Mohon tunggu...
Rhifa Zarkasih
Rhifa Zarkasih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sastra Inggris

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Studi Hadist Analisis Mengenai Slogan "Kebersihan Sebagian dari Iman" dalam Perspektif Hadist Shohih

9 Januari 2024   12:11 Diperbarui: 9 Januari 2024   12:31 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gibran Muhammad (1225030075), Feri Awaludin Firdaus (1225030070), Muhammad Rhifa Zarkasih (1225030142)

UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Email Koresponden: Info@uinsgd.ac.id

Abstrak 

Hadist merupakan salah satu panduan bagi umat muslim selain Al-quran. Hadist sendiri merupakan kumpulan dari perkataan Nabi Muhammad SAW yang berisi petunjuk mengenai kehidupan sehari hari seperti beribadah, bermasyarakat, berdagang, pemerintahan, dan lainnya. Hadist itu sendiri memiliki tingkat tingkat yang berbeda tergantung dengan keotentikannya. Jurnal ini akan menjelaskan tentang salah satu hadist dhaif yang sering didengar mengenai kebersihan. Yang dimana, hadist tersebut merupakan hadist palsu yang banyak orang keliru terhadap hadist tersebut. Namun, hadist dhaif ini memiliki makna yang baik, sehingga kita boleh mengamalkannya di kehidupan sehari-hari. Akan tetapi kekeliruan terhadap hadist dhaif ini lah yang menjadi masalahnya sehingga hadist ini banyak orang mengira bahwa hadist shohih. Maka,  tujuan jurnal ini adalah untuk meluruskan beberapa kekeliruan mengenai hadist soal kebersihan ini.

 

Keyword: Hadist, Kebersihan, Sekolah, 

 

Pendahuluan 

            Dalam ilmu hadist terdapat beberapa jenis hadist yang dapat kita ketahui, salah satunya yaitu hadist dhaif atau biasa disebut dengan hadist palsu, seperti yang telah kita ketahui bahwa hadist merupakan kumpulan dari perkataan Nabi Muhammad SAW yang berisi petunjuk mengenai kehidupan, namun terdapat pula hadist nabi yang merupakan hadist palsu. Hal ini berarti hadist tersebut tidak memiliki kriteria hadist yang shahih dan hasan salah satunya adalah tidak bersambungnya sanad dan terdapat rawi yang bermasalah.

            Adapun permasalahan yang akan kami luruskan adalah banyaknya slogan-slogan arab yang sering kita temukan dan ada salah satu slogan tersebut orang-orang keliru dan menyebutnya sebagai hadist  contohnya adalah slogan yang biasa ditempel dikelas-kelas sekolahan atau pun masjid.  " " ini adalah salah satu hadist dhaif yang banyak orang mengatakan bahwa ini adalah hadist shahih.

            Dalam peneletian ini kami sebagai penulis ingin meluruskan kekeliruan terhadap hadist-hadist dhaif, khusus nya dalam konteks yang kami teliti yaitu tentang kebersihan yang mana hadist tersebut merupakan hadist dhaif. Maka dari itu, diharapkan untuk teliti terhadap hadist-hadist yang kita baca untuk melihat kepada tersambungnya sanad dan rawi-rawi yang shohih agar terhindar dari hadist-hadist dhaif.

 

Metode Penelitian 

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode ini merupakan metode yang fokus pada pengamatan mendalam terhadap kasus yang diteliti. Penulis melakukan pengamatan terhadap slogan-slogan arab yang berada dalam kelas sekolah maupun masjid. Maka dari itu penulis memperbanyak sumber bacaan yang akan dijadikan sebagai jawaban atas kasus yang terdapat dalam jurnal ini

Hasil dan Pembahasan

Kata "hadits" atau al-hadits menurut bahasa, berarti al-jadid (sesuatu yang baru), lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata hadits juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Kata jamaknya ialah al-ahadits.

Berdasarkan tinjauan dari sudut pendekatan kebahasaan, kata hadits dipergunakan dalam al- Qur'an dan hadits itu sendiri. Dalam al-Qur'an misalnya dapat dilihat pada surat al-Thur ayat 34, surat al-Kahfi ayat 6. dan al-Dhuha ayat 11. Kemudian pada hadits dapat dilihat pada beberapa sabda Rasul saw. di antaranya hadits yang dinarasikan Zaid ibn Tsabit yang dikeluarkan Abu Daud, Turmudzi, dan Ahmad, yang menjelaskan tentang do'a Rasul Saw. terhadap orang yang menghafal dan menyampaikan suatu hadits dari padanya. Secara terminologis, ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tentang hadits. Di kalangan ulama hadits sendiri ada beberapa definisi antara satu dengan lainnya agak berbeda. Ada yang mendefinisikan bahwa hadits, ialah:

"Segala perkataan Nabi saw., perbuatan, dan hal ihwalnya"

Maksud "hal ihwal", ialah segala pemberitaan tentang Nabi saw, seperti yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya. Ulama hadis lain merumuskannya sebagai berikut:

"Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun sifatnya".

Persamaan dari kedua pengertian di atas, ialah mendefinisikan hadits dengan segala yang disandarkan kepada Rasul saw., baik perkataan maupun perbuatan. Sedang yang berbeda dari keduanya, ialah pada penyebutan terakhir. Di antaranya ada yang menyebutkan hal ihwal atau sifat Rasul sebagai hadits dan ada yang tidak; ada yang menyebutkan taqrir Rasul secara eksplisit sebagai bagian dari bentuk-bentuk hadits, dan ada yang memasukkannya secara implisit ke dalam aqwal atau af'alnya.

Suatu hadits dinilai dhaif karena tidak terkumpul padanya sifat hadits hasan, lantaran kehilangan satu dari sekian syarat-syaratnya. Imam al-Baiquni (w. 1080 H) meyebutkan:

  ...

Ada dua kemungkinan kelemahan sebuah hadits. Pertama, lemah dari sisi isnad, yaitu jalur periwayatan. Kedua, kelemahan dari sisi diri perawi, yaitu orang-orang yang meriwayatkan hadits itu. Yang dimaksud dengan hadits lemah dari sisi sanad adalah kelemahan dalam jalur periwayatan hadits itu dari Rasulullah SAW kepada perawi yang terakhir. Maksudnya, ada satu, dua atau lebih perawi yang tidak lengkap dalam sebuah jalur periwayatan, dengan berbagai sebab. Yang jelas, jalur itu menjadi ompong karena terjadi kekosongan satu atau beberapa perawi di dalamnya. Dan akibatnya, sanadnya menjadi tidak tersambung dengan benar.

Sedangkan kelemahan dari sisi perawi berbeda dengan kelemahan isnad. Kelemahan ini bukan karena tidak adanya perawi atau terputusnya jalur periwayatan, tetapi karena rendahnya kualitas perawi itu sendiri sehingga hadits itu jadi tertolak hukumnya. Maka hasilnya sebenarnya sama saja, baik lemah dari sisi jalur atau pun lemah dari sisi personal para perawinya.

Para ulama biasa menyebut kata shahih ini sebagai lawan dari katasaqim (sakit). Maka hadits Shahih secara bahasa adalah hadits yang sehat, selamat, benar, sah, sempurna dan yang tidak sakit. Secara istilah menurut Shubhi al-Shalih, hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat yang 'adil dan dhbith hingga bersambung kepada Rasulullah atau pada sanad terakhir berasal dari kalangan sahabat tanpa mengandung sydz (kejanggalan) ataupun 'illat (cacat)

Lalu, ungkapan "An-Nazhofatu minal Iman" yang artinya; Kebersihan sebagian dari Iman. Mengenai ungkapan ini, kita harus berhati-hati apakah benar ia merupakan perkataan Rasulullah atau bukan, karena menyandarkan sebuah perkataan kepada Rasulullah namun beliau tidak benar mengatakan hal demikian, maka ini sebuah kedustaan, dan kedustaan atas nama Rasulullah merupakan dosa besar yang pelakunya diancam dengan neraka, sebagaimana beliau bersabda:

 

"Siapa yang berdusta secara sengaja atas namaku, maka hendaklah ia mengambil tempat di neraka. (HR. Bukhari : 107)

Adapun berbicara mengenai kebersihan, tentu saja Islam telah mengajarkannya dengan pembahasan yang sangat detail dan jelas, sehingga kebersihan memiliki peranan besar dalam syari'at ini, bahkan bukan sekedar kebersihan, akan tetapi Islam mengajarkan tentang kesucian yang lebih tinggi derajatnya dari kebersihan.

Allah berfirman:

"Dan Pakaianmu sucikanlah" (QS. Al-Muddattsir: 4)

Sehingga, sangat banyak ibadah yang syarat sah nya berupa kesucian baik dari sisi badan, pakaian, tempat dan sebagainya, seperti halnya sholat 5 waktu yang syarat sahnya adalah bersuci dari hadats besar maupun kecil.

Akan tetapi, kalau kita berbicara tentang hadits "An-Nazhofatu minal Iman", maka hal tersebut tidak sah disandarkan kepada Rasulullah , walaupun makna ungkapan tersebut adalah sebuah kebenaran yang tidak bisa dipungkiri.

Hal ini telah disebutkan oleh para ulama, diantaranya syaikh Abdul Karim al-Khudeir hafizhahullahu Ta'ala:

: " " : -

"Tersebar pada lisan-lisan kebanyakan manusia ungkapan "An-Nazhofatu minal Iman", dan mereka menetapkan/melestarikan ucapan tesebut, maka kami katakan bahwa ucapan tersebut tidaklah memiliki sanad (asal-usul) sama sekali, sehingga tidak boleh disandarkan kepada Nabi " (Syarah al-Manzhumah al-Baiquniyyah : 2/15).

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah juga menjelaskan:

: " " ,

"Telah datang dari Nabi bahwa beliau bersabda: Kebersihan sebagian dari Iman, akan tetapi haditsnya lemah, walaupun maknanya benar"  (https://binbaz.org.sa).

Adapun ungkapan yang mirip dengan makna tersebut dan benar jika ingin kita sandarkan kepada Rasulullah sebagaimana dalam hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yaitu:

"Kesucian/bersuci merupakan setengah/sebagian dari Iman" (HR. Muslim: 328).

Sehingga, kalau kita ingin menyandarkan ungkapan tersebut kepada Rasulullah , maka seharusnya kita mengucapkan "At-Thohuuru Syathrul Iman", yang artinya: "Bersuci merupakan sebagian dari Iman".

Kesimpulan

Maka dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa  ungkapan " " bukan merupakan Hadist shahih dan merupakan hadist dhaif. Meskipun demikian, esensi dari slogan tersebut sebetulnya sudah benar dan dapat dibuktikkan dengan beberapa ayat Al-Qur'an yang mendukung slogan tersebut. Namu slogan tersebut tetap saja merupakan dusta yang mengatasnamakan Rasulullah SAW,  karena Rasulullah tidak pernah mengucapkan slogan tersebut.

Namun sekalipun ungkapan tersebut adalah dusta, esensi dari slogan itu sebetulnya didukung oleh ayat ayat Al Qur'an karena dalam islam kita memang diwajibkan untuk selalu menjaga kebersihan dan kesucian. Dapat dilihat dari berbagai ibadah yang dilakukan oleh kita kebanyakan mengharuskan kita untuk dalam keadaan suci, baik dari hadas besar maupun kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Amien Nurhakiem. (21 September 2023). Living Hadits, Tradisi Tulisan dalam Realitas Kehidupan. NU-Online. Diakses melalui:

            https://islam.nu.or.id/ilmu-hadits/living-hadits-tradisi-tulisan-dalam-realitas-kehidupan-UnLus

Badrul Tamam. (3 Juli 2018). "Kebersihan Sebagian dari Iman" Hadits Dhaif, Tapi Maknanya Baik. VOA-Islam. Diakses melalui:

            https://www.voa-islam.com/read/ibadah/2018/07/03/58858/kebersihan-sebagian-dari-iman-hadits-dhaif-tapi-maknanya-baik/

Ustadz Hafzan Elhadi, Lc. M.Kom. (24 Oktober 2019) Hadits Palsu Kebersihan Sebagian dari Iman?. Konsultasi Syariah. Diakses melalui:

https://konsultasisyariah.com/35845-hadis-palsu-kebersihan-sebagian-dari-iman.html

Luthfi, Lc., MA. Hanif. 2018. Jika Dhaif Suatu Hadits, Lantas Apa?. Jakarta. Rumah Fiqih Publishing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun