MAS PILOT
Kadang Rhet suka heran melihat tingkah-tingkah anak Kpt di pagi hari. Sebelum ayam berkokok nih, pada ribut berebutan kamar mandi. Bayangin aja, kamar mandi satu untuk beberapa orang penghuninya. Sempet kita juga pernah sepakat untuk protes sama yang punya Wisma. Kita usul untuk dibangunnya lagi satu kamar mandi. Namun, emang dasar hidup susah, ya begini.
Baru saja mengusulkan tentang kamar mandi. Eh, tiba-tiba yang punya wisma minta sebuah persyaratan yang berat dirasa untuk salah seorang anak Kpt.
“Eike mau buatin kamar mandi bila perlu tiga lengkap dengan kamar dalamnya, kalau you-you pada setuju eike nikah sama cowok ganteng ini.” Sambil mencolek dagu milik kang Ibnu, juga dikedip-kedipkan mata dari pemilik Wisma Kpt, tertuju pada lelaki yang memiliki jenggot ala Bam's Samson.
“Lho! Bukannya yang ada kamar tidur dengan kamar mandi dalam? Hihihi ....” Sela Nabil merasa aneh.
“Buat kalian spesial. Kamar mandi lengkap dengan kamar tidur dalam, hihihi ....”
“Hihihi ... ya udah, Mas, bawa aja langsung.” Merasa ada yang salah dengan ucapannya, Rhet akhirnya meralat, “maksudnya, dibungkus aja, Jeng. Nggak pake lama dah, hihihi ....”
“Rhet! Sembarangan aja deh. Aku, kan, udah cerita sama kamu, kalau aku lebih memilih mas Pilot! Itu, kan, impianku selama ini.” Dengan berbisik, kang Ibnu merajuk-rajuk sambil menggigit kaosnya sendiri.
“Aoouwww ...! Sakit, Kang. Sentil, nih!” Juga pundak adik yang disebelahnya, Pemulung terkena gigitan enak dari kang Ibnu. Hiihihi ....
“Pir, sumprit! Eike nggak mau deh kalau dipinang sama dia. Eike lebih baik pergi.”
“Jangan Kang! Nanti bisa kok kita nego!” bisikAbdul menenangkan.
“Jadi, gimana! You and you setuju dengan permintaan eike?” Tangannya mulai merangkul kang Ibnu yang merasa risih. “Cucok, kan, kita.” Sambil tersenyum renyah, melirikkan mata pada sosok yang masih dirangkulnya.
“Setuju Pakde ...!” ujar Nabil merelakan.
“Iya setuju!” Diikuti serempak dengan yang lain.
“Kalian jahat!” gerutu Kang Ibnu kesal sambil menghentak-hentakkan kakinya dan membanting pintu kamar dengan keras.
Yang lain hanya saling memandang. Sebenarnya ada rasa tak tega juga. Tapi, begitulah perjalanan hidup yang memang selalu mengorbankan hak hidup orang lain, demi kelangsungan hidup yang ada di sekitarnya.
“Eike maunya sama mas Pilot. Bukan sama banci!” jerit kang Ibnu dari kamar sambil terisak, perih hati yang ia rasakan sekarang.
“Hihihi ... emang kang Ibnu cowok!” sahut Rhet asal.
“Ya, pokoknya nggak mau eike kalau sama banci!”
“Rhet sih usil!” protes kak Dian mencoba untuk membela.
“Lho! Yang setuju pertama kali itu, kan, si Nabil atuh. Kita semua cuma ikut aja! Hihihi ....” bantah Rhet.
“Tutup termos, bukan gue tapi lo!” Protes Nabil tak mau kalah.
“Kok gue!” Semakin nggak terima, Rhet masih ngotot dirinya benar.
“Yang tadi bilang bungkus siapa?” Mengingatkan perkataannya tadi, kini Nabil merasa yakin akan menang.
“Ya, gue juga bilang gitu demi hajat hidup orang banyak. Nggak apa-apa deh gue pake kamar lama. Nanti kalau kang Ibnu jadi ma tuh banci, kalian semua pake kamar mandi lengkap dengan kamar tidur dalam, hihihi ....”
“Nggaaaakkkkkk maaaaauuuuuu .... eike maunya sama mas Pilot titik!” Jerit semakin menggemakan pertentangan.
“Ya udah kang. Nanti sama mas Pilot. Eike cariin deh mas Pilot buat kang Ibnu,” bujuk Pemulung ikutan latah.
Dengan langkah tergesa, kang Ibnu membuka dan menghampiri yang lain seraya berkata: “serius emangnya Pemulung?”
“Seriuslah!” Jawabnya yakin.
“Pilot pesawat apa?” Kini dengan gemulainya, kang Ibnu kembali bahagia.
“Pesawat Hercules, hihihi ....” Diiringi tawa yang lain, sementara kang Ibnu kembali menggigit bajunya sendiri dengan kesal.
***The end***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H