"Jangan...,Nanti arwah para pahlawan nggak tenang." Ledek Febi
"Kalau Tante  Febi jadi pahlawan apa?"
"Pahlawan kesiangan ha...ha..." jawab Febi sambil tertawa terbahak-bahak. Febi mencoba menjabarkan pernyataan itu sembari menjumput tempe orek, menu makan siang keluarga Elen siang itu.
"Huss... nggak baik. Elen masih dalam tahap belajar sungguh-sungguh tentang pahlawan nasional" tangkas Sisil.
"Aku juga serius lo mbak..." tangkis Febi. "Dikalangan anak muda, sekarang yang penting kerja mbak, ngungkit-ungkit peristiwa pahlawan juga nggak ada gunanya kalau nggak kerja" timpal Febi.
"Memang betul, tetapi  bukan berarti kita tidak perlu mengenang jasa-jasa para pahlawan kita kan? Coba bayangkan bila semua orang hanya fokus bekerja tanpa punya semangat nasionalisme? Jangan lupa Febi, peringatan hari pahlawan agar kita mengenang jasa mereka mengusir penjajah dan memupuk rasa nasionalisme. Itu bisa dimulai dari lingkungan pendidikan dan sejak usia dini" jelas Sisil.
"waktu sekolah dari TK sampai SMA selalu upacara hari pahlawan. Kok tidak berbekas ya mbak rasa itu? Luntur entah kemana." Tanya Febi
"Kenapa bisa? Apa yang terlintas jika mendengar cerita tentang pahlawan?" tanya Sisil.
"Ingat seeh, jasa-jasa pahlawan mbak, tetapi  ya kayak berpikir itu kan dahulu , sekarang kan beda zaman. Saat masuk dunia kerja, tak pernah ditanya perihal pahlawan-pahlawan itu. Tidak ada penjajah lagi." ujar Febi.
"Yakin tidak ada penjajah lagi? Kalau misal orang tidak lagi berpikir tentang nasionalisme, sedang potensi sumber daya alam Indonesia melimpah, apa tidak berbahaya jika begitu? Ingat lo dahulu  sejarah penjajahan terjadi karena ketertarikan VOC terhadap rempah-rempah alam Indonesia. Plus Indonesia belum terbentuk dalam negara" urai Sisil.
"Mungkin bukan nggak punya jiwa nasionalisme mbak, kami hanya bingung, di hari pahlawan kami harus seperti apa? Semua orang tetap bekerja juga kan di hari itu?" timbal Febi.