The Secret Diary Halaman all

Bab 7.

?. Mataku berkeliling menyapu seluruh ruangan yang catnya berubah. Serta ada beberapa interior tambahan yang sebelumnya tidak ada.

Seperti foto pernikahan yang terpampang di atas sofa. Begitu melangkahkan kaki masuk kedalam ruang tamu, foto dengan ukuran besar itu langsung terlihat dengan jelas.

"Sayang" Aku menoleh, menatap Mas Agha.

"Dalem Mas. Ayo ke kamar" Aku membantu Mas Agha berdiri. Kemudian kutuntun dia ke kamar.

Ceklek.

Ternyata bukan hanya ruang tamu yang catnya berubah, kamar Mas Agha pun catnya berubah, yang tadinya warna abu-abu menjadi biru langit. Sepertinya Mamah mertua ingin menghadirkan nuansa baru.

"Mau kemana?" Mas Agha menyekal tanganku.

"Mau masukin barang-barang" Jawabku.

"Ohh" Jawab singkat Mas Agha. Setelah itu aku pun berlalu.

****

10 , .

Ceklek.

"Ya Allah, kemana semua barang-barangku?" Aku sangat terkejut melihat ruangan yang menjadi kamar tidurku telah kosong melompong. Bahkan semua barangku tak ada di ruangan ini.

Kuambil nafas banyak-banyak. Kemudian menghembuskannya perlahan lewat hidung. Aku melangkahkan kaki menuju kamar Mas Agha. Ingin memeriksa barang-barangku ada disana apa tidak.

"Apa kamu tidak lelah? Mas perhatikan kamu belum istirahat sejak tadi" Mas Agha yang berbaring di atas kasur sembari menutup matanya dengan lengan kanannya, bertanya padaku.

"Hehe, enggak Mas" Jawabku canggung.

Krek.

Kubuka lemari yang ada di samping ranjang. Ternyata benar, semua barangku ada di lemari ini. Kuambil baju dan barang yang kubutuhkan lainnya.

"Mau kemana lagi?"

"Mandi" Tubuhku sudah lengket dengan keringat.

Mas Agha tak berkata lagi. Aku pun segera berlalu ke kamar mandi.

****

"Semalam kamu tidur di mana?"

"Di ruang kekeluarga" Mas Agha langsung menoleh kearahku. Menatapku tajam.

"Kenapa?"

"Hehe, ketiduran Mas. Udah ya Mas, aku mau nengok sayur dulu, takut gosong" Dari pada terus diintrogasi, lebih baik aku kabur.

Kutinggalkan Mas Agha yang sedang berjemur di taman belakang. Menyelesaikan masakan yang belum selesai.

Semalam, aku memang tidur di ruang keluarga.

****

"Alhamdulillah sudah siap semuanya" Kuseka peluh yang membasahi kening. Kini, aku telah selesai memasak.

"Waktunya sarapan" Kulangkahkan kaki menuju taman belakang. Menjemput Mas Agha.

"Mau mandi dulu, atau makan dulu Mas?"

"Mandi dulu, gerah"

"Ok" Kutuntun tubuh suamiku ke kamar mandi. Kududukkan dia diatas closet. Setelah itu aku mengambil handuk.

****

"Bismillah" Aku mengucap basmalah dan do'a sebelum makan, ketika akan menyuapi Mas Agha. Kulihat matanya berair, begitu mendengar ucapan basmalahku. Natah kenapa, aku tidak tau.

"Hufft, kenapa rasanya kosong banget ya?" Celetuknya.

"Apanya yang kosong, Mas?" Aku tak mengerti dengan celetukannya.

"Di dalam sini, terasa ada yang kosong. Tapi aku nggak tau apa itu" Menunjuk dadanya sendiri.

Tiba-tiba suasana menjadi canggung.

"Ehem" Aku berdehem untuk menghilangkan kecanggungan ini.

"Mas mau hatinya nggak kosong lagi?" Mas Agha mengangguk. Aku tersenyum bahagia. Aku merasa, Allah telah memberikan hidayah pada suamiku melalui musibah ini. Semoga saja memang benar.

Satu kali menyuapi Mas Agha, satu kali juga aku menyuapi diriku sendiri. Begitu terus hingga nasi serta lauk pauk di piring habis.

Selesai sarapan, aku langsung menyuruh Mas Agha meminum obat dari dokter. Agar luka bekas operasinya cepat sembuh. Kemudian kuajak ia ke ruang keluarga.

"Nanti malam, kamu harus tidur di kamar, jangan disini, dingin" Ucap Mas Agha.

"Insya Allah Mas" Jujur saja, aku masih ragu untuk tidur bersamanya.

Klik.

Aku menyalakan televisi yang tersambung dengan youtube.

Ilaahii lastu lil firdausi ahlaan, wa laa aqwaa 'alaa naaril jahiimi

Fahablii taubatan waghfir zunuubii, fa innaka ghaafirudzdzambil 'azhiimi

Dzunuubii mitslu a'daadir rimaali, fa hablii taubatan yaa dzaaljalaali

Lirik syair Abu Nawas terdengar mengalun merdu. Menggetarkan hati manusia.

Siapa yang tak meneteskan air mata, ketika mendengar syair itu?. Hanya manusia yang tak punya hati, yang tidak meneteskan air mata.

Aku larut dalam syair itu. Mengingat betapa banyaknya dosa yang telah aku perbuat selama ini. Kulirik Mas Agha, dia juga ikut menangis.

Begitu sayir itu selesa di nyanyikan, aku pun menghentikan pemutaran.

"Ajari mas solat" Pinta Mas Agha yang masih belum bisa menghentikan tangisnya.

"Siap Mas" Memang ini tujuanku. Aku ingin Mas Agha kembali mengingat Allah. Menjalankan perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-Nya.

"Ayo ke kamar. Sepertinya Mas mengantuk" Aku melihat Mas Agha beberapa kali menguap. Mas Agha mengangguk.

"Jangan lupa baca do'a dulu" Ingatku padanya sebelum memejamkan mata.

"Aku lupa, ajari aku"

Aku mengagguk. Lalu menuntunya membaca do'a sebelum tidur.

"Tidur yang nyenyak Mas" Kuselimuti tubuhnya.

"Waktunya beberes rumah" Aku mulai mencuci peralatan makan bekas sarapan, yang belum sempat aku cuci. Biasanya aku langsung mencicunya tapi, berhubung aku harus mengurus Mas Agha dulu, jadi sekaranglah waktunya untuk mencuci piring.

***

Allah hu Akbar 2

Suara kumandang azan dzuhur terdengar, bertepatan dengaku yang baru saja selesai menjemur pakaian.

"Alhamdulillah" Aku bersyukur, masih bisa mendengar suara azan dzuhur hari ini. Aku diam di tempat, menikmati suara azan, dan menjawabnya.

Memang saat azan, kita disarankan untuk menghentikan aktivitas duniawi. Mendengarkan serta menjawab azan.

Hukum menjawab azan itu wajib. Dan cara menjawab azan itu cukup mudah. Kita tinggal mengikuti mu'azin.

Jika mu'azin mengucapkan Allah hu akbar, jawaban kita juga sama, Allah hu akbar. Dan begitu seterusnya, kecuali di kalimat Hayya 'ala falah, dan Hayya 'alash shalaah, kita menjawabnya dengan kalimat 'laa haula walaa quwwata illa billaah', yang berarti 'tiada daya, dan kekuatan keculai dengan pertolongan Allah'.

Azan telah selesai, aku bergegas kembali ke dalam rumah. Membersihkan diri lalu wudu.

***

Ceklek.

"Ternyata Mas Agha masih tidur" Kugelar sajadah di samping tempat tidur Mas Agha. Berdiri siap menghadap kiblat.

"Allah hu akbar" Kumulai solat 4 roka'atku.

***

, , . , . . Sebuah do'a yang selalu aku panjatkan setelah solat.

Tak lupa, aku juga berdo'a untuk kesembuhan Mas Agha. Selesai berdo'a, kulipat mukenahku.

"Mas" Saat aku menoleh, ternyata Mas Agha sudah bangun. Dan sedang menatap kearahku.

Aku segera menyalimi tangannya. Sebagai rasa hormat padanya.

"Kapan Sayang, aka ?. Mataku berkeliling menyapu seluruh ruangan yang catnya berubah. Serta ada beberapa interior tambahan yang sebelumnya tidak ada.