Mohon tunggu...
Frater Milenial (ReSuPaG)
Frater Milenial (ReSuPaG) Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang suka belajar tentang berbagai hal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jika Anda tidak mampu mengerjakan hal-hal besar, kerjakanlah hal-hal kecil dengan cara yang besar (Napoleon Hill)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Etika dalam Berperilaku Menumbuhkan "Kebahagaiaan" dalam Pemikiran Sokrates

16 Oktober 2021   18:49 Diperbarui: 16 Oktober 2021   18:58 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebahagiaan dalam Etika (Dok.Pri)

1. Pengantar

Dalam kehidupan setiap orang tidak selamanya menetap pada satu tujuan atau tingkah laku saja melainkan akan "berpindah-pindah"; maksudnya adalah selalu mengalami perubahan, baik itu dalam dirinya sendiri maupun diluar dirinya atau secara fisik. 

Perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mengarahkan hidup untuk mencapai impiannya sebagai makhluk sosial. Sehingga ia pun semakin mengalami perkembangan dan kemajuan. 

Mis: Orang miskin mengalami perkembangan dan kemajuan dan ia menjadi orang yang sukses sedangkan Orang kaya juga mengalami perkembangan dan kemajuan dan ia pun menjadi semakin kaya, terpandang, dan lain sebagainya.

Pada umumnya perkembangan dan kemajuan yang ada pada diri setiap orang dapat mengarahkan hidup atau dirinya pada tindakan-tindakan baik maupun tidak baik. 

Dari kenyataannya, Pada zaman sekarang ini, sudah semakin banyak orang-orang bertindak kriminal, korupsi, pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, seks bebas, peperangan dan lain-lain. 

Sehingga Etika bertingkah laku  yang tertanam dalam dirinya sudah tidak bermanfaat lagi. Padahal zaman ini adalah zaman modern, dimana pendidikan bertingkah laku dan kedamaian itu sangat dijunjung tinggi, tidak seperti tahun-tahun yang silam tetapi yang terjadi adalah justru semakin rumit atau merajalela dengan mengandalkan kekuasaannya masing-masing.

Menurut Utilitarianisme mengajarkan bahwa  tindakan yang benar ialah tindakan yang mengakibatkan kebahagiaan yang paling besar untuk sebanyak mungkin orang (greatest happiness principle).[1] Jadi kalau berbohong bisa menimbulkan kebahagiaan yang paling besar untuk sebanyak mungkin orang, maka berbohong itu, baik.[2] Sedangkan menurut J. S. Mill dan J. Bentham. I. Kant menentang prinsip Utilitarianisme ini dengan mengatakan bahwa yang baik tetap baik, yang jahat tetap jahat.[3]

Dalam pemahaman etika sebagai pengetahuan mengenai norma baik-buruk  dalam tindakan mempunyai persoalan yang luas. Etika yang demikian ini, mempersoalkan tindakan manusia yang dianggap baik yang harus dijalankan, dibedakan dengan tindakan buruk/jahat yang dianggap tidak manusiawi.[4]

Tujuan karya ilmiah ini, saya akan memaparkan tetang etika sebagai tingkah laku sosial, dengan mengarahkan tindakan manusia kepada tujuan hidup manusia sendiri. 

Tidak sekedar merenungkan kebenaran, tetapi menerapkan apa yang diketahui pada tingkah laku manusia sehingga manusia dapat bertindak benar secara moral. 

Bertingkah laku dengan baik ditempat umum maupun khusus akan memberikan kebahagiaan bagi kita. Karena dengan bertingkah laku dengan akan memberikan kenyamanan bagi setiap orang yang ada di sekeliling kita.

Karya ilmiah ini memberikan materi tentang etika berdasarkan pemikiran filosofi Sokrates. Dalam pandangannya bahwa kehidupan manusia yang tertinggi adalah "jiwa" (psykhe) yakni inti sari kepribadian manusia.[5] Oleh karena itu, kita perlu mengetahui siapakah Sokrates itu dan bagaimanakah riwayat hidup dan pemikirannya tentang etika itu. Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk membantu kita dalam bertindak dengan benar secara moral dan bermartabat.

2. ETIKA

2.1 Pengertian Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, dalam bentuk tunggalnya 'etika' adalah ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos artinya akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Sedangkan ta etha artinya adat-kebiasaan atau cara bertindak. 

Belajar etika berarti belajar untuk dapat hidup. Etika dipandang sebagai sarana orientasi untuk menjawab bagaimana manusia harus hidup dan bertindak[6]. ETIKA membantu kita untuk mencari ORIENTASI,[7] agar kita tidak ikut-ikutan terhadap pelbagai pihak yang mau menetapkan kita bagaimana harus hidup, melainkan mengajak kita untuk mengerti, mengapa kita harus bersikap begini atau begitu. 

Manusia bertindak berdasarkan pengertian tentang dimana berada, tentang situasinya, kemampuannya, serta faktor-faktor lain yang perlu diperhitungkan agar rencananya dapat terlaksana. 

Maka perlu orientasi. Etika adalah suatu ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip moral untuk menjernihkan mana yang benar dan mana yang salah atau mana yang dengan bebas harus dilaksanakan dan mana yang harus dihindari manusia.[8] Etika mau mengerti mengapa kita harus mengikuti ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita mengambil sikap yang bertanggungjawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. 

2.2 Tujuan Etika

  •  Mendapatkan konsep penilaian baik-buruknya tindakan manusia.
  •  Mengarahkan perkembangan manusia menuju suasana yang harmonis.
  •  Bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan secara otonom.
  •  Mengantar manusia pada sifat kritis dan rasional.
  •  Memberikan bekal untuk mengambil sikap rasional terhadap semua norma.
  •  Alat pemikir yang rasional dan bertanggungjawab.

 

3. Riwatat Hidup Sokrates

Sokrates lahir di Atena pada tahun 470 sM. Ia anak seorang pemahat yang bernama Sophronikos, dan Ibunya bernama Phairnarete, yang pekerjaannya seorang bidan. Dia menikah dengan seorang wanita yang berciri --ciri tiranik atau campuran. Isterinya bernama Xantipe yang dikenal sebagai seorang yang judes (galak dan keras). 

Dia memiliki tiga orang anak laki-laki. Ia dari keluarga yang kaya dengan mendapatkan pendidikan yang baik, kemudian menjadi prajurit Athena. Ia terkenal sebagai prajurit yang gagah berani.  Karena ia tidak suka terhadap urusan politik, maka ia lebih senang memusatkan perhatiannya kepada filsafat, yang akhirnya ia dalam keadaaan miskin.

Walaupun dia tidak ikut campur dalam politik, dia sangat memperlihatkan keberaniannya untuk membela kebenaran. Sokrates mengarahkan perhatiannya kepada manusia sebagai objek pemikiran filsafatnya. 

Berbeda dengan kaum sofis lainnya, yang setiap mengajarkan pengetahuannya selalu memungut bayaran, tetapi Sokrates tidak memungut bayaran kepada murid-muridnya. Sehingga ia dituduh oleh kaum Sofis sendiri memberikan ajara barunya, yang merusak moral para pemuda, dan menentang kepercayaan negara. 

Dalam sidang, Sokrates membela diri yang kemudian disebut oleh plato sebagai Apologia yang berarti pembelaan Sokrates.[9] Dalam pembelaannya itu Sokrates menggunakan data-data yang valid. Namun, walaupun sokrates berusaha membela diri, dia tetap kalah dalam sidang karena yang membela dia lebih sedikit daripada yang menuntutnya. 

Murid-muridnya berusaha untuk melepaskannya dari hukuman apabila Sokrates mau mencabut kata-katanya atau pengajarannya. Tetapi, Sokrates tidak mau melakukan hal itu, sebab ia lebih mengutamakan kebenaran daripada nyawanya sendiri. Kemudian ia ditangkap dan akhirnya dihukum mati dengan minum racun pada umur 70 tahun yaitu pada tahun 399 SM. 

Sejak muda Sokrates telah terlihat sifat kebijaksanaannya, karena selain ia cerdas juga pada setiap perilakunya dituntun oleh suara batin (daimon) yang selalu membisikkan dan menuntun ke arah keutamaan moral. 

Cara memberikan pelajaran kepada para muridnya adalah dengan berdialog (tanya-jawab), yang bertujuan untuk mengupas kebenaran semu yang selalu menyelimuti para muridnya. Kebenaran semu tersebut muncul karena ketidaktahuan para muridnya tentang hal-hal tertentu. Dengan cara berdialog pengetahuan semu akan terdobrak sehingga mampu keluar dan melahirkan pengetahuan yang sejati.  

4. Pemikirannya

Menurut Sokrates, tujuan tertinggi kehidupan manusia ialah membuat jiwanya menjadi sebaik mungkin.[10] Jiwa manusia bukanlah nafasnya semata-mata, tetapi asas hidup manusia dalam arti yang lebih mendalam. Jiwa itu (psykhe) adalah inti sari manusia, hakekat manusia sebagai pribadi yang bertanggung jawab.[11]  Oleh karena jiwa adalah inti sari manusia, maka manusia wajib mengutamakan kebahagiaan jiwanya (eudaimonia) yang memiliki jiwa yang baik (daimon),[12] yang lebih daripada kebahagiaan tubuhnya atau kebahagiaan yang lahiriah yakni kesehatan, kekayaan, dan lain-lainnya. Membahagiakan jiwa tidak hanya dipahami secara sempit tetapi secara meluas. Bukan berarti hanya mencakup aspek-aspek kemanusiaan saja melainkan seluruh aspek-aspek yang dimiliki setiap orang. Apabila aspek kemanusiaan itu tercapai dengan baik maka kehidupan setiap orang pun akan terbentuk dengan baik.

        Menurut Sokrates, alat untuk mencapai kebahagiaan ialah kebajikan atau keutamaan (areta).[13] Dengan memiliki kebajikan atau keutamaan (arete), berarti memiliki kesempurnaan manusia sebagai manusia pula. Keutamaan (arete) adalah pengetahuan.[14] Pengetahuan sejati atau pengertian sejati sangat penting dalam mencapai keutamaan moral. Barangsiapa yang mempunyai pengetahuan sejati berarti memiliki keutamaan moral yang mencapai kesempurnaan hidupnya.

         Keutamaan dibidang tingkah laku tentu menjadikan orang dapat hidup baik. Hidup baik berarti: mempraktekkan pengetahuannya tentang hidup baik itu. Jadi, baik dan jahat dikaitkan dengan soal pengetahuan, bukan dengan kemauan manusia.  Namun, pengetauan  seseorang akan sesuatu hal yang dapat mempengaruhi perbuatan atau tingkah laku seseorang. Sehingga terjadilah pertentangan satu sama lain.

        Berdasarkan pandangan ini, tidak mungkin orang dengan sengaja melakukan hal yang salah. Kalau orang berbuat salah, hal itu disebabkan karena ia tidak berpengetahuan, karena ia keliru. Supaya seseorang berpengetahuan dengan baik, maka ia tentu harus mengikuti pendidikan dengan baik. Supaya setiap orang itu dapat berbuat baik dengan beretika secara moral.

5. Kesimpulan

         Dari pandangan Sokrates ini, beretika itu sangat dibutuhkan bagi semua orang. Karena dengan beretika seseorang memperoleh kebahagiaan dan kesempurnaan hidupnya. Beretika itu adalah suatu tindakan atau perilaku yang sangat dipandang baik dalam berelasi. Maka, untuk mencapai kebahagiaan (eudaimonia) hidup ialah keutamaan (arete). Keutamaan dapat dicapai dalam pengetahuan yang baik. Berpengetahuan yang baik dan bertingkah laku secara moral  seseorang akan mampu memberikan kebahagiakan kepada orang lain. Oleh karena itu, beretika perlu diajarkan kepada semua orang agar mampu mencapai kesempurnaan hidupnya dengan baik dan benar.

6. Kepustakaan/Catatan Kaki

[1] Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 18.

[2] Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat..., hlm.18.

[3] Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat..., hlm. 18.

[4] Drs. Asmoro Achmadi, Filsafat Umum (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), hlm. 15.

[5] K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1975), hlm. 88.

[6] Joseph Lesta S. Pandia, Etika dan Perilaku, (Pematangsiantar: Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi St.     Yohanes Sumatera Utara [Diktat] ), 2012, hlm. 5.

[7] Frans Magnis Suseno, Etika Dasar ( Yogyakarta: Tiara Wacana, 1980), hlm. 13.

[8] Joseph Lesta S. Pandia, Etika dan Perilaku..., hlm. 4.

[9] Drs. Asmoro Achmadi, Filsafat Umum..., hlm. 47.

[10] K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani.., hlm. 88.

[11] Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1 (Yogyakarta: Kanisius, 1980), hlm. 36.

[12] Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1..., hlm. 37.

[13] K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani..., hlm. 89.

[14]Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1..., hlm. 37.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun