"Tenang, ada ini," Imam Hassan menunjuk benda yang ada di bahunya. Kapal semakin melambat dan sepertinya akan terhenti. Dari bawah muncul wakil kapten dan beberapa orang prajurit yang membawa dua kotak kembang api.
      "Hmm.. Pisahkan yang berwarna hijau untuk terakhir! Ambil empat lagi ini di lemari," ujarnya kepada wakil kapten sambil menunjuk senjata di bahunya.
      "Saatnya mencoba seluruh Bayu Geni," ia melirik ke arah Abdi dan Wakil Kapten. Keduanya mengangguk, Abdi melakukannya sambil menelan ludah.
      Imam Hassan berpikir sebentar sebelum memberikan kode untuk diam dengan menempelkan ujung telunjuk ke bibirnya, meneriakkan perintah untuk bersiap berperang.
      "JANGAN DIJAWAB, LAKUKAN SAJA!"
      "BISMILLAH! MUSUH BELUM TAHU KITA SEDANG BERSIAP! SETELAH INI KITA KELUAR!"
      "BARISAN TAMENG AKAN LEWAT DEPAN BERSAMA BARISAN PANAH DAN TERAKOL, SISANYA LEWAT SAMPING DAN BURITAN!"
      "MUSUH ADA DI DEPAN KITA PERSIS DAN BERJALAN KE ARAH KIRI KAPAL," semua mata memandang jendela depan, gelap, bahkan titik cahaya mercusuar yang biasanya kelihatan dari jauh pun tak nampak.
      "Gelap..." ucap salah seorang prajurit pembawa tameng.
      "YA CUKUP BESAR MEMANG, TAPI SEBENTAR LAGI AKAN KITA BUAT KAPAL YANG DICAT HITAM ITU JUGA TERBAKAR DIMAKAN API!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H