Abstrak
Artikel ini membahas penerapan strategi diferensiasi dalam pembelajaran matematika di SMAN 106 Jakarta, khususnya di kelas X-2, untuk menangani keberagaman kebutuhan belajar siswa. Pembelajaran berdiferensiasi bertujuan menyesuaikan proses belajar-mengajar dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan masing-masing siswa. Berdasarkan teori multiple intelligences oleh Howard Gardner, artikel ini menguraikan strategi diferensiasi yang meliputi konten, proses, produk, dan lingkungan pembelajaran. Studi kasus ini menggunakan data dari observasi dan praktik mengajar di kelas X-2, yang menunjukkan pentingnya penerapan strategi diferensiasi untuk meningkatkan keterlibatan dan pemahaman siswa.
Kata Kunci: pembelajaran berdiferensiasi, matematika, multiple intelligences, strategi pembelajaran, pendidikan
Pendahuluan
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pendekatan yang bertujuan untuk menyesuaikan proses belajar-mengajar dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan masing-masing siswa. Dalam konteks pembelajaran matematika di SMAN 106 Jakarta, khususnya di kelas X-2, strategi ini menjadi sangat relevan mengingat keberagaman karakteristik dan kebutuhan belajar siswa. Penerapan strategi diferensiasi dalam pembelajaran matematika bertujuan untuk memastikan setiap siswa dapat memahami materi sesuai dengan kapasitas mereka. Menurut Tomlinson , pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan keterlibatan dan pemahaman siswa, serta menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif (Tomlinson, 2001). Levy juga menambahkan bahwa penerapan pembelajaran berdiferensiasi dapat membantu siswa mencapai dan melebihi standar yang telah ditetapkan (Levy, 2008).
Landasan Teoritis
Pembelajaran berdiferensiasi berakar pada teori multiple intelligences yang diperkenalkan oleh Howard Gardner (1983). Gardner mengidentifikasi bahwa setiap individu memiliki berbagai jenis kecerdasan, termasuk kecerdasan logis-matematis, linguistik, dan spasial. Menurut Gardner, pengakuan terhadap keberagaman potensi siswa adalah kunci untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan efektif (Gardner, 1983).
Tomlinson (2001) menekankan bahwa pembelajaran berdiferensiasi melibatkan penyesuaian dalam konten, proses, produk, dan lingkungan belajar untuk memenuhi kebutuhan unik setiap siswa. Diferensiasi konten berarti menyediakan materi pelajaran yang bervariasi dan menyesuaikan tingkat kesulitan dengan kemampuan siswa. Diferensiasi proses melibatkan penggunaan berbagai metode pengajaran untuk memastikan siswa dapat memahami materi sesuai dengan gaya belajar mereka
Heacox (2002) menambahkan bahwa diferensiasi produk memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih cara mereka menampilkan pemahaman mereka, sedangkan diferensiasi lingkungan mencakup penyediaan lingkungan belajar yang fleksibel dan ramah.
Dalam kegiatan belajar mengajar, diferensiasi dapat melibatkan segala aspek cotnothnya aspepk kebudayaan. Mengajak siswa untuk berbagi cerita tentang budaya masing-masing dan bekerja sama dalam proyek kelompok yang berhubungan dengan budaya, tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa tentang keberagaman budaya, tetapi juga memperkuat rasa saling menghargai di antara mereka. Proyek ini membantu siswa memahami bahwa keberagaman adalah kekuatan dan setiap budaya memiliki nilai dan keunikan yang patut dihargai (Mirawati & Susanto, 2022).
Selain itu, ada pula diferensiasi dengan melibatkan teknologi. Penggunaan teknologi dalam pembelajaran matematika untuk siswa berbakat cerdas istimewa memberikan dampak positif yang signifikan. Teknologi memungkinkan siswa untuk belajar dengan cara yang lebih interaktif dan menarik. Misalnya, penggunaan aplikasi matematika interaktif membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang kompleks dengan lebih mudah. Selain itu, teknologi juga memungkinkan guru untuk memberikan umpan balik yang cepat dan tepat waktu, sehingga siswa dapat memperbaiki kesalahan mereka dengan segera (Ambarwati & Firmansyah, 2022).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang melibatkan observasi dan praktik mengajar di kelas X-2 SMAN 106 Jakarta. Data dikumpulkan melalui observasi langsung, angket, dan evaluasi diagnostik yang dilakukan pada awal semester. Hasil observasi digunakan untuk mengidentifikasi keberagaman kebutuhan belajar siswa dan menerapkan strategi diferensiasi dalam pembelajaran matematika.
Â
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas X-2 memiliki karakteristik yang beragam, baik dari segi usia, status sosial-ekonomi, perkembangan emosi, sosial, moral, spiritual, motorik, dan kesiapan belajar. Berdasarkan hasil observasi, siswa kelas X-2 memiliki usia yang bervariasi, status sosial-ekonomi menengah ke bawah, dan pekerjaan orang tua yang beragam, termasuk karyawan swasta, buruh, dan ibu rumah tangga. Penelitian oleh Westwood mendukung temuan ini, yang menyatakan bahwa latar belakang sosial-ekonomi dan usia siswa dapat mempengaruhi kebutuhan belajar mereka (Westwood, 2007).
Dari segi perkembangan emosi, siswa menunjukkan keberagaman yang signifikan, seperti mudah menangis, sensitif, humoris, tidak suka keributan, panic attack, dan biasa-biasa saja. Sousa menekankan pentingnya memahami perkembangan emosi siswa untuk menciptakan strategi pembelajaran yang efektif (Sousa, 2009).
Kemampuan sosial siswa juga cukup baik, terlihat dari interaksi positif antar siswa dan kepedulian mereka terhadap teman yang kesulitan belajar. Studi oleh Brighton et al. menunjukkan bahwa kemampuan sosial yang baik dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran kolaboratif (Brighton et al., 2005).
Moral dan spiritual siswa kelas X-2 sudah baik, ditunjukkan dengan penerapan 5S, mengingat jadwal ibadah, dan sikap sopan terhadap teman dan orang yang lebih tua. Semua siswa di kelas ini beragama Islam dan menjalankan ibadah dengan teratur. Perkembangan motorik siswa kelas X-2 juga cukup baik, dengan banyak siswa yang tertarik pada kegiatan olahraga dan pembelajaran yang melibatkan aktivitas fisik. Mereka memiliki hobi yang beragam, seperti basket, sepak bola, dan renang. Namun, perkembangan motorik dalam mata pelajaran matematika perlu ditinjau lebih lanjut. Penelitian oleh Gregory dan Chapman menunjukkan bahwa keterlibatan dalam aktivitas fisik dapat meningkatkan konsentrasi dan pemahaman siswa dalam pembelajaran (Gregory & Chapman, 2012).
Kesiapan belajar siswa kelas X-2 menunjukkan minat yang cukup dalam pelajaran matematika, meskipun hanya 25% yang benar-benar berminat. Kemampuan awal siswa bervariasi, dengan skor diagnostik rata-rata 48,9. Gaya belajar siswa lebih cenderung pada pembelajaran berkelompok, audio-visual, dan kinestetik. Motivasi belajar siswa bervariasi, termasuk keinginan masuk PTN, menyenangkan orang tua, dan melihat teman yang pintar. Tomlinson menekankan bahwa memahami gaya belajar dan motivasi siswa sangat penting dalam merancang strategi pembelajaran yang efektif (Tomlinson, 2014).
Budaya kelas menunjukkan penerapan 5S, kebiasaan kelas, penggunaan handphone, dan tata letak meja kursi yang mendukung pembelajaran. Dalam implementasi strategi diferensiasi, langkah-langkah yang diambil meliputi evaluasi awal kemampuan siswa, perencanaan pembelajaran yang fleksibel, pelaksanaan pembelajaran yang bervariasi, penggunaan teknologi sebagai alat bantu, dan evaluasi berkala terhadap efektivitas strategi. Penggunaan Google Classroom untuk menyediakan materi pembelajaran dan tugas, serta penyesuaian strategi berdasarkan umpan balik siswa, merupakan solusi efektif dalam menghadapi kendala yang dihadapi. Levy menggarisbawahi pentingnya teknologi dalam mendukung penerapan pembelajaran berdiferensiasi (Levy, 2008).
Dalam penerapan strategi diferensiasi di kelas X-2, guru menggunakan berbagai metode untuk menyesuaikan pembelajaran matematika dengan kebutuhan siswa. Materi matematika yang diajarkan di kelas X-2 meliputi topik-topik seperti aljabar, geometri, trigonometri, dan statistik. Diferensiasi konten dilakukan dengan menyediakan materi pelajaran yang bervariasi dan menyesuaikan tingkat kesulitan dengan kemampuan siswa. Misalnya, untuk topik aljabar, siswa dengan kecerdasan logis-matematis yang tinggi diberikan soal-soal yang lebih kompleks yang melibatkan persamaan dan pertidaksamaan, sementara siswa yang kesulitan diberikan latihan yang lebih sederhana seperti operasi dasar aljabar.
Dalam kelas X-2, siswa juga dilibatkan dalam pembelajaran berbasis proyek yang mengintegrasikan penggunaan teknologi. Misalnya, siswa menggunakan aplikasi Canva untuk membuat presentasi PPT yang menjelaskan konsep-konsep dalam matematika secara visual dan menarik. Namun, dalam praktiknya, ditemukan beberapa kendala, seperti ketidakfokusan siswa selama presentasi karena cahaya yang kurang mendukung, serta ketidakaktifan dalam diskusi tanya jawab. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan diferensiasi yang lebih efektif agar siswa dapat lebih fokus dan aktif dalam pembelajaran.
Diferensiasi produk memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih cara mereka menampilkan pemahaman mereka. Misalnya, pada topik statistik, siswa dapat memilih antara membuat presentasi, menulis laporan, atau membuat proyek visual seperti grafik dan diagram untuk menunjukkan pemahaman mereka tentang data dan analisis statistik. Diferensiasi lingkungan mencakup penyediaan lingkungan belajar yang fleksibel dan ramah. Pengaturan ruang kelas disesuaikan agar siswa dapat bekerja dalam kelompok atau secara individu sesuai dengan kenyamanan mereka.
Untuk mengatasi kendala ketidakfokusan siswa, saya mempersiapkan Google Classroom untuk menyediakan PPT, flipbook, video, penugasan, LKPD, dan materi lainnya. Selain itu, saya mengurangi kegiatan presentasi di awal materi oleh siswa karena mereka mengeluh tidak memahami materi baru tersebut. Saya juga mengamati bahwa siswa kelas X-2 cenderung individualis dan tidak aktif dalam kegiatan kelompok. Oleh karena itu, saya mengembangkan pendekatan yang berfokus pada kolaborasi, daya saing, dan komunikasi siswa melalui tugas individu dan kelompok.
Kesimpulan
Penerapan strategi diferensiasi dalam pembelajaran matematika di SMAN 106 Jakarta, khususnya di kelas X-2, merupakan langkah penting untuk menangani keberagaman kebutuhan belajar siswa. Dengan menyesuaikan konten, proses, produk, dan lingkungan pembelajaran, guru dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih inklusif dan efektif. Melalui pendekatan ini, diharapkan siswa dapat lebih terlibat dalam proses belajar-mengajar dan mencapai pemahaman yang lebih mendalam terhadap materi pelajaran.
Referensi
Ambarwati, R., & Firmansyah, F. (2022). Pengaruh Pembelajaran Berdiferensiasi terhadap Pemah
Burns, M. (2007). About Teaching Mathematics: A K-8 Resource.
Gardner, H. (1983). Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. New York: Basic Books.
Gregory, G. H., & Chapman, C. (2012). Differentiated Instructional Strategies: One Size Doesn't Fit All. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.
Hall, T., Meyer, A., & Rose, D. H. (2012). Universal Design for Learning in the Classroom: Practical Applications. Guilford Press.
Heacox, D. (2002). Differentiating Instruction in the Regular Classroom: How to Reach and Teach All Learners. Minneapolis, MN: Free Spirit Publishing.
Levy, H. M. (2008). Meeting the Needs of All Students through Differentiated Instruction: Helping Every Child Reach and Exceed Standards. The Clearing House: A Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas, 81(4), 161-164.
Mirawati, A., & Susanto, S. (2022). Pembelajaran Berdiferensiasi untuk Siswa Berbakat Cerdas Istimewa. Jurnal Pendidikan Matematika, 14(1), 45-58.
Pierce, R. L., & Adams, C. M. (2004). Differentiation That Really Works: Math. Prufrock Press Inc.
Sousa, D. A. (2009). How the Brain Learns Mathematics. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.
Tomlinson, C. A. (2001). How to Differentiate Instruction in Mixed-Ability Classrooms. Alexandria, VA: ASCD.
Tomlinson, C. A. (2014). The Differentiated Classroom: Responding to the Needs of All Learners. 2nd ed. Alexandria, VA: ASCD.
VanTassel-Baska, J., & Stambaugh, T. (2005). Challenges and Opportunities in Serving Gifted Learners in Inclusive Classrooms. Theory Into Practice, 44(3), 211-217.
Westwood, P. (2007). What Teachers Need to Know about Differentiated Instruction. Camberwell, Victoria: ACER Press.
Wormeli, R. (2006). Fair Isn't Always Equal: Assessing and Grading in the Differentiated Classroom. Portland, ME: Stenhouse Publishers.
BIODATA PENULIS
Retno Enjelita Hutasoit lahir di Kota Sibolga, 09 Juni 2001. Penulis memiliki minat dalam menggambar dan bernyanyi. Adapun aktivitas penulis saat ini adalah sebagai mahasiswa PPG Calon Guru di Universitas Indraprasta PGRI. Penulis memiliki akun media sosial Instagram: @aleummdaun, dan Email: retnoenjelita9.1@gmail.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H