Mohon tunggu...
Revaputra Sugito
Revaputra Sugito Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

We Love Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Apa 2 Komisioner KPK Berangkat ke Korea Menemui Jokowi?

20 Mei 2016   05:45 Diperbarui: 20 Mei 2016   13:13 3097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jawaban seperti itu adalah Jawaban asal-asalan. Jawaban yang tidak substantive dan merupakan Pembelaan yang sangat kekanak-kanakan dan mudah dipatahkan argumennya.

Gubernur DKI diberi wewenang Undang-undang untuk membangun Jakarta dengan dana Rp.60 Trilyun. Dana itu untuk membangun Jakarta baik membangun Sarana Prasarana dan Infrastruktur, Pembelanjaan Barang-barang kebutuhan Pemerintah, Mensejaterakan Warga Jakarta termasuk Pendidikan masyarakat, dan lain-lainnya.

Tetapi dari dana yang tersedia ternyata hanya digunakan Gubernur sebanyak Rp.21 Trilyun. Logika kita akan secara langsung mengatakan Gubernur tersebut memang tidak mampu mengelola sumber daya yang ada. Gubernur tidak mampu membangun Jakarta seperti apa yang sudah direncanakan sebelumnya. 3 masalahnya adalah : Perencanaan yang Tidak Komprehensif, Ada Kendala Dalam Managemen Pemprov DKI atau Kepemimpinan Gubernur (Ketokohannya) tidak mampu membina bawahannya.

Kalau bicara tentang Penyelamatan Anggaran dari korupsi tentu harus dilihat detail pembelanjaannya. Memangnya Teman Ahok punya data berapa dana yang sudah diselamatkan Ahok? Saya pastikan tidak akan ada sama sekali. Fakta lain LHP BPK menyatakan ada Ketidak-wajaran dalam keuangan Pemprov DKI tahun 2014.

Lalu untuk Tahun 2015, sampai akhir semester I (Juli 2015) Serapan Anggaran DKI hanya 18% (Paling rendah se Indonesia). Lebih rendah dari 2 Propinsi Baru yaitu Kalimantan Utara dan Papua. Ahok sempat menyalahkan Mendagri pada awal Oktober 2015 dimana menurut Ahok Mendagri lambat mensahkan RAPBD Perubahan. Padahal kita semua tahu bahwa saat itu Ahok berkelahi terus-terusan dengan DPRD DKI sehingga Mendagri mendapat 2 versi RAPBD.

Minggu Kedua November Penyerapan Anggaran DKI baru 34%. Dari FITRA mengkritik keras Ahok dan mengatakan pemprov DKI memalukan prestasinya karena kalah dengan 2 Propinsi Terbaru. Begitu juga dari Koalisi Masyarakat Pemantau Legislatif (KOPEL) melaporkan selama 4 tahun terakhir Pemprov DKI yang selalu paling telat menyerap anggaran maupun menyusun RAPBD tahun berikutnya. Padahal SDM DKI adalah yang terbaik dari propinsi lainnya.

Direktur KOPEL, Syamsudin juga heran karena Pemprov DKI telat sekali mengirim RAPBD ke DPRD DKI. Itu artinya DPRD DKI hanya punya 1 hari untuk membahas RAPBD senilai Rp. 64 Trilyun dengan mata Pembelanjaan 700 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Menurutnya dengan waktu yang mepet tersebut rawan pengontrolan dan berpeluang menimbulkan Korupsi nantinya.

Jadi dari rekam jejak Penyerapan Anggaran DKI tahun 2014 dan tahun 2015 bisa dikatakan Ahok tidak mampu membangun Jakarta dengan baik. Ahok sengaja atau tidak sengaja menyia-nyiakan anggaran yang sudah ada sehingga masalah Jakarta lambat diselesaikan.

**Ahok Sangat Tidak Transparan. Dana CSR, Dana Koofesien Bangunan Tingkat dan Dana Kontribusi Tambahan Terbukti Tidak Jelas Sama Sekali**

Pada tulisan terdahulu saya sudah bahas defenisi-defenisi dari dana-dana ini. Dana CSR adalah sumbangan dari Pihak Swasta maupun BUMN untuk Kesejahteraan Masyarakat Jakarta. Pada saat Jokowi masih jadi Gubernur, dana ini yang dipakai untuk Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar.

Dana Koofesien Bangunan Tingkat adalah Dana Kompensasi dari Korporat (Pengembang) yang membangun bangunan bertingkat di Jakarta. Semakin tinggi (semakin banyak tingkatnya) bangunan yang dibangun maka semakin banyak yang harus dikompensasikan ke masyarakat Jakarta. Bangunan itu mengurangi area Ruang Terbuka Publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun