Sering marah dengan mengerikan pada anak pertama saya, berteriak, bahkan pernah memukul dia, hiks. Sampai-sampai saya sering menyumpahi si sulung, ya Allah.
Saya akui, saya memang seseorang yang kurang sabaran, tapi saya tidak pernah seperti ini sebelumnya. Saya tidak pernah berani memukul anak dengan sadis, terlebih mengalami perubahan mood yang ekstrim, yaitu sebentar-sebentar teriak, lalu hanya dalam hitungan menit, saya jadi ibu yang lembut, memeluk si sulung, menangis meminta maaf, dan hanya dalam beberapa menit pula, saya bisa kembali berteriak-teriak histeris membentak si sulung.
Bukan hanya si sulung yang menjadi sasaran kemarahan saya, si bayi tak berdosa juga ikutan kena batunya. Saya sering banget membiarkan si bayii menangis hingga lama, saya bahkan pernah berhalusinasi akan mencelakakan si bayi, terlebih kalau si  bayi rewel di tengah malam, sementara saya ngantuk teramat sangat.
Hal tersebut semakin parah, karena suami yang mungkin tidak mengerti, malah ikutan marah karena lelah melihat mood saya yang selalu ekstrim berubah. Bahkan suami pernah menampar saya karenanya, sesuatu yang sama sekali tidak pernah dilakukan sebelumnya.
Hasilnya? saya semakin beringas, berteriak kepada siapa saja, termasuk suami dan anak-anak tentunya.
Menyadari Kalau Sedang Tidak Baik-Baik Saja
Beruntung, saya lumayan aktif dalam media sosial, sehingga suatu saat saya melihat video testimoni seorang teman blogger yang bisa survive dari PPD yang bahkan jauh lebih parah dari yang saya alami.
Dari situ, saya mulai mencari tahu tentang PPD, membaca lagi tulisan-tulisan yang sebenarnya sudah pernah saya ulas sendiri di blog saya. Dan saya akhirnya menyadari BAHWA SAYA SEDANG TIDAK BAIK-BAIK SAJA.
Lalu apakah semua jadi lebih baik setelah saya menyadari hal tersebut?
Sama sekali tidak.
Karena bingung, saya kemudian curhat ke suami, saya sampaikan semua unek-unek dan perasaan saya, sayangnya saya sampaikan dalam keadaan yang sedang tidak baik-baik saja, saya sampaikan sambil teriak-teriak.
Yang terjadi?