Pada kelompok terakhir, bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah lanjutan pertama selama 3 tahun, di sekolah lanjutan atas 3 tahun, dan di universitas 1 tahun. Akan tetapi, di jurusan bahasa asing, misalnya Bahasa Inggris, bidang ini, dalam berbagai bentuk diajarkan di sepanjang program. Meskipun Bahasa Inggris tidak digunakan sebagai alat komunikasi di masyarakat, bahasa tersebut diajarkan sebagai mata pelajaran wajib di semua tingkat pendidikan di atas, kecuali di sekolah dasar.
Sebagai akibat dari kondisi di atas, pelaksanaan pendidikan ketiga kelompok bahasa tersebut saling berkompetisi dalam hal pembentukan identitas nasional di satu sisi dan kebijakan pemerintah di sisi lain. Pendidikan Bahasa Indonesia diarahkan untuk kepentingan nasional, dan pada saat yang sama, bahasa-bahasa daerah diajarkan sebagai mata pelajaran terutama untuk melestarikan budaya lokal (meskipun hanya bersifat superfisial), sedangkan bahasa asing ditempatkan sebagai sarana instrumental.
Dampak yang paling menonjol adalah bahwa kurikulum nasional harus berisi Bahasa Indonesia standar, dan dalam pelaksanaannya, target ambisius dicanangkan agar penutur Bahasa Indonesia dapat menggunakannya secara baik dan benar di berbagai ranah. Dampak berikutnya adalah bahasa-bahasa daerah secara praktis terabaikan. Bahasa-bahasa ini, terutama beberapa bahasa daerah yang mempunyai penutur dalam jumlah besar, hanya digunakan secara lokal.Â
Pada masyarakat yang multicultural dan multilingual, tidaklah pada tempatnya untuk tidak memposisikan dan mempromosikan bahasa-bahasa daerah dengan cara yang sama seperti memperlakukan Bahasa Indonesia. Memang betul bahwa sudah sering disepakati bahwa bahasa-bahasa daerah harus dilestarikan untuk mendukung kebudayaan lokal, tetapi tindakan yang nyata untuk menempatkan bahasa daerah dalam kerangka pendidikan bahasa yang terencana secara keseluruhan tidak pernah dilakukan (Sugono, 2019).
Demikian pula, dampak negatif juga dialami oleh bahasa-bahasa asing di negara ini. Bahasa-bahasa ini ditempatkan di kurikulum hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan intrumental, terutama untuk memenuhi keperluan pasar kerja. Keindahan sastra dan kesalingmengertian budaya asing melalui pengajaran bahasa asing jarang tersentuh, kecuali di jurusan bahasa asing di perguruan tinggi.
Pendidikan Bahasa di Latar Multilingual dan Multikultural
Pendidikan bahasa di latar multilingual dan multikultural memiliki tantangan dan potensi yang unik. Latar belakang multilingual dan multikultural menciptakan lingkungan belajar yang kaya dan beragam, namun juga memerlukan pendekatan pendidikan yang sesuai untuk memastikan semua siswa merasa didukung dan terlibat.
Salah satu tantangan utama dalam pendidikan bahasa di latar multilingual adalah bagaimana mengakomodasi perbedaan bahasa dan budaya siswa. Guru perlu memahami keberagaman bahasa dan budaya siswa mereka, serta menggunakan strategi pengajaran yang memungkinkan semua siswa untuk belajar dengan efektif.Â
Hal ini dapat melibatkan penerapan metode pengajaran yang responsif terhadap keberagaman, seperti penggunaan bahasa ibu siswa sebagai alat bantu pembelajaran, integrasi konten budaya dalam kurikulum, dan dukungan bagi siswa untuk mempertahankan dan mengembangkan kemampuan bahasa mereka.
Di sisi lain, latar multilingual dan multikultural juga memberikan potensi besar bagi pendidikan bahasa. Siswa memiliki kesempatan untuk belajar dari berbagai perspektif budaya dan bahasa, yang dapat memperkaya pemahaman mereka tentang dunia. Guru dapat memanfaatkan keberagaman ini untuk mendorong kolaborasi antar siswa, mempromosikan pemahaman lintas budaya, dan membangun keterampilan komunikasi antarbudaya.
Selain itu, pendidikan bahasa di latar multilingual dan multikultural juga dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan multilingualisme, yang merupakan aset berharga di dunia global saat ini. Dengan mempelajari lebih dari satu bahasa, siswa dapat meningkatkan peluang karir mereka dan menjadi warga global yang lebih terbuka dan toleran.