Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 23, Bumi Kenyalang) - Manusia dan Alam

5 April 2024   10:55 Diperbarui: 5 April 2024   11:00 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Lah, kan barusan makan Lem!? Oh iya tumben kamu dikit banget porsinya hari ini?"

            "Bosen.. pingin makan domba lagi..."

            "Apa!? Gak bersyukur kamu Lem!"

            Keduanya bertengkar di sela-sela suara angin yang menderu. Perjalanan ke Sarawak cukup mengasyikkan. Keduanya bercerita tentang petualangan mereka selepas dari Samudera kepada Imam Hassan dan awak kapal yang lain selama perjalanan. Abdi dan Dalem seperti artis mendadak yang banyak dikelilingi penggemar. Keduanya tak keberatan, malah kadang lupa melakukan hal lain saking asyiknya bercerita. Banyak pula pertanyaan terutama mengenai Buton yang memaksa Abdi membuka-buka kembali buku catatannya. Di hari sebelum sampai ke Sarawak mereka membahas tentang Konferensi Sejarah dan Masa Depan Uang serta tentu saja ujung-ujungnya membahas peristiwa penyerangan yang terjadi. Dalem sedikit berlebihan dalam bercerita sehingga membuat mood Abdi sedikit menurun.

            "Ah bikin malu aja kamu Lem, kan cuma gitu, lebay banget ceritanya..."

            Malam hari tidak banyak kegiatan yang bisa dilakukan, tapi Imam Hassan mendekatkan kapalnya ke Kapal Ario Damar dan menyerahkan beberapa lembar perkamen, entah berisi apa mungkin saja persiapan pendaratan esok hari begitu pikir Abdi. Sisa malam dihabiskan seluruh awak kapal dengan tenang untuk beristirahat sampai pagi.

~

            'Tempat itu luas', itu yang ada di pikiran Abdi melihat tujuan mereka dari jauh. Hamparan pegunungan dan lembah yang hijau terbentang nampak sangat jelas bahkan sebelum kapal mendarat. Suara burung terdengar begitu merdu ketika mereka semakin mendekati daratan.

            "Tidak begitu banyak penduduk seperti di Malaka, mereka semua campuran, ah ya itu suara burung rangkong. Oleh karena itu tempat ini kadang juga dinamakan Tanah Rangkong atau Bumi Kenyalang..." Imam Hassan memandu mereka untuk berlabuh di pelabuhan yang tak begitu ramai.

            Sebelum jangkar kesembilan kapal diturunkan, penjaga pelabuhan yang ternyata adalah prajurit Malaka menaikkan bendera merah. Sebelum Abdi sempat bertanya, Imam Hassan sudah menunjuk ke arah Kapal Ario Damar yang berada di paling depan. Tampak Ario Damar turun dan menyerahkan beberapa perkamen serta berbicara beberapa saat dengan petugas pelabuhan.

            "Tempat ini bukan pelabuhan dagang dimana biasa banyak kapal yang berlalu lalang dan berlabuh untuk sementara waktu. Harus mendapat izin khusus dari Malaka untuk dapat menuju kemari," ujarnya, kemudian turunlah seluruh awak kapal yang sebagian besar adalah prajurit. Imam Hassan bersama dengan Abdi dan Dalem menuju ke tempat Ario Damar berada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun