Di belakang,  terdengar suara yang meminta kami memberi jalan karena kehadiran orang besar. Ternyata beliau  adalah (alm) Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang kala itu hadir sebagai Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka.Â
Beliau juga dinobatkan sebagai Bapak Pramuka Indonesia. Ah, saya hanya mengetahui beliau lewat foto yang terpampang di dinding sekolah ketika SD. Seandainya itu terjadi setakat ini sudah bisa dibayangkan apa yang biasanya terjadi. Dan foto itu pasti akan tersimpan abadi.
14 Agustus 2024, hari pandu se-Indonesia yang baru saja berlalu membuka kembali kenangan akan itu.Â
Melihat anak-anak di mana-mana kompak memakai seragam pramuka  menjadi pemandangan yang tak biasa. Gerakan kepanduan bukan hanya milik Indonesia. Gerakan ini dirayakan di seluruh dunia, pada 22 Februari tepatnya.Â
Perayaan ini juga dilangsungkan untuk memperingati sang pendiri yakni Baden Powel, Bapak Pandu dunia. Dari sinilah Gerakan Pramuka di Indonesia diadopsi dan diadaptasi.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010, tujuan Gerakan Pramuka adalah agar setiap anggotanya memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun NKRI, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup (pramuka.or.id). Jelaslah bahwa Gerakan Pramuka bukanlah gerakan yang tanpa arti. Ada sesuatu yang diperjuangkan di sana.
Menarik ketika kegiatan pramuka di Kurikulum Merdeka setakat ini adalah kegiatan ekstrakurikuler yang wajib disediakan oleh sekolah tetapi tidak wajib diikuti oleh peserta didik alias sukarela (kemdikbud.go.id). Yang berwenang dan jajarannya pastilah mempunyai alasan sendiri mengapa kebijakan ini berganti. Â
Ah, saya hanya guru SMP yang kadang memiliki tanya. Untuk apa kwarnas, kwarda, kwarcab dan gudep ketika para pandu semakin sedikit terlihat? Adalah fakta ketika pramuka tidak menjadi kegiatan wajib, hanya sedikit siswa yang mengikutinya.Â
So, selama ini terpaksa? Barangkali iya jawabnya. Tapi bukankah ada saying  yang mengatakan paksa supaya bisa dan menjadi terbiasa dan akhirnya akan menjadi budaya?
Menoleh ke belakang tentang gerakan kepanduan, kegiatan pramuka yang identik dengan tali temali, sandi morse, semaphore atau rumput, membuat dragbar atau bahkan menyusuri sungai atau memanjat tebing, sudah semestinya disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Kasus-kasus seperti menyusur sungai  yang seketika banjir karena musim hujan dan tak sedikit memakan korban,  jurit malam  di mana para pramuka berjalan di tengah malam melewati kuburan yang konon kabarnya.