Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Jengkol: Evolusi Gastronomi Masa Kini, Asam Jengkolat dan Fungsionalitas Komoditas

6 Juli 2024   12:06 Diperbarui: 6 Juli 2024   15:15 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: dokumentasi pribadi 

Perjalanan asam jengkolat dalam tubuh dimulai dari proses seperti ini dalam metabolismenya : 

Setelang jengkol dikonsumsi dalam jumlah berlebihan, asam jengkolat mulai diserap yang diantarkan lewat mulut (dari mulut tersebar enzim dari pemecahan karbohidrat melalui saliva/air liur) hingga akhirnya tubuh merespon bahwa ada asam jengkolat yang akan masuk ke sistem pencernaan. 

Proses penyerapan asam jengkolat sudah mulai masuk alat pencernaan akan dialirkan ke dalam darah melalui transportasi senyawa kimia asam jengkolat melintasi : hati yang dibawa oleh alira darah (disinilah metabolisme akan berproses). Untuk sampai ke hati, asam jengkolat akan melintasi lambung untuk mengonfirmasi asam lambung yang memecah komponen makanan dan terjadi kontak anatara asam lambung dan asam jengkolat dimana disinilah pertarungan untuk menuju hati, jika asam jengkolat lebih dominan, maka siap-siap tubuh akan merasakan gejala efek samping asam jengkolat, asam jengkolat pun berlari menuju usus halus melalui lumen-lumen usus yang akan bercampur dengan aliran darah. 

Proses selanjutnya adalah proses biotransformasi asam jengkolat adalah proses metabolisme asam jengkolat di hati, untuk bisa dibentuk menjadi senyawa larut yang mudah dieksresikan/dikeluarkan melalui proses konjugasi (mengubah senyawa menjadi bentuk larut air). Proses konjugasi ini melibatkan glukuronida (substansi yang menghubungkan jenis asam). Inilah yang memudahkan asam jengkolat melebur dengan bentukan cair. 

Proses akhir asam jengkolat adalah proses eksresi dimana asam jengkolat akhirnya disaring oleh ginjal (inilah penyebab masalah-masalah yang akan dirasakan oleh tubuh nantinya seperti terdeteksi bantu ginjal dan infeksi lainnya dari efek samping asam jengkolat). Di dalam ginjal asam jengkolat sudah berupaya disaring da dikeluarkan sebagai produk metabolik oleh tubuh, namun karena kelebihan akan terciptanya kristal di ginjal pada akhirnya merembert ke kandung kemih (jalur untuk buang air kecil) dan parahnya nanti akan iritasi dan menurunkan fungsi organ-organ dalam tubuh. 

Untuk menjaga tubuh tetap sehat dan berfungsi normal dan tetap bisa menikmati jengkol sebagai sajian yang sedap, menurut batasan konsumsi nilai gizi, jengkol disarankan dikonsumsi dalam jumlah sedang (moderat) yang tidak lebih dari ukuran 100-150 gram per porsi dan tidak setiap hari, disarankan memiliki durasi jeda untuk menikmatinya kembali seperti seasonal / punya waktu tertentu bisa seminggu sekali sepiring kecil/porsi kecil atau 1 bulan 2x dalam menikmatinya. 

Fungsionalitas Komoditas Jengkol (Archidendron pauciflorum/Pithecellobium jiringa)

Sumber video : Youtube Gastro Tourism Academy (dokumentasi pribadi) 

Pertanyaan dalam tradisi turunan sunda dari generasi mudanya adalah, mengapa bisa pohon jengkol tumbuh di kebun-kebun orang sunda ? hal ini jika dilacak dari sejarah migrasi komoditas yang masih belum jelas catatannya karena hal ini akan melibatkan sejarah botani Hindia Belanda. Jengkol sendiri masuk dalam kategori komoditas tropis yang dituliskan oleh ahli-ahli botani dari Belanda pada masa Hindia Belanda seperti peneliti kantung semar dan sekilas tertarik pada jengkol adalah Pieter Willem Korthals yang hanya sekilas dalam sketsa tumbuhan saja. 

Tentunya jejak-jejak referensi jengkol belum ada yang lengkap ditemukan karena komoditas ini tidak menjadi komoditas prestisius atau unggulan pada masanya, mulai menjadi daya tarik justru jengkol berasal dari sajian biji jengkol dan daunnya yang digunakan untuk obat dari beberapa kelompok etnis, melihat referensi pembahasan jengkol sampai saat ini hanya sputaran asam jengkolat, resep-resep jengkol, dan manfaat komoditas jengkol, tidak sedetil komoditas lain yang sampai menemukan informasi indukannya berasal dari daerah mana dan ditemukan oleh siapa, tidak untuk jengkol. 

Jadi, mengapa tidak potensi khazanal pengetahuan komoditas jengkol diinformasikan oleh orang-orang yang ekosistemnya memiliki keberadaan komoditas jengkol seperti di Jawa Barat (bahkan Pulau Jawa), Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara dan daerah-daerah subtropis lainnya di Indonesia. Subtropis artinya iklimnya hangat dan tidak panas, sehingga pertumbuhan komoditas jengkol akan optimal menyesuaikan dengan kontur ekologisnya dan dirasakan manfaatnya bisa untuk pertumbuhan ekonomi atau sektor kuliner dengan kreasi resep andalan ciptaan masyarakat yang kreatif. 

Secara fungsi, umumnya komoditas jengkol memang hanya dimanfaatkan bijinya saja untuk kudapan, namun ketika melihat potensi lain dari hasil penelitian kulit jengkol bisa menjadi bahan pewarna tekstil, secara sejarah juga orang-orang sunda dahulu mewarnai kain-kain dengan tumbuhan untuk warna dari jengkol hanya beberapa kelompok saja yang melakukannya untuk kepentingan personal, belum memikirkan untuk industri rumahan yang memaksimalkan potensi kulit jengkol sebagai pewarna pakaian ramah lingkungan. Informasi tentang potensi kulit jengkol sebagai pewarna kain jumputan.

Batang jengkol tidak sekuat batang tumbuhan kayu, untuk orang sunda sendiri baru sampai tahap dijadikan kayu bakar dan ukiran sederhana karena batangnya tidak sekuat kayu, jadi disinilah tantangan para inovator agar bisa memanfaatkan batang jengkol sebagai alternatif dari seni kriya. Pohonnya sendiri jika dinilai fungsi ekologisnya yang paling kontributif adalah sebagai biomassa tanah yang berkontribusi dalam penyimpanan karbon di tanah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun