“lalu..?” aku bertanya.
Raut wajahnya seketika berubah. Sedih dan tampak kecewa, mungkin sedikit kemarahan juga ada disana.
“Lalu keluarga kami menolak.” Suaranya berubah dingin.
“kenapa..?” dahiku mengernyit.
“karena kami saudara sepupu.” Jawabnya pahit.
Aku terdiam menatapnya. Kasihan, jadi cinta mereka terlarang?
“aku… adik sepupu Laura…” dia setengah bergumam. “tapi apa masalahnya? Kami saling mencintai. Bahkan mungkin itu terjadi sejak kami masih kecil…” keluhnya. “Laura…. Dia memang sedikit keras kepala. Dia mengajakku pergi meninggalkan rumah kami. Saat itu aku pikir itu bukan jalan terbaik, jadi aku menolak dan bilang padanya aku akan mencoba membuat keluarga kami mengerti…… tapi ternyata Laura benar… mereka nggak akan pernah bisa mengerti. Mereka malah menjodohkan Laura dengan orang lain. Mereka bilang itu demi nama baik keluarga kami…” dia terdiam. Kulihat matanya mulai berkaca-kaca.
Laura benar-benar marah. Marah pada keluarga kami…. Dan marah padaku. Dia pikir aku nggak mau memperjuangkan cinta kami. Padahal itu salah. Aku bener-bener sayang sama dia, tapi aku juga nggak ingin kami kehilangan keluarga kami. Lalu setelah bertengkar denganku, dia pergi dengan mobilnya. Kami nggak tau dia pergi kemana…. Dia menghilang…. Meninggalkan aku sendirian…” air mata jatuh menetes dipipi Erick.
“Aku sangat merindukannya….” Erick menatap wajahku lekat. “aku cuma mau bilang sekali lagi padanya … kalau aku bener-bener sayang sama dia….” Dia mengusap airmata nya dan berusaha terlihat lebih tegar.
“Aku berusaha mencari Laura setiap hari….. tapi nggak ketemu…. Sampai akhirnya aku dengar informasi ada yang pernah melihat mobilnya didaerah sekitar sini… makanya aku pergi kesini… sampai akhirnya aku mengalami kecelakaan dijurang itu….” Erick terbatuk lagi. Kali ini sangat lama. Membuat bahunya berguncang-guncang. Bahkan dipan kayu dimana Erick terbaring ikut berderit-derit karena guncangan Erick. Erick menjauhkan telapak tangan yang tadi menutupi mulutnya, aku terkesiap, kulihat darah segar membasahi sebagian telapak tangan Erick.
“Biar saya panggil pak mantri dulu mas…” aku bangkit berdiri dan akan melangkah pergi, tapi Erick menahan tanganku dengan tangan kirinya.