Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ...karena menulis adalah berbagi hidup...

Akun ini pengganti sementara dari akun lama di https://www.kompasiana.com/berajasenja# Kalau akun lama berhasil dibetulkan maka saya akan kembali ke akun lama tersebut

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Penggemar Suamiku

21 Juni 2019   16:47 Diperbarui: 21 Juni 2019   17:00 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari: http://ava7.com/

"Suamimu tidak merasa dilengkahi?"

Ganti kepalaku menggeleng. "Ia adalah laki-laki terhebat setelah Papaku. Aku berterimakasih boleh memilikinya."

Helga diam saja. Mungkin sudah habis persediaan pertanyaan di kepalanya. Tak lama pembicaraan intermezzo itu pun berganti dengan urusan bisnis. Harus segera kelar sebelum aku bertolak pergi menempuh tahap karirku.

^^^^^

Aku tahu, aku harus segera memberitahu suamiku tentang rencana kepindahanku ke Australia secepatnya. Aku tahu, aku harus meluruhkan semua keraguan yang berhubungan dengan pikiran-pikiran tak jelasku tentang kemungkinan reaksi dari suamiku. Dan, aku tahu juga, aku harus punya alternative sekiranya yang terjadi tidak sesuai yang kuinginkan.

Hhh...

Mengapa cuma untuk menyatakan ini saja sulit sekali? Padahal sehari-hari aku bisa cepat memutuskan sesuatu menyangkut masalah perusahaan. Apakah sedemikiannya aku sangat menjaga perasaan suamiku yang sejujurnya memang karirnya tak semulus aku?

"Aku tahu, kamu ingin mengatakan sesuatu, Mom..," ujar Nanu malam ini sebelum kami tidur. "Kenapa nggak kamu katakan saja?" Suamiku terkasih ini nampaknya sudah bisa menduga apa yang terjadi.

Aku menarik nafas sejenak. Lalu aku berdiri, mengambil sebuah amplop putih dari dalam tas kerja yang tergeletak di meja dekat situ. Amplop putih itu masih rapi sebagaimana hari lalu.

"Maafkan aku, Pap...," aku mulai memberanikan diri bicara, "Sebenarnya aku ingin mengutarakan berita ini dari kemarin-kemarin. Tapi, ternyata aku belum cukup berani."

"Kenapa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun