Mohon tunggu...
Reyne Raea
Reyne Raea Mohon Tunggu... Penulis - Mom Blogger Surabaya

Panggil saya Rey, mom blogger di reyneraea.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kenali Postpartum Depression pada Diri Seorang Ibu Pasca Melahirkan

13 Maret 2019   08:57 Diperbarui: 15 Maret 2019   12:31 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Assalamu'alaikum :)

Beberapa waktu lalu, saya menuliskan tentang kecurigaan saya terhadap diri saya yang terkena gejala postpartum depression di blog pribadi saya. Siapa nyana? ternyata tulisan saya tersebut sukses membawa saya ke dalam lingkaran nyata postpartum depression dan sejenisnya.

Iya, karena tulisan tersebut, saya jadi kebanjiran pesan dari beberapa teman, banyak yang begitu peduli pada saya, ada yang menawarkan 'telinga' untuk mendengarkan curhatan saya, jika saya ingin curhat sekadar melepaskan beban di hati. Ada yang mencoba menguatkan saya dengan menceritakan pengalaman mereka melawan depresi, yang lebih dari sekadar postpartum depression.

Ada pula yang menyarankan untuk bergabung dengan beberapa grup sesama penderita postpartum depresion, hingga menyarankan untuk berobat di tenaga yang ahli, semacam psikolog bahkan psikiater.

Baca : Benarkah Saya Terserang Postpartum Depression?

Sebenarnya apa sih postpartum depression itu?

Postpartum depression atau biasa disebut PPD adalah suatu kondisi terganggunya mood (suasana hati) yang terjadi pada seorang ibu pasca melahirkan setelah lewat masa baby blues syndrome.

Postpartum depression sama dengan baby blues syndrome, namun yang membedakan adalah waktu terjadinya.

Jika baby blues terjadi pada ibu yang 3-4 hari hingga 14 hari pasca melahirkan, maka postpartum depression terjadi setelah lewat masa itu dan akan hilang dengan sendirinya saat anak berusia 2 tahun, jika seorang ibu bisa survive dari kondisi PPD yang kadang sangat mengerikan, setidaknya begitu pengalaman saya.

Lalu, apa penyebab postpartum depression?

Menurut teori, PPD biasa disebabkan oleh beberapa kondisi ibu pasca lahiran seperti :

  • Pengaruh hormonal.
  • Tipikal kepribadian ibu tersebut.
  • Usia ibu yang masih sangat muda.
  • Hormon tiroid
  • Perubahan pola kehidupan atau masa transisi dari yang biasa bisa lebih santai, sekarang ada bayi yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam pengalaman saya, PPD yang saya alami bisa jadi karena :


1. Tipikal kepribadian saya yang selalu mau tampil sempurna bak wonder woman. 

Karena keadaan, saya terpaksa harus tampil seperti wonder woman meski baru saja melahirkan. Pasca 30 jam sesar, saya sudah bangun, mandi sendiri di toilet RS bahkan keramas sendiri tanpa bantuan siapapun, seakan lupa bahwa 30 jam yang lalu, perut saya baru saja dibedah untuk mengeluarkan si bayi. 

Setelah mandi, saya tidak beristrahat, saya harus mengurus bayi seorang diri, belajar menyusui meski sulit, meskipun saat itu saya melahirkan anak kedua, tapi itu adalah pengalaman pertama saya menyusui bayi secara ekslusif, dan ternyata menyusui itu tidak semudah, buka bra lalu nyuruh bayi nyusu sendiri.

Pada 2 hari setelah sesar, saya diperbolehkan pulang dari RS, dan setelah sampai rumah bukannya istrahat, saya malah mencuci semua pakaian bayi, mengurus bayi, memandikannya, menyusuinya sambil jerit-jerit karena masha Allah ternyata sakit banget ketika mengalami nipple lecet.

Tidak ada keluarga yang membantu, hanya suami yang membantu menyediakan makanan sehingga saya tidak perlu masak.

Jangankan memanggil suster untuk membantu memandikan bayi, bahkan pembantu saja gak ada. Sementara, selain bayi, ada anak sulung saya yang harus diperhatikan karena dia masih kelas 2 SD.

Saya merasa tidak perlu memaksakan hal itu, karena saya MERASA MAMPU. Nyatanya? Saya jadi uring-uringan karenanya.

Jadi, untuk para ibu lainnya, sebaiknya kenali kemampuan diri sendiri, tak perlu memaksakan tampil sempurna dan kuat, seorang ibu pasca lahiran terlihat lemah itu wajar. Meski sesar, tapi prosesnya sama saja dengan melahirkan normal, sama-sama seolah mengorbankan nyawa untuk itu.

2. Kelelahan

Menurut saya, faktor lain yang menyumbang saya terkena gejala PPD adalah karena kelelahan yang menjadi efek dari sikap saya yang ingin tampil sempurna layaknya wonder woman.

Bayangkan saja, seorang yang menderita luka kecil saja pasti bakal merasa kesakitan, namun saya yang perutnya dibelah hingga ke bagian dalam rahim, gak usah tanya bagaimana sakitnya.

Belum juga saya menenangkan rasa sakit tersebut, saya malah sibuk bekerja hingga lupa istrahat. Kondisi lelah ditambah kurang tidur karena begadang menyusui bayi, sukses membuat saya uring-uringan hingga ekstrim layaknya gejala PPD.

Jadi, jangan sungkan meminta bantuan orang lain untuk mengerjakan pekerjaan rumah, agar ibu bisa istrahat cukup pasca lahiran, dan terhindar dari PPD

3. Perubahan pola kehidupan yang tidak saya persiapkan lagi

Anak kedua saya lahir setelah hampir 7 tahun kami menantikannya, karena lama menanti, saya bahkan sudah pasrah meski punya satu anak saja. Siapa sangka, Allah malah memberikan titipan-Nya lagi di waktu yang tepat, yang sama sekali tidak saya sadari.

Saya sudah menyusun banyak rencana untuk karir di rumah, semangat menanti si sulung masuk sekolah agar saya bisa punya waktu lebih berkarya di rumah, namun siapa nyana? Ternyata semua masih harus menunggu lagi, karena saya masih harus mengurus bayi lagi.

Semua itu, saya rasakan semacam kembali ke titik awal, harus fokus mengurus bayi, melepaskan pekerjaan yang saya bangun dengan susah payah.

4. Hal-hal lain, termasuk masalah dengan pasangan yang masih mengganjal di hati

Seperti yang saya tulis di blog saya, ada banyak masalah yang menyumbang terjadinya PPD di saya, salah satunya masalah dengan pasangan yang masih menggantung. Masalah tersebut terngiang-ngiang dan amat sangat merusak mood yang memang sudah kacau oleh hormon ibu menyusui.

Jadi, pastikan sudah menyelesaikan semua masalah keluarga, saat awal kehamilan, agar tidak membebani saat mengasuh bayi yang sungguh melelahkan.

Lalu, seperti apa gejala PPD itu?

Menurut teori, ada banyak gejala PPD yang bisa terlihat langsung, seperti mudah menangis dan sedih, jadi sangat sensitif, cemas, merasa takut, tidak percaya diri, merasa lelah teramat sangat, tidak tertarik mengasuh bayi, merasa gagal, merasa tidak berguna, tidak nyaman, kebingungan tanpa sebab, menjadi amat sangat tidak sabaran.

Dan yang terjadi pada saya sungguh amat mengerikan, dan itupun memerlukan waktu lama untuk saya menyadari dan mengakuinya. Padahal, sebagai blogger, saya pernah mengikuti seminar tentang baby blues dan postpartum depression, sering membaca tentang hal tersebut, namun ternyata mengakui bahwa saya terkena gejala PPD, butuh waktu dan keberanian penuh.

Selama setahun lebih, saya hanya sibuk terbingung-bingung akan mood saya yang sungguh seperti roller coaster.

Sering marah dengan mengerikan pada anak pertama saya, berteriak, bahkan pernah memukul dia, hiks. Sampai-sampai saya sering menyumpahi si sulung, ya Allah.

Saya akui, saya memang seseorang yang kurang sabaran, tapi saya tidak pernah seperti ini sebelumnya. Saya tidak pernah berani memukul anak dengan sadis, terlebih mengalami perubahan mood yang ekstrim, yaitu sebentar-sebentar teriak, lalu hanya dalam hitungan menit, saya jadi ibu yang lembut, memeluk si sulung, menangis meminta maaf, dan hanya dalam beberapa menit pula, saya bisa kembali berteriak-teriak histeris membentak si sulung.

Bukan hanya si sulung yang menjadi sasaran kemarahan saya, si bayi tak berdosa juga ikutan kena batunya. Saya sering banget membiarkan si bayii menangis hingga lama, saya bahkan pernah berhalusinasi akan mencelakakan si bayi, terlebih kalau si  bayi rewel di tengah malam, sementara saya ngantuk teramat sangat.

Hal tersebut semakin parah, karena suami yang mungkin tidak mengerti, malah ikutan marah karena lelah melihat mood saya yang selalu ekstrim berubah. Bahkan suami pernah menampar saya karenanya, sesuatu yang sama sekali tidak pernah dilakukan sebelumnya.

Hasilnya? saya semakin beringas, berteriak kepada siapa saja, termasuk suami dan anak-anak tentunya.

Menyadari Kalau Sedang Tidak Baik-Baik Saja

Beruntung, saya lumayan aktif dalam media sosial, sehingga suatu saat saya melihat video testimoni seorang teman blogger yang bisa survive dari PPD yang bahkan jauh lebih parah dari yang saya alami.

Dari situ, saya mulai mencari tahu tentang PPD, membaca lagi tulisan-tulisan yang sebenarnya sudah pernah saya ulas sendiri di blog saya. Dan saya akhirnya menyadari BAHWA SAYA SEDANG TIDAK BAIK-BAIK SAJA.

Lalu apakah semua jadi lebih baik setelah saya menyadari hal tersebut?

Sama sekali tidak.

Karena bingung, saya kemudian curhat ke suami, saya sampaikan semua unek-unek dan perasaan saya, sayangnya saya sampaikan dalam keadaan yang sedang tidak baik-baik saja, saya sampaikan sambil teriak-teriak.

Yang terjadi?

Suami malah menawari saya pisau besar, menyuruh saya membuktikan omongan kalau saya mau membunuh anak-anak saya.

Beruntung saya masih sanggup mengendalikan diri dan lari menjauh dari suami. Entah apa yang terjadi, kalau saya nekat saat itu, mungkin saya sendiri yang bakal mati tertusuk pisau itu.

Dari situ saya sadar, betapa banyak ibu PPD yang akhirnya menjadi gila, bercerai dan sebagainya, karena kurangnya ilmu pengetahuan PPD bagi pasangan suami istri.

Karena, saat seorang ibu terserang PPD, hanya kesabaran suami yang luar biasa yang bisa membantunya survive hingga PPD tersebut hilang. Dan hal itu hanya bisa terjadi, kalau suami juga mempunyai pengetahuan tentang PPD.

Menyadari bahwa PPD itu ada dan nyata, serta wajar dan terjadi di banyak ibu pasca melahirkan, bukan semata karena kurang iman atau kurang bersyukur, seperti yang selalu dituduhkan oleh orang awam selama ini.

Jadi, menurut saya, di antara seabrek persiapan menyambut kehadiran seorang bayi.

Jangan lupakan siapkan mental dan pengetahuan tentang babyblues serta postpartum depression, untuk kedua calon orang tua, yang mana suami dan istri.

Dan saat terjadi sesuatu perubahan mood yang di luar kebiasaan, jangan abaikan.

Kenali gejala PPD, jujurlah pada keadaan diri dan sampaikan pada pasangan, apapun tanggapannya.

Semoga kita semua bisa menjadi survivor PPD dan tetap diberi kekuatan menjadi ibu yang baik untuk anak-anak kita

Sidoarjo, 13 Maret 2019

Salam

Reyne Raea

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun