga. Dibangun jamban atau WC agar penduduk tak lagi BAB di sungai.

Jalan menuju ke sawah pun diaspal kasar sehingga warga mudah mengakses diri ke kebun dan ke sawah. Sekarang warga bisa ke tempat usaha mereka dengan motor.

Program PKK pun jalan. Mama Rini setiap minggu melatih ibu-ibu di kampung untuk menambah keterampilan diri mereka. Ada program menjahit, tataboga, dan apotik hidup.

Kadang mereka mengundang pelatih dari kecamatan. Semua penduduk benar-benar berswadaya. Bapak-Bapak selain bertani dilatih pula membuat pajangan rumah berupa ukiran kayu. Membuat perabot rumah tangga sederhana. Bila ada warga menginlginkan perabot sudah bisa pesan sesama warga.

Kadang perabot itu dibawa ke pasar. Dijual di toko desa. Ayah Rini pun menyewa satu petak kios besar di Pasar untuk menampung hasil karya penduduk. Harapan Ayahnya para orang tua di kampung makmur dan bisa menguliahkan anaknya hingga sarjana.

Begitu juga hasil kerja ibu-ibu di pajang dan dijual di pasar. Kakak-kakak yang sudah terlanjur putus sekolah bergantian menjagai kios itu. 

Kios itu 3 petak. 1 petak untuk menampung perabotan dengan ukuran kios lebih besar. Kios kedua tempat menjual pupuk dan segala keperluan petani. Kios ketiga lebih kecil tempat menjual kue-kue buatan ibu-ibu di kampung.

Kios-kios itu disewa dengan keuangan desa di bawah pengawasan Bapak-Bapak pengurus LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa). Lembaga Kemasyarakatan Desa ini mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan mitra dalam pemberdayaan masyarakat antara lain: menyusun  rencana pembangunan secara partisipatif.

LKMD juga membantu masyarakat desa melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan pembangunan secara partisipatif; menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong dan swadaya masyarakat; dan menumbuhkembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat.

Ayah Rini serius mengurusi itu semua. Desa mereka semakin maju dengan adanya ABRI masuk Desa. Pembangunan desa pada masa orde lama mempunyai arti penting karena sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di desa. Peningkatan SDM di desa perlu. 

Bersama dengan ABRI, pembangunan di desa-desa mulai digiatkan. ABRI membangun desa, kemudian dikenal sebagai program ABRI Masuk Desa (AMD). Ketika itulah ayah Rini berswadaya dengan masyarakat dibantu ABRI.

Rini waktu itu masih SMP. Dari sinilah awal Rini trauma dengan laki-laki apalagi ABRI atau tentara. Sebenarnya ini oknum. Tapi namanya trauma ya tak bisa disalahkan.

Rini punya kakak sepupu bernama Er. Ia bunga desa. Cantik. Biasa Kak er menjalin hubungan dengan Bang Ir. Tetangga mereka paling ganteng di kampung ini.

Ternyata ketika ABRI masuk desa, kak Er berpaling dari Bang Ir. Ia menjalin hubungan dengan salah seorang anggota ABRI itu. Selama di desa hubungan mereka baik. Hingga datanglah waktu berpisah bagi mereka karena tugas ABRI di kampung selesai.

Kak Er lupa meminta alamat pacarnya. Ketika ABRI itu tak pernah berkabar lagi, Kak Er pun ketakutan. Ia pun bercerita kepada Rini. Bahkan Kak Er datang menemui Rini ke kota meminta ditemani mencari tentara itu.

Sudah empat kodim yang mereka kunjungi dengan jarak cukup jauh. Berjam-jam mereka di atas bus mencari pria itu. Tapi tak ada petunjuk. Kak Er ternyata tak tahu nama panjang pria itu. Ia cuma tahu nama panggilannya. Bang Yon.

Sejak peristiwa ABRI masuk Desa itu Kak Er berubah. Ia senang mengurung diri di kamar. Ia pun tak mau menikah. Orang tuanya dan ayah Rini sudah berkali-kali membujuk. Tapi Kak Er tetap diam. Rini pun diam tak mau bercerita. Ia memendam masalah Kak Er. 

Lagi pula bahaya jika ayah Kak Er tahu kasus ini. Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun