Mohon tunggu...
Repa Kustipia
Repa Kustipia Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Gastronomist (Gastronome)

Membahas Gastronomi di @gastrotourism_academy Berhenti Menjadi Ahli Gizi (Nutritionist Registered) di tahun 2021. Bertransformasi Menjadi Antropolog Pangan dan Mengisi Materi Antropologi Pangan di Youtube : Center for Study Indonesian Food Anthropology Selengkapnya kunjungi tautan : https://linktr.ee/repakustipia

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Setelah COP27, Siapa Berani Menagih Komitmen dan Tindakan Nyata Transformasi Sistem Pangan Indonesia?

3 Januari 2023   01:18 Diperbarui: 4 Januari 2023   11:45 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi berbelanja di pasar. (Sumber gambar: unsplash.com)

Masihkah ingat dengan slogan bertagarkan Action on Food for People and Planet atau Aksi Pada Pangan Untuk Manusia dan Planet? 

Jika tertinggal tentang informasi ini, memanglah wajar karena hanya kalangan tertentu saja yang bisa mengakses forum yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Namun, forum virtual sebagian bisa diakses oleh netizen melalui kanal youtube dengan kata kunci : "Cop 27 Food Systems", bahkan nama konvensinya pun panjang sekali dan hampir sulit diingat, coba saja : 

Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC).

Nah, itulah penyelenggaranya, mengenai COP27 ini, singkatnya konferensi perubahan iklim yang berkomitmen untuk mendukung perubahan inklusif dengan misi menyelamatkan planet bumi dan penghuninya. 

Inklusif di sini adalah mengikutsertakan seluruh golongan dengan tidak mempermasalahkan latar belakang seseorang atau suatu kelompok. Itulah Inklusif. 

COP singkatan dari Conferences of the Parties yang mendefinisikan konferensi dunia yang membahas hal-hal holistik mengenai isu, masalah, kasus, hingga solusi untuk lingkungan hidup.

Secara historis COP1 diadakan pada tahun 1995 berlokasi di Berlin, Jerman (terkenal dengan sebutan The Berlin Mandate). Hasilnya merujuk pada protokol Kyoto pada tahun 1997 yang menagih proses pada negara-negara di dunia agar bertindak tepat setelah tahun 2000.

Isi protokol Kyoto intinya : 

"Mengatur mekanisme emisi Gas Rumah Kaca oleh negara-negara maju dimana harus adanya implementasi bersama, perdagangan emisi, dan mekanisme pembangunan yang bersih."

Tahun 2022 adalah COP27 dimana pertama kalinya ada Paviliun yang membahas Sistem Pangan dalam konvensi perubahan iklim ini. 

Dan, tentu saja, Indonesia hadir dan berkontribusi pada tanggal 17 November 2022 berlokasi di Sharm El-Sheikh, Mesir dan diwakili oleh Bapak Anang Noegroho Setyomoeljono, Selaku Director of Food & Agriculture, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melalui saluran daring.

Indonesia hadir pada sesi:

Mengurangi Deforestasi dan Degradasi Hutan melalui Rantai Nilai Pertanian Berkelanjutan dan Tata Kelola Hutan yang Lebih Baik, Dari Komitmen ke Tindakan.

Sebagai deskripsi singkat sesi ini menjelaskan dan mendiskusikan tentang berbagai hal terkait ekosistem, di mana hutan adalah ekosistem yang berharga bagi 1,6 Milyar orang di muka bumi.

Di antaranya ternyata hutanlah yang paling rentan akan kerusakan karena ketergantungan pada sumber daya hutan yang tidak pernah berhenti. 

Bahkan produksi pertanian: deforestasi, biasa dikenal sebagai pembukaan hutan adalah penghilangan hutan atau tegakan pohon dari lahan yang kemudian dikonversi menjadi penggunaan bukan hutan. 

Kemudian, degradasi, secara singkat disebut penurunan kualitas kondisi, suatu proses di mana kekayaan hayati suatu kawasan hutan berkurang secara permanen oleh beberapa faktor atau kombinasi beberapa faktor). 

Sebagai pengingat saja bahwa penyebab utama pemanasan global didominasi oleh: 

Deforestasi dan Degradasi. 

Jika melirik proyek baru tentang pertanian berkelanjutan untuk ekosistem hutan yang didanai dari Komisi Eropa dan Kementerian Federal Jerman atas nama kerja sama ekonomi pembangunan dengan kontribusi komitmen untuk mengurangi deforestasi dandegradasi hutan dengan langkah dan cara:

Rantai Nilai Pertanian Berkelanjutan dan Tata Kelola Hutan yang lebih baik.

Negara-negara terpilih dalam proyek yang dimaksud ada 4 negara diantaranya : Brazil, Ekuador, Zambia, dan Indonesia. 

Tujuan proyek ini adalah mempromosikan pendekatan holistik tata kelola dan pengelolaan berkelanjutan di perbatasan hutan dengan mendorong Pertanian Inovatif yang berorientasi masa depan.

Hal itu dilakukan dengan pendekatan aktor publik dan swasta di bidang pertanian, kehutanan dan lingkungan yang bertujuan meningkatkan mata pencaharian masyarakat lokal dan masyarakat hukum adat.

Bahasan perwakilan keempat negara dalam proyek tersebut mendiskusikan dalam panel sebagai berikut  :

  1. Membahas kerangka rencana dan insentif apa yang cocok untuk melestarikan dan memanfaatkan hutan dan alam secara berkelanjutan. 
  2. Membahas bagaimana upaya dukungan pada petani kecil, masyarakat hukum adat, dan kelompok terpinggirkan untuk masa depan  ekologi manusia, ekosistem hutan dan iklim. 
  3. Membahas potensi pendekatan yurisdiksi (kewenangan bedasarkan hukum, yang mana kewenangan ini bukan lah hal yang berdiri sendiri, melainkan bedasarkan hukum dan dibatasi oleh nilai-nilai hukum) atau lanskap sebagai pencapaian pelestarian hutan dan pembangunan berkelanjutan. 
  4. Membahas cara, inovasi, digitalisasi yang dapat membantu meningkatkan keberlanjutan ini dengan : transparansi dan inklusi dalam rantai pasokan pertanian. 

Dari data diskusi panel ini didapatkan informasi bahwa proyek ini berjalan sejak bulan Januari 2022 sampai Mei 2026. 

Konteks kesepakatan Eropa hijau karena Uni eropa mengumumkan peraturan dan tindakan dalam dukungan untuk menghindari deforestasi dan degradasi hutan dalam rantai pasok. 

Disinyalir Uni Eropa sedang menyiapkan peraturan baru untuk meminimalkan kontribusinya dengan menangani konsumsi dan produksi di Uni Eropa. 

Sebagai catatan uni eropa adalah organisasi antar pemerintahan dan supranasional yang beranggotakan negara-negara Eropa.

Lantas, bagaimana komitmen, arah, dan tindakan transformasi sistem pangan di Indonesia ? Karena Indonesia sendiri sedang mengalami tantangan sistem pertanian berkelanjutan.

Hal ini perlu dikaji kembali jika mengambil kata transformasi, dimulai dari definisi singatnya saja sudah mengarah pada perubahan suatu hal dan keadaan. 

Pastinya gejolak yang ada akan menagih : Apa yang akan diubahnya? Keadaan seperti apa yang perlu urgensi perubahan? Mau dari mana perubahan itu dimulai ? Siapa yang akan merasakan dampak perubahan ini terlebih dahulu? 

Kapan perubahan ini bisa dirasakan dan berdampak nyata ? Seberapa jauh pemangku kebijakan dan penguasa akan mengikutsertakan masyarakat agar tercapai kata inklusif. 

Sehingga itu semua tidak terkesan hanya slogan presentasi forum ilmiah saja dan rencana yang sulit diterjemahkan dari pesan global menuju pesan nasional sampai pesan lokal.

Rakyat Indonesia dengan segala lapisannya akan memantau tindakan nyata yang disampaikan pada COP27 Food Systems 2022 dimana ada beberapa hal yang akan dilihat yaitu:

  1. Peningkatan ketahanan terhadap iklim dan guncangan. 
  2. Aktivasi budaya diet sehat dan bergizi yang berkelanjutan.
  3. Peningkatan investasi dan pembiayaan berkelanjutan untuk membangun sistem pangan.
  4. Percepatan inovasi dan digitalisasi.
  5. Peningkatan produksi positif pada alam dan kesehatan tanah. 
  6. Peningkatan pertanian yang tahan iklim. 
  7. Merangkul seluruh aspek untuk keanekaragaman air dan pangan biru akuatik yang berkelanjutan untuk sistem pangan yang cerdas iklim. 
  8. Melindungi dan memulihkan alam. 
  9. Perubahan rantai nilai dan adanya pengembangan pada pasar yang inklusif.

Jadi, jika masa depan dari tahun 2022 itu adalah tahun 2027. Sanggupkan kesembilan hal yang dituntut dalam COP27 terlaksana? 

Jika berhasil, maka pengakuan dan apresiasi kinerja transformasi sistem pangan memang benar-benar dilakukan sebagaimana mestinya, jika tidak berhasil, sanggupkah kembali pada permasalahan terdasar dari makhluk hidup yang paling dasar adalah kelaparan dan sulitnya akses. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun