Mohon tunggu...
Revaputra Sugito
Revaputra Sugito Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

We Love Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Apa 2 Komisioner KPK Berangkat ke Korea Menemui Jokowi?

20 Mei 2016   05:45 Diperbarui: 20 Mei 2016   13:13 3097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selanjutnya Dana Kontribusi Tambahan. Dana ini khusus untuk Proyek Reklamasi 17 Pulau Teluk Jakarta. Ahok sudah menentukan sendiri berdasarkan Perjanjian Preman sebesar 15%. (Kita bicarakan dibawah) .

Yang harus dicatat kita semua adalah : Semua Dana-dana itu, baik CSR, Koofesien Bangunan Tingkat maupun Dana Kontribusi Tambahan (reklamasi), tidak ada yang jelas berapa sebenarnya yang sudah masuk dan sudah keluar dari Kas Pemprov DKI. Tidak ada laporan dari Ahok ke public untuk itu.

Sebelum-sebelumnya Teman Ahok dan Para Pelindung Ahok mengklaim Ahok paling Transparan dalam Birokrasi. Ya betul, tetapi itu hanya sebatas APBD DKI dengan aplikasi E-Budgetingnya. Tetapi untuk keuangan diluar itu yaitu Dana-dana tersebut diatas tidak ada yang jelas dan tidak ada yang transparan.

Setelah melacak dan googling kesana kemari, dari Ketiga Dana itu , yang saya bisa dapatkan informasi nilainya ternyata hanya 1. Sekali lagi hanya 1 yaitu Dana Koofesien dari 1 Pengembang (Perusahaan Jepang) yang membangun Ground Breaking Semanggi senilai Rp.300 Milyar. Sementara Dana-dana Koofesien dari sekian banyak pengembang lainnya sangat sulit dilacak nilainya. Pemprov DKI dan Ahok tidak pernah mau membuat laporannya yang bisa diakses oleh public.

Begitu juga Dana CSR yang sudah berlangsung sejak tahun 2013 dan Dana Kontribusi Tambahan yang sedang dihebohkan public ini. Saya ingin focus pada Dana CSR dan Dana Kontribusi Tambahan saja karena kedua ini yang sudah menjadi buah bibir dan Kontroversial.

**Dana CSR Yang Sudah Lama Kontroversial**

Dana CSR ini mungkin dapat dikategorikan sebagai Diskresi yang merupakan Keleluasaan yang diberikan UU kepada Kepala Daerah untuk melakukan Kebijakan yang tidak diatur oleh UU dengan tujuan mengoptimalkan Pembangunan maupun mensejahterakan rakyatnya. Dengan sifat yang begitu maka Dana CSR (Coorporate Social Responsibility) ini tidak perlu dipertanggung-jawabkan ke Legislatif (DPR). Tapi itu juga bukan berarti Gubernur diperbolehkan menyembunyikannya dari public.

Ditengarai Ahok sudah lama “bermasalah” alias berkongkalikong dengan dana CSR ini. Pada tahun 2013-2014 Ahok memiliki LSM dengan nama Ahok Center. Ternyata LSM bentukan Ahok ini tercatat sudah bekerja sama dengan 18 Perusahaan dan mengelola Dana CSR yang diberikan oleh Perusahaan-perusahaan itu. Nama Perusahaannya : PT. Asuransi Jasindo, PD Pembangunan Sarana Jaya, PT Jakarta Propertindo, PD Pasar Jaya, Bank DKI, PT Jakarta Toursindo, PT Jawa Barat Indah, PT. Barito Pasific, PT Landmark, PT Jeunesse Global, PT Duta Pertiwi, PT Zaman Bangun, PT. Changbong, PT DUFO, PT HAIER dan Grup Golf.

Sampai LSM itu dibubarkan , tidak jelas penggunaan dananya untuk apa saja. Apakh untuk KJS/KJP atau lainnya. Yang menjadi masalah kemudian banyak Pihak maupun DPRD DKI menduga Dana CSR dan dana Koofesien Bangunan Tingkat jumlahnya mencapai Trilyunan Rupiah. Ahok sendiri pernah sesumbar kalau APBD DKI 2015 tidak disahkan DPRD DKI, dirinya masih mampu membangun Jakarta dengan Dana CSR dan lainnya. Ucapan Ahok itu menyiratkan dana-dana itu cukup besar.

Perkembangan untuk CSR malah lebih heboh. Sejak akhir tahun 2015, Ahok malah menggunakan Dana CSR ini untuk membangun RPTRA-RPTRA di setiap RW di Jakarta. Hal ini memicu protes keras dari DPRD DKI. Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) seharusnya dibiayai APBD DKI menurut DPRD. Kenapa Ahok harus memakai Dana Swasta yang tidak bisa diketahui siapapun nilainya?

Ahok beralasan kalau pakai dana Pemprov DKI akan lama prosesnya. Butuh birokrasi dan butuh 1 tahun baru dana itu dapat dikeluarkan. Padahal kita semua tahu bahwa Penyerapan Anggaran DKI itu sangat minim. Sangat gelap alasan Ahok menggunakan CSR untuk membangun RPTRA. Hal itu kemudian menimbulkan kecurigaan beberapa Pihak bahwa Ahok sengaja mengejar penyelesaian pembangunan-pembangunan RPTRA demi kepentingannya Nyagub DKI 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun