"Elen berkemas dahulu , berganti pakaian ya sayang..."
Siang itu Elen merasa sangat bingung atas perbedaan penjelasan antara Ibu Rosa dan Mamanya. Setelah berganti pakaian dan mencuci tangan dan kaki, Elen bersiap makan siang. Elen dan Sisil melanjutkan perbincangan asyik tentang rangkaian kejadian kotak pensil itu. Sisil menjelaskan, perbedaan antara kepahlawanan Rosa dengan para pahlawan yang tercatat sebagai pahlawan kemerdekaan yang sedang diperingati di hari itu. Bahkan, menjelaskan pula kepahlawanan Rosa menyelamatkan kotak pensil Elen. Cukup lama diskusi itu, karena rasa penasaran Elen tak surut dan terus membuih. Pertanyaan Elen bergulir mengalir bak efek domino, mencolek-colek segenap peristiwa perihal pahlawan.
"Pahlawan itu ada yang bertanda jasa dan tidak bertanda jasa. Pahlawan berjasa itu diakui oleh negara, seperti Jenderal Soedirman, Pangeran Diponegoro. Sedangkan pahlawan tanpa tanda jasa itu misal guru. Mereka itu pahlawan, namun bukan pahlawan nasional. Orang yang sedang bekerja di Luar Negeri juga pahlawan, pahlawan devisa negara." Jelas Sisil sembari menyuapi Elen.
"Semua orang bisa jadi pahlawan ya Ma?" tanya Elen.
"Iya Sayang, asal mau membantu dan berkorban bagi bangsa dan orang lain. Termasuk Ibu Rosa yang membantu Elen dan berkorban jedai. Sebagai pelajar, Elen juga bisa jadi pahlawan." Jawab Mamanya sambil menyodorkan minum kepada Elen.
"Bagaimana caranya Ma?" tanya Elen sambil menelan paksa air yang diberikan Sisil. Hampir saja Elen tersedak, efek terlalu bersemangat bertanya.
"Elen harus melanjutkan cita-cita para pahlawan. Dahulu  mereka mengusir penjajah supaya anak cucunya bisa hidup merdeka, jadi generasi cerdas. Elen harus belajar, berprestasi dan bisa berguna untuk bangsa" papar Sisil.
"Seperti Bu Rosa ya Ma?" sahut Elen.
Belum sempat Sisil menjawab, datang Febi, adiknya, seraya menyahut
"Apaan seeh dari tadi kok kayaknya seru obrolannya?" tanya Febi.
"Ngobrolin soal hari pahlawan tante" jawab Elen.