Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Satu Dekade Catatan Lapangan Peneliti Independen Bidang Gastronomi dan Antropologi Pangan

16 Desember 2024   17:08 Diperbarui: 16 Desember 2024   17:08 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transformasi Diri Sumber : Dokumentasi Pribadi 

Sumber : Youtube Center for Study Indonesian Food Anthropology (MENANGGAPI SUSU IKAN PADA WACANA PROGRAM GIZI PEMERINTAH), jurnalis yang menghubungi dari The Jakarta Post. 

Sumber : Youtube Center for Study Indonesian Food Anthropology (Tanggapan Antropologi Pangan dan Gastronomi Pada Makanan Beku), jurnalis yang menghubungi pikiran-rakyat.com, dengan tautan berita : Apakah Aman Mengonsumsi Makanan Beku Tiap Hari ? Begini Kata Ahli.

Korespondensi Peneliti Independen dengan FAO 

Peneliti Independen melihat berbagai kesempatan dari perspektif lokal, nasional hingga global, keaktifan untuk menampilkan analisis pada suatu fenomena yang sedang terjadi menjadi daya tarik tersendiri karena beberapa hal : 

  • Kemerdekaan menganalisis dari beberapa bukti lapangan, sehingga lebih jujur, terbuka, transparan dan cenderung bisa mewakili masyarakat pada setiap keadaan. 
  • Tidak terikat dengan institusi negara, hal ini tentu akan menjadi perbandingan upah, gaji, jaminan, dan fasilitas. Namun peneliti independen harus bisa ajeg pada fondasi yang sudah dibentuk sejak lama dari berbagai perspektif dan bisa terus relevan dengan zaman. 
  • Lebih bertanggung jawab dari kesiapan kekuatan data empiris, hal ini tentu tidak boleh serta merta asal-asalan karena naungannya diri sendiri yang memberikan efek untuk kerabat-kerabat peneliti di suatu perkumpulan, apalagi jika diberikan amanat menjadi koordinator lapangan (korlap atau sebutan sesama peneliti independen itu RD/Research Director) posisi tertinggi dari perkumpulan penelitian independen. 

Maka dari itu, peneliti independen dibutuhkan untuk keseimbangan analisis, misalnya saya dihubungi oleh FAO untuk menjelaskan studi kasus tentang sistem pangan di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia sudah punya pelaporan sendiri, namun datanya kurang memuaskan di mata global, maka lembaga dunia seperti FAO pun akan melihat analisis lain yang berkesinambungan sebagai referensi lain dan ternyata analisis saya berbanding terbalik dengan laporan dari Pemerintah tentang sistem pangan di Indonesia (dari pemerintah datanya bagus dan sesuai harapan ya seperti biasa target-target pemerintah dilaporkan tercapai, namun saya melihat dan merasakan sendiri harga pangan saja sudah pada mahal, PPN pun sudah 11% jika makan diluar, ibu-ibu bahkan bapak-bapak yang hobi masak di sub-kota sulit mendapatkan aksesnya bukan karena pangan langka namun daya belinya menurut bahkan tidak mampu, produsen sektor makanan pun dilema antara harus mematok harga jual berapa agar bisa laris sedangkan mereka perlu mengupah tenaga kerja yang layak jika sudah ada struktur usaha, pun anak-anak sekolah jika diberi uang saku yang kecil maka tidak ada kualitas asupan. 

Hal ini juga saya perjelas bahwa gaji pekerja di Indonesia hampir habis dibelanjakan bahan pangan ditengah mahalnya biaya akomodasi-transportasi dengan kelas-kelas pelayanan, biaya pendidikan, biaya perawatan lansia jika ada sandwitch generation, sedangkan urusan makan dan pangan itu kebutuhan rutin dimana idealnya untuk kebutuhan Gizi/Asupan orang asia makan itu tidak cukup 1-3x sehari sekarang, tapi ada perkembangan cita rasa seperti makan sudah bisa 6x dengan 2x selingan/camilan/makanan pendamping. Indonesia itu kuantitas tempat kuliner bisa di setiap sudut tempat dan viralisme, jadi pemerintah harus benar-benar paham bagaimana cita rasa dan selera masyarakat Indonesia itu sendiri dan distribusi transaksinya. 

Sumber Gambar : dokumentasi pribadi via email dari FAO
Sumber Gambar : dokumentasi pribadi via email dari FAO

Minat Penelitian Saya 

Sepanjang 10 tahun ini atau satu dekadenya saya meneliti, awalnya tidak terkategori dengan peminatan penelitian, namun saya hanya fokus pada satu kategori besar (MAYOR) : Pangan dan Budaya saja dimana topik gastrononomi sulit sekali untuk menemukan kolaborator penelitiannya pada saat itu, perjalanan penelitian ini yang memantapkan saya mempunyai kategori minat penelitian seperti ini : 

  • Antropologi Pangan dan Etnopangan : Antropologi pangan adalah cabang dari antropologi sosial budaya sebenarnya, jurusan kuliah ini pun muncul dan redup karena harus pragmatis juga mau bekerja dimana dan sebagai apa ? maka dari itu antropologi pangan hanya bisa dinikmati pada penelitian minor saja, padahal antropologi pangan di negara maju katakanlah itu Amerika Serikat dan Inggris bahasan antropologi pangan itu bisa mengungkapkan topik-topik tidak biasa seperti : hubungan pangan dan gender, menu-menu lesbian di suatu resto, kedai kopi LGBT+ , Black Chef (Chef turunan kulit hitam yang sudah tidak etis dipanggil negro karena bersifat kasar dan opensif/menyinggung, namun lebih hormat pengganti kata negro menjadi : Black, People of Colour, bahkan African-American). Antropologi Pangan di Indonesia pun masih abstrak dan tidak terarah, topiknya sering dipaksakan sesuai proyek pemerintah, padahal harus lebih nyentrik misalnya saya meneliti suplemen dan jenis kudapan para Pekerja Seks Komersial dimana pada tahun 2016 hal ini masih diperdebatkan, namun hal ini menarik saya telusuri bahwa tidak semua wanita ingin terjatuh pada pelacuran/prostitusi, namun mereka bingung mendapatkan pemasukan dan tersandera atas berbagai perjanjian, Pemerintah dimana ? Sedangkan Etnopangan sendiri adalah dedikasi saya untuk terus meneliti pangan asli saya sebagai orang sunda dan praktik pertaniannya. Seperti yang saya jelaskan, meneliti tidaklah selalu dikaitkan dengan kebutuhan finansial tapi ada hal-hal personal yang terbentuk menjadi relasi kebutuhannya, kebutuhan dan urgensi saya adalah lahan saya bertani tidak tergusur PSN/Proyek Strategis Nasional Leuwi Keris di Kabupaten Tasikmalaya yang baru saja diresmikan namun faktanya belum selesai. 

Sumber Gambar : dokumentasi pribadi (Working Group Antropologi Pangan pada kelompok cendekiawan gastronomi Italia)
Sumber Gambar : dokumentasi pribadi (Working Group Antropologi Pangan pada kelompok cendekiawan gastronomi Italia)

"Lihatlah sejenak apa yang sedang saya perjuangkan (lahan pertanian dengan model agroforestri/wanatani) dengan terus meneliti"


Sumber : Youtube Gastro Tourism Academy (Kunjungan ke PSN Leuwi Keris pasca diresmikan Presiden). 

  • Anthropocene - Capitalosene : hal ini menjelaskan hubungan manusia dengan makanan dalam konteks perubahan kompleks per zaman. Saya pernah menuliskan artikel di kompasiana dengan judul : Epistemologi Filsafat Pangan di Era Antroposen-Kapitalosen. Hal yang paling menyeramkan dari Kapitalosene/Capitalosen adalah bagaimana megakapitalisme sistem pangan memporak-porandakan keberlangsungan umat manusia entah dari bencana ekologis, ketimpangan pangan yang menyebabkan manusia bahkan makhluk hidup kelaparan karena lahan pertanian berganti menjadi lokasi pertambangan, perumahan cicilan, dan konversi lahan besar-besaran untuk kebutuhan bahan bakar dengan dalih energi terbarukan (biomassa), padahal komoditas pangan masih belum mencukupi.
  • Botanical Cuisine : lokasi saya di pedesaan (Kabupaten) dan saya mentransformasikan menu-menu dari masyarakat sunda yang semua bersumber dari berbagai ekosistem pangan, maka dari itu saya simpulkan, dari satu etnis saja sudah beragam, apalagi jika semua etnis di Indonesia yang berkreasi pun dicontohkan konsumsi etnis dalam acara-acara pemerintah, bukan yang mewah-mewah hidangan kelas atas, jika mau demikian, contohlah hidangan-hidangan kerajaan Indonesia atau menu-menu yang direkomendasikan tokoh bangsa, seperti Bung Karno misalnya yang bisa dieksplorasi pada buku Mustikarasa, namun memang membaca buku ini perlu penyesuaian terlebih jika Gen Z ingin membaca dan mempraktikan resepnya, kritik saya pada buku ini saya tuliskan pada artikel kompasiana berjudul : Perlunya Pembaruan Visualisasi Pada Buku Mustikarasa (Resep Masakan Indonesia Warisan Soekarno). 
  •  Eco-Gastronomi : seperti yang saya tuliskan pada artikel kompasiana tentang Kontribusi Eco-Gastronomi dalam Mencegah Penyakit Metabolik, bahwa Eco-Gastronomi menekankan makanan yang baik, bersih, dan adil sehingga berdampak pada perubahan positif dalam lingkungan, kualitas pangan keadilan sosial yang dilakukan masyarakat yang berbudaya.
  • Gastronomi mencakup minor Gastro diplomacy, Gastro Politik (artikel kompasiana yang saya tulis : Keberhasilan Gastro Politik India dan Peru), dan Gastro Tourism. Opini di majalan daring Gizi Asia Tenggara tentang gastro tourism sebagai diplomasi pangan bisa dibaca disini. 
  • Etnobotani Pangan : Hampir sama dengan Botanical Cuisine, namun etnobotani pangan lebih menekankan komoditas pangannya jadi inilah fondasi untuk bisa menghidangkan kuliner yang bersumber dari botani, saya masih fokus pada kawasan seputar Jawa Barat karena kondisi saya belum memungkinkan migrasi ke tempat lain untuk meneliti komoditas pangan lain. 

Sumber Video : Center for Study Indonesian Food Anthropology untuk visualisasi dari artikel yang saya tulis dikompasiana dengan Judul : Bioantropologi Etnobotani Pangan Sebagai Konvergensi Interdisipliner Gastronomi. 

  • Eco-Feminist : Ketertarikan saya pada feminisme (gerakan untuk kesetaraan gender dan hak perempuan) muncul ketika komunitas petani perempuan melawan konflik agraria sengketa lahan, saya melihat kekerasan banyak terjadi pada perempuan hingga akhirnya penelitian ini saya presentasikan dengan judul : Eco-Feminist (Mother, Father, Farmer, Nature and Power) yang difasilitasi oleh United Kingdom Research and Inovation (UKRI) - University of Leeds. Eco-Feminist (Ekofeminisme) singkatnya membahas suatu keadaan terhadap perempuan yang disebabkan adanya eksploitasi lingkungan yang melibatkan reaksi hubungan budaya, ekologi dan kekuatan keyakinan (baik spiritual, budaya leluhur, dan idealisme masyarakat hukum adat dalam memandang keberlanjutan kehidupan dulu, kini dan nanti). 
  • Etnografi Pangan : Jadi, ketika meneliti di bidang antropologi pangan dan gastronomi ada metode penelitian kualitatif (data dominasi secara empiris, hasil turun lapang, dengan lebih banyak menampilkan narasi deskriptif dalam interpretasi hasil penelitian setelah melihat triangulasi kategorisasi atau teknik keakuratan validitas penelitian). Maka etnografi pangan singkatnya studi mendalam yang menghubungkan : budaya, sosial, ekonomi, politik bahkan ekologi antara mansia dan pangan dan makanan dalam sistem pangan dan faktor pemengaruhnya misalkan idealisme pangan, gengsi sosial pangan (makanan/pangan premium/, menu kelas atas dll), bahkan kelaparan pangan. Biasanya semua studi saya yang menggunakan etnografi pangan saya tuliskan pada bentuk monografi. Berikut monografi saya yang sedang masa pengeditas (editorial) untuk dipresentasikan dan diseminasi di tahun 2025 nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun