MEMPOSISIKAN KEMBALI BAHASA INDONESIA, BAHASA DAERAH, DAN
BAHASA ASING DI INDONESIA
Oleh
RETI
VERA SARDILA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
Abstrak
Pokok masalah yang diajukan pada paper ini adalah perlunya meninjau kembali posisi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan model pendidikan dan pengajaran bahasa di Indoneisa. Masalah tersebut didasarkan pada dua asumsi.Â
Di satu sisi, bahasa sering dianggap sebagai bidang yang kurang penting apabila dibandingkan dengan bidang lain; di sisi lain, pendidikan dan pengajaran bahasa di Indonesia belum didasarkan pada potensi kedwibahasaan dan prinsip-prinsip literasi.
 Dengan membandingkan model-model pendidikan bahasa di sejumlah negara dengan pendidikan bahasa di Indonesia, pada paper ini ditawarkan sebuah model pendidikan bahasa yang tidak hanya mengajarkan bahasa sebagai mata pelajaran, tetapi sebagai media pengajaran dengan mempertimbangkan ketiga kelompok bahasa di atas secara demokratis. Untuk itu, dalam pengajaran bahasa pemaduan kandungan materi ke dalam bahasa disarankan untuk diterapkan.
Kata kunci: model, bahasa, kedwibahasaan, literasi
PENDAHULUANÂ
Paper ini berkenaan dengan bagaimana Bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing seharusnya diperlakukan atau diposisikan dari sudut pandang demokrasi bahasa. Untuk itu, perlu dilihat kembali kedudukan ketiga kelompok bahasa tersebut. Pada saat yang sama, untuk mendapatkan model pendidikan dan pengajaran bahasa yang cocok, juga perlu disimak kembali bagaimana ketiga kelompok bahasa itu diajarkan.Â
Pokok masalah ini didasarkan pada dua asumsi fundamental. Pertama, bahasa sering dianggap sebagai bidang yang periperal apabila dibandingkan dengan bidang lain. Kedua, pendidikan dan pengajaran bahasa di Indonesia yang multikultural dan multilingual ini belum didasarkan pada potensi kedwibahasaan dan prinsip-prinsip literasi.
Setelah mereview beberapa model pendidikan kedwibahasaan di sejumlah negara dan membandingkan model-model itu dengan pendidikan bahasa di Indonesia, pada paper ini ditawarkan sebuah model pendidikan bahasa yang mempertimbangkan ketiga kelompok bahasa tersebut sebagai media pengajaran, tidak sebatas sebagai mata pelajaran. Untuk melengkapi model tersebut, disarankan untuk menerapkan pengajaran bahasa yang memadukan kandungan materi ke dalamnya.
PEMBAHASANÂ
Pendidikan Bahasa dan Literasi
Pada kelompok pertama, sebagai bahasa nasional di Indonesia dan sebagai alat komunikasi secara luas sekaligus, Bahasa Indonesia digunakan sebagai media pengajaran di semua tingkat pendidikan, dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Selain itu, Bahasa Indonesia juga diajarkan sebagai mata pelajaran selama 6 tahun di sekolah dasar, 3 tahun di sekolah lanjutan pertama, 3 tahun di sekolah lanjutan atas, dan setidaknya satu tahun di perguruan tinggi (kecuali di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, bahasa ini dalam berbagai bentuk diajarkan di sepanjang program).Â
Secara historis, penggunaan Bahasa Indonesia sebagai media pengajaran tidak dapat dilepaskan dari pemilihan bahasa ini sebagai bahasa nasional ketika dikumandangkan Sumpah Pemuda pada tahun 1928 Untukpembentukan bangsa, pemilihan itu menguntungkan, meskipun mengesampingkan peranan bahasa-bahasa daerah besar seperti bahasa Jawa dan Sunda (Alisyahbana, 1984a: 48) dalam mewariskan sastra dan kebudayaan.
Pada kelompok kedua, bahasa-bahasa daerah yang berjumlah lebih dari 500 buah digunakan sebagai alat komunikasi di masyarakat pendukung bahasa-bahasa itu, tetapi tidak semua bahasa itu digunakan sebagai media pengajaran, kecuali hanya di daerah-daerah dengan siswa yang belum siap untuk menggunakan Bahasa Indonesia sampai tahun ketiga di sekolah dasar.Â
Bahasa-bahasa daerah yang mempunyai peranan penting dalam tradisi dan seni diajarkan sebagai mata pelajaran dari sekolah dasar sampai sekolah menengah pertama/atas. Demikian juga, di Jurusan Bahasa Daerah, bahasa daerah diajarkan di universitas di sepanjang program.
Pada kelompok terakhir, bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah lanjutan pertama selama 3 tahun, di sekolah lanjutan atas 3 tahun, dan di universitas 1 tahun. Akan tetapi, di jurusan bahasa asing, misalnya Bahasa Inggris, bidang ini, dalam berbagai bentuk diajarkan di sepanjang program. Meskipun Bahasa Inggris tidak digunakan sebagai alat komunikasi di masyarakat, bahasa tersebut diajarkan sebagai mata pelajaran wajib di semua tingkat pendidikan di atas, kecuali di sekolah dasar.
Sebagai akibat dari kondisi di atas, pelaksanaan pendidikan ketiga kelompok bahasa tersebut saling berkompetisi dalam hal pembentukan identitas nasional di satu sisi dan kebijakan pemerintah di sisi lain. Pendidikan Bahasa Indonesia diarahkan untuk kepentingan nasional, dan pada saat yang sama, bahasa-bahasa daerah diajarkan sebagai mata pelajaran terutama untuk melestarikan budaya lokal (meskipun hanya bersifat superfisial), sedangkan bahasa asing ditempatkan sebagai sarana instrumental.
Dampak yang paling menonjol adalah bahwa kurikulum nasional harus berisi Bahasa Indonesia standar, dan dalam pelaksanaannya, target ambisius dicanangkan agar penutur Bahasa Indonesia dapat menggunakannya secara baik dan benar di berbagai ranah. Dampak berikutnya adalah bahasa-bahasa daerah secara praktis terabaikan. Bahasa-bahasa ini, terutama beberapa bahasa daerah yang mempunyai penutur dalam jumlah besar, hanya digunakan secara lokal.Â
Pada masyarakat yang multicultural dan multilingual, tidaklah pada tempatnya untuk tidak memposisikan dan mempromosikan bahasa-bahasa daerah dengan cara yang sama seperti memperlakukan Bahasa Indonesia. Memang betul bahwa sudah sering disepakati bahwa bahasa-bahasa daerah harus dilestarikan untuk mendukung kebudayaan lokal, tetapi tindakan yang nyata untuk menempatkan bahasa daerah dalam kerangka pendidikan bahasa yang terencana secara keseluruhan tidak pernah dilakukan (Sugono, 2019).
Demikian pula, dampak negatif juga dialami oleh bahasa-bahasa asing di negara ini. Bahasa-bahasa ini ditempatkan di kurikulum hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan intrumental, terutama untuk memenuhi keperluan pasar kerja. Keindahan sastra dan kesalingmengertian budaya asing melalui pengajaran bahasa asing jarang tersentuh, kecuali di jurusan bahasa asing di perguruan tinggi.
Pendidikan Bahasa di Latar Multilingual dan Multikultural
Pendidikan bahasa di latar multilingual dan multikultural memiliki tantangan dan potensi yang unik. Latar belakang multilingual dan multikultural menciptakan lingkungan belajar yang kaya dan beragam, namun juga memerlukan pendekatan pendidikan yang sesuai untuk memastikan semua siswa merasa didukung dan terlibat.
Salah satu tantangan utama dalam pendidikan bahasa di latar multilingual adalah bagaimana mengakomodasi perbedaan bahasa dan budaya siswa. Guru perlu memahami keberagaman bahasa dan budaya siswa mereka, serta menggunakan strategi pengajaran yang memungkinkan semua siswa untuk belajar dengan efektif.Â
Hal ini dapat melibatkan penerapan metode pengajaran yang responsif terhadap keberagaman, seperti penggunaan bahasa ibu siswa sebagai alat bantu pembelajaran, integrasi konten budaya dalam kurikulum, dan dukungan bagi siswa untuk mempertahankan dan mengembangkan kemampuan bahasa mereka.
Di sisi lain, latar multilingual dan multikultural juga memberikan potensi besar bagi pendidikan bahasa. Siswa memiliki kesempatan untuk belajar dari berbagai perspektif budaya dan bahasa, yang dapat memperkaya pemahaman mereka tentang dunia. Guru dapat memanfaatkan keberagaman ini untuk mendorong kolaborasi antar siswa, mempromosikan pemahaman lintas budaya, dan membangun keterampilan komunikasi antarbudaya.
Selain itu, pendidikan bahasa di latar multilingual dan multikultural juga dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan multilingualisme, yang merupakan aset berharga di dunia global saat ini. Dengan mempelajari lebih dari satu bahasa, siswa dapat meningkatkan peluang karir mereka dan menjadi warga global yang lebih terbuka dan toleran.
Dengan demikian, pendidikan bahasa di latar multilingual dan multikultural memerlukan pendekatan yang responsif terhadap keberagaman siswa, namun juga menawarkan potensi besar bagi pengayaan belajar siswa. Guru dan lembaga pendidikan perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung bagi semua siswa, sambil memanfaatkan keberagaman sebagai sumber daya pendidikan yang berharga.
Sistem pendidikan bahasa di Indonesia adalah monolingual, dan Bahasa Indonesia adalah satu-satunya bahasa yang digunakan sebagai media pengajaran secara formal. Betul bahwa di beberapa daerah bahasa-bahasa daerah dapat digunakan di sekolah dasar sampai tahun ketiga, tetapi hal ini dilakukan hanya untuk memberi kesempatan kepada anak-anak untuk menggunakan bahasa daerah sebelum mereka siap beralih ke dalam Bahasa Indonesia (Mahsun, 2018).
Mengajarkan Bahasa Bersama-sama dengan Mengajarkan Bidang Ilmu
Mengajarkan bahasa bersama-sama dengan mengajarkan bidang ilmu adalah pendekatan pendidikan yang menarik dan efektif, terutama dalam konteks pendidikan multilingual dan multikultural. Pendekatan ini mengintegrasikan pembelajaran bahasa dengan pembelajaran bidang ilmu, sehingga siswa dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang bahasa dan konten pelajaran secara bersamaan.
Pada dasarnya model ini merupakan model pengajaran bahasa yang didasarkan pada pemaduan antara materi yang diajarkan dan bahasa yang digunakan untuk mengajarkan materi tersebut. Alasan yng mendasari model ini adalah bahwa media yang digunakan untuk mengajarkan materi adalah bahasa, maka materi itu tidak akan dikuasai kalau bahasa yang digunakan untuk menyampaikannya tidak dikuasai.Â
Sebagai contoh, mengajarkan biologi dapat dilakukan besama-sama dengan mengajarkan bahasa yang digunakan, dan dengan demikian, konsep-konsep biologi yang diajarkan hanya akan dipahami kalau bahasa yang digunakan untuk menggambarkan konsep itu dimengerti. Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa materi disampaikan melalui penggunaan bahasa, dan kegiatan belajar mengajar diimplementasikan dengan mengaktifkan ketrampilan berbahasa (membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan) untuk mengungkapkan bidang ilmu yang dipelajari. Dengan kata lain, model ini adalah model pengajaran bahasa yang didasarkan pada kandungan materi yang disusupkan ke dalam kegiatan berbahasa (Fadjar, 2018).
Salah satu manfaat utama dari mengajarkan bahasa bersama-sama dengan mengajarkan bidang ilmu adalah bahwa siswa dapat belajar bahasa sambil mempelajari konten yang relevan dan menarik bagi mereka.Â
Misalnya, dalam pembelajaran matematika, siswa dapat belajar tentang konsep matematika sambil memperdalam pemahaman mereka tentang kosakata dan struktur bahasa. Hal ini tidak hanya membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa, tetapi juga membantu mereka mengembangkan keterampilan bahasa yang lebih kuat karena mereka menggunakan bahasa dalam konteks yang nyata dan relevan.
Selain itu, mengajarkan bahasa bersama-sama dengan mengajarkan bidang ilmu juga memungkinkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan analitis dalam bahasa yang mereka pelajari. Ketika siswa menggunakan bahasa untuk memahami dan menjelaskan konsep-konsep ilmiah atau matematika, mereka secara tidak langsung melatih kemampuan mereka dalam berpikir secara logis dan analitis, serta memperkuat pemahaman mereka tentang bahasa.
Pendekatan ini juga mendukung inklusi siswa multilingual dalam pembelajaran bidang ilmu. Dengan mengintegrasikan pembelajaran bahasa dengan pembelajaran bidang ilmu, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung bagi semua siswa, tanpa membedakan antara siswa berbahasa ibu Inggris dengan siswa berbahasa ibu lainnya. Hal ini membantu memastikan bahwa semua siswa merasa didukung dan terlibat dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, mengajarkan bahasa bersama-sama dengan mengajarkan bidang ilmu memiliki banyak manfaat bagi siswa multilingual dan multikultural. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat keterampilan bahasa siswa, tetapi juga membantu mereka memahami dan menguasai konten pelajaran dengan lebih baik. Oleh karena itu, pendekatan ini layak dipertimbangkan oleh guru dan lembaga pendidikan sebagai cara yang efektif untuk meningkatkan pembelajaran siswa dalam konteks multilingual dan multikultural.
PENUTUP
Setelah mereview beberapa model pendidikan kedwibahasaan di sejumlah negara dan membandingkan model-model itu dengan pendidikan bahasa di Inodneisa, pada paper ini telah ditawarkan sebuah model pendididkan bahasa yang mempertimbangkan ketiga kelompok bahasa tersebut sebagai media pengajaran, tidak sebatas sebagai mata pelajaran.Â
Untuk melengkapi model tersebut, telah disarankan untuk menerapkan pengajaran bahasa yang memadukan kandungan materi ke dalamnya. Penerapan model pendidikan dan pengajaran bahasa seperti itu ternyata telah mempraktekkan pelaksanaan pengembangan literasi yang mengedepankan fungsi masing-masing bahasa yang ada di Indonesia.
Akan tetapi, penerapan model tersebut dalam praktek pendidikan dan pengajaran bahasa mungkin akan menimbulkan implikasi sebagai berikut:
Promosi bahasa-bahasa daerah untuk dijadikan bahasa pengantar di sekolah hendaknya tidak dianggap sebagai distorsi terhadap peranan Bahasa Indonesia sebagai alat untuk meng-Indonesia-kan seluruh megara pada konteks modernisasi (Alisyahbana, 1984b). Sebaliknya, pada konteks hak berbahasa, dengan mengacu pada Penjelasan Tambahan UUD 1945, usaha seperti itu akan mendukung corak pluralitas budaya Indonesia.
Kesulitan mungkin timbul apakah bahasa daerah yang diharapkan untuk dipakai sebagai media pengajaran dapat mengungkapkan wilayah ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang berkaitan dengan rentangan kosakatanya, sedangkan Bahasa Indonesia itu sendiri apabila dibandingkan dengan Bahasa Inggris juga belum dapat.
Dari penerapan model pendidikan dan pengajaran bahasa yang ditawarkan di atas hendaknya dianggap sebagai hal yang bermanfaat untuk pengembangan Bahasa Indonesia dan bahasa daerah, bukan sebagai hal yang membahayakan yang dapat merusak sistem fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik kedua kelompok bahasa tersebut.
Penerapan model yang diusulkan di sini membutuhkan reformasi dalam perancangan kurikulum, dan dalam melaksanannya, diperlukan koordinasi yang baik di antara lembaga-lembaga yang terkait dengan pendidikan bahasa pada khususnya dan pendikan secara keseluruhan pada umumnya.
Terkait dengan perancangan kurikulum baru, masalah-masalah yang kemudian mengikuti adalah pelatihan guru, penyediaan buku ajar, serta pengadaan fasilitas dan peralatan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Fadjar. (2018). Bahasa Indonesia, Pendidikan Nasional, dan Kehidupan Berbangsa. Fontibus, 92.
Mahsun. (2018). Bahasa Daerah sebagai Sarana Peningkatan Pemahaman Kondisi Kebhinekaan dalam Ketunggalikaan Masyarakat Indonesia ke Arah Pemikiran dalam Mereposisi Fungsi Bahasa Daerah. Pusat Bahasa, 62.
Sugono, D. (2019). Pol
itik Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI