“Jadi, gimana! You and you setuju dengan permintaan eike?” Tangannya mulai merangkul kang Ibnu yang merasa risih. “Cucok, kan, kita.” Sambil tersenyum renyah, melirikkan mata pada sosok yang masih dirangkulnya.
“Setuju Pakde ...!” ujar Nabil merelakan.
“Iya setuju!” Diikuti serempak dengan yang lain.
“Kalian jahat!” gerutu Kang Ibnu kesal sambil menghentak-hentakkan kakinya dan membanting pintu kamar dengan keras.
Yang lain hanya saling memandang. Sebenarnya ada rasa tak tega juga. Tapi, begitulah perjalanan hidup yang memang selalu mengorbankan hak hidup orang lain, demi kelangsungan hidup yang ada di sekitarnya.
“Eike maunya sama mas Pilot. Bukan sama banci!” jerit kang Ibnu dari kamar sambil terisak, perih hati yang ia rasakan sekarang.
“Hihihi ... emang kang Ibnu cowok!” sahut Rhet asal.
“Ya, pokoknya nggak mau eike kalau sama banci!”
“Rhet sih usil!” protes kak Dian mencoba untuk membela.
“Lho! Yang setuju pertama kali itu, kan, si Nabil atuh. Kita semua cuma ikut aja! Hihihi ....” bantah Rhet.
“Tutup termos, bukan gue tapi lo!” Protes Nabil tak mau kalah.