"Aku perawat. Waktuku lebih banyak untuk orang lain. Kau tidak bisa berprotes atau bahkan marah atas resiko itu," ujarnya mencoba memberi pertimbangan dahulu.
"Waktumu boleh banyak untuk orang lain. Tapi, hatimu? Hanya untukku."
"Aku tidak bisa sepenuhnya melayanimu dan keluarga kita kelak. Tenagaku yang terkuras di luar rumah hanya menyisakan sedikit untuk beristirahat."
"Badanmu memang tak bisa dipaksa berlebih bekerja. Tapi, ketulusanmu untuk mendampingiku selama-lamanya melebihi segenap tenaga dan waktumu."
Ia bergeming. Lalu tangannya meminta tanganu menggenggamnya erat. "Berjanjilah untuk selalu bersama. Apa pun keadaannya."
"Itulah yang telah dan akan selalu kujanjikan padamu..."
Aku memandang perempuanku terkasih ini.
Bahkan pada kondisi dua anak telah memeriahkan hari-hari kami, perempuanku ini nyatanya mampu membagi waktu dan tenaganya untukku.
Sering kali aku tak habis pikir, bagaimana mungkin ia bisa melakukan hal-hal itu sementara aku sendiri sudah terlalu sibuk dengan diri sendiri dan pekerjaan?
"Jaketnya pakai yang rada tebal, Pak. Kemarin kan Bapak sempat sesak lagi nafasnya," ia mengingatkan sembari menyampirkan jaket dari belakang tubuhku.
"Nggak pa-pa, Bu... Bapak sudah merasa sehat," jawabku sedikit merasa gengsi.