Belum juga saya menenangkan rasa sakit tersebut, saya malah sibuk bekerja hingga lupa istrahat. Kondisi lelah ditambah kurang tidur karena begadang menyusui bayi, sukses membuat saya uring-uringan hingga ekstrim layaknya gejala PPD.
Jadi, jangan sungkan meminta bantuan orang lain untuk mengerjakan pekerjaan rumah, agar ibu bisa istrahat cukup pasca lahiran, dan terhindar dari PPD
3. Perubahan pola kehidupan yang tidak saya persiapkan lagi
Anak kedua saya lahir setelah hampir 7 tahun kami menantikannya, karena lama menanti, saya bahkan sudah pasrah meski punya satu anak saja. Siapa sangka, Allah malah memberikan titipan-Nya lagi di waktu yang tepat, yang sama sekali tidak saya sadari.
Saya sudah menyusun banyak rencana untuk karir di rumah, semangat menanti si sulung masuk sekolah agar saya bisa punya waktu lebih berkarya di rumah, namun siapa nyana? Ternyata semua masih harus menunggu lagi, karena saya masih harus mengurus bayi lagi.
Semua itu, saya rasakan semacam kembali ke titik awal, harus fokus mengurus bayi, melepaskan pekerjaan yang saya bangun dengan susah payah.
4. Hal-hal lain, termasuk masalah dengan pasangan yang masih mengganjal di hati
Seperti yang saya tulis di blog saya, ada banyak masalah yang menyumbang terjadinya PPD di saya, salah satunya masalah dengan pasangan yang masih menggantung. Masalah tersebut terngiang-ngiang dan amat sangat merusak mood yang memang sudah kacau oleh hormon ibu menyusui.
Jadi, pastikan sudah menyelesaikan semua masalah keluarga, saat awal kehamilan, agar tidak membebani saat mengasuh bayi yang sungguh melelahkan.
Lalu, seperti apa gejala PPD itu?
Menurut teori, ada banyak gejala PPD yang bisa terlihat langsung, seperti mudah menangis dan sedih, jadi sangat sensitif, cemas, merasa takut, tidak percaya diri, merasa lelah teramat sangat, tidak tertarik mengasuh bayi, merasa gagal, merasa tidak berguna, tidak nyaman, kebingungan tanpa sebab, menjadi amat sangat tidak sabaran.
Dan yang terjadi pada saya sungguh amat mengerikan, dan itupun memerlukan waktu lama untuk saya menyadari dan mengakuinya. Padahal, sebagai blogger, saya pernah mengikuti seminar tentang baby blues dan postpartum depression, sering membaca tentang hal tersebut, namun ternyata mengakui bahwa saya terkena gejala PPD, butuh waktu dan keberanian penuh.
Selama setahun lebih, saya hanya sibuk terbingung-bingung akan mood saya yang sungguh seperti roller coaster.