Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 20, Malaka) - Kejutan

2 April 2024   13:35 Diperbarui: 2 April 2024   13:47 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Setelah turun satu lantai ia berjalan ke lorong menuju luar gedung dan melihat tanda ke arah bawah bertuliskan 'TANDAS'. Rupanya ada tangga menuju ke bawah. Letak kamar kecil tidak tepat di bawah tangga, namun ada di ujung lorong yang cukup jauh. Abdi berjalan menyusurinya menuju kamar kecil yang tampak sepi. Suara penceramah terdengar samar dari bawah dan sepertinya ada suara-suara lain di ujung lorong, yang mungkin hanya perasaannya saja. Dari jauh ia melihat pintu kamar mandi sedikit terbuka. Mungkin yang terakhir masuk tadi lupa untuk menutupnya, begitu pikir Abdi sebelum kembali melanjutkan langkah. Kali ini ia mendengar suara lain yang jelas bukan berasal dari atas tapi dari arah depan. Seperti suara beberapa orang yang berkelahi. Abdi sempat berpikir kamar kecil sedang dibersihkan atau diperbaiki, sebelum beberapa suara yang lebih keras terdengar.

            BRAK!

            DUG! DUG! DUG!

            Abdi segera menghentikan langkah. Suara itu begitu keras terdengar setelah jarak sepuluh meter dari pintu. Tak tahan, ia pun mengeluarkan suaranya.

            "Si.. SIPA DI DALAM!?" agak kaget dengan suaranya sendiri ia salah berucap dan mengulanginya.

            "SIAPA DI DALAM?!" tiba-tiba suara di dalam berhenti, tujuh meter dari kamar kecil, terdengar suara seperti nafas tersengal-sengal di dalam.

            Lima meter, dan Abdi bisa mendengar dengan jelas suara seseorang.

Baca juga: 40 Hari Dajjal

            "Ayo Ting.. tinggalkan saja di.. dia!"

            "Yang ini masih belum tertidur!!" ucap suara satunya.

            Tiga meter, sebelum Abdi sempat mengucapkan beberapa kata yang enggan keluar dari kerongkongannya, suara yang amat lantang dan dikenalnya terdengar begitu kuat.

            "PERGI! PERGI KALIAN! TINGGALKAN DIA!"

            BRAK! DUG! DUG!

            Kali ini hati Abdi mencelos dan ia segera berpikir cepat karena tahu siapa yang berada di dalam,

"DALEM!! DALEM!!" sambil mencari sesuatu yang tajam Abdi mengumpulkan keberanian untuk masuk ke dalam kamar kecil.

            "SUDAH! TINGGALKAN SAJA! BISA BAHAYA!" suara pertama tadi terdengar kembali.

            Abdi yang melihat payung kecil di ujung kanan pintu bergegas meraihnya dan memegangnya terbalik. Ia tidak segera masuk namun menunggu di pintu luar dan membaca situasi terlebih dahulu.

            "PERGI! PERGI!" suara Dalem begitu keras terdengar, DUG! DUG! BRUAAAKK!!

            Kali ini sepertinya ada yang terjatuh,

"Uuugghhh!" kata suara itu.

            "Sudah, ayo, ada orang di luar!"

            Abdi pun bersiap, ia masuk ke dalam dan melihat pemandangan yang cukup untuk menghentikan gerakannya selama tiga detik.

            Dalem berdiri di ujung kamar mandi mengencangkan otot tangan dan pandangannya tajam ke arah dua orang di depan. Yang satu terjatuh dan satunya lagi sedang membantu temannya untuk berdiri kembali. Darah mengalir dari kepala seseorang yang terjatuh. Sejurus kemudian yang terdengar adalah teriakan Abdi diiringi sabetan payungnya.

            "AAARRRRGGGGHHH!!!!!"

            BAK! BAK! DUK! DUK!

            Abdi mengayunkan payung secara membabi buta dan bagian gagangnya berhasil mengenai tubuh dan kepala orang yang berdiri, yang sekarang ikut terjatuh ke lantai. Ragu untuk melanjutkan serangannya, ia menengok ke arah Dalem yang anehnya seperti mengantuk.

            "LEM! LEM! WOOI!!"

            Dalem sedikit mengguncangkan kepalanya dan melihat kembali ke arah depan, dengan nafas terengah-engah dia menunjuk ke arah samping belakang dengan tangan kirinya, ada seseorang yang terkapar di situ.

            "Si..siapa..?" sebelum Abdi dapat menyelesaikan kata-katanya, ia mendapat serangan balik dari orang yang berlumuran darah di kepala. Dipegangnya satu kaki Abdi dengan tangan kanan sementara tangannya yang satu mengambil sebuah benda tajam dari kantong. Abdi bereaksi dengan memukul kepala si penyerang.

            "LEPASKAN!!"

            DUK! DUK! DUK!

            "AOWWW!" Abdi merasa kakinya terluka.

            Kali ini dengan satu ayunan panjang dari arah belakang ia berhasil melepaskan kakinya.

            DUAAKKK!!

            Berhasil lepas, ia pun menghampiri Dalem yang sepertinya sangat kelelahan dan segera memegang bahu sebelah kirinya. Tangan kiri Dalem sedikit lecet, matanya tampak sangat mengantuk namun ia berusaha keras untuk berdiri.

            "Di.. usir mereka dulu..." Abdi ternyata tak bisa berbalik untuk sementara, pandangannya terpaku pada sesosok badan yang terbujur di lantai.

            Pakaian khasnya yang berwarna kekuningan amat dikenal Abdi. Dalem yang melihatnya terhenti segera berkata.

            "Masih hidup.. Pak Affar masih hidup Di..." kata-kata ini segera membangkitkan amarah Abdi namun entah kenapa kepalanya terasa agak berat. Dirasakannya ujung payung ternyata terbuat dari logam yang cukup tajam namun sudah berkarat. Ia pun berbalik, orang yang pertama dipukulnya tadi telah berdiri dan berhasil membopong temannya, mereka menuju pintu keluar kamar kecil. Abdi berlari dan membalik payungnya sehingga ujung yang tajam berada di depan. Orang yang membopong segera menarik temannya menjauh dan berjalan cepat menuju pintu kamar kecil.

            TSUT! TSUT! TSUT TSLEB!

            Abdi berhasil menggores tangan kanan dan menusuk bagian dada si pembopong. Ia hampir terjatuh, namun berpegangan pada gagang pintu.

            Entah kenapa kepala Abdi terasa berat,

"Sudah kugores, tenang saja..." kata temannya yang akhirnya bisa berdiri meskipun sempoyongan, darah masih ada di kepalanya.

            "ABDI JANGAN DIKEJAR! PERGI! PERGI KALIAN!" teriakan Dalem menggema di lorong. Kedua penyerang tadi segera bangkit,

            "yang itu benar-benar kuat.. belum tertidur.. padahal sudah..."

            "PERGI! PERGI!" kali ini dari belakang Abdi melesat benda yang dilempar Dalem mengenai pintu kamar kecil.

            BAAK!

            Kedua penyerang bergegas meninggalkan kamar mandi dengan berjalan cepat sepanjang lorong. Abdi terpaku melihat kedua penyerangnya berjalan menjauh, matanya terasa berat.

            "Di.. itu obat tidur.. Dia pakai obat tidur di senjatanya..." ujar Dalem sambil menyipit melihat paha kiri Abdi yang sedikit terluka. Abdi yang sudah tak tahan dengan serangan kantuk masih bisa memahami kata-kata Dalem, meskipun ia mendengarnya seperti dari jauh sekali.

            Abdi pun meraih gagang pintu kamar mandi, dilihatnya di ujung kedua penyerang naik ke arah tangga. Didorongnya pintu kamar mandi sehingga menutup dan dengan sedikit dorongan ia memutar kuncinya. Matanya sekarang terkunci pada Dalem yang masih berdiri kokoh dengan mata mengantuk, ia pun kemudian perlahan merosot ke bawah dan tiba-tiba kegelapan menyelimutinya.

                                                                        ~

            Abdi merasa dirinya berada di atas kapal yang bergoncang karena badai, entah mengapa perasaan yang serupa muncul namun begitu kecil, yakni ketika ia menaiki dokar sambil tiduran. Terombang-ambing ombak kesana kemari, dilihatnya orang-orang yang memakai pakaian sama, seragam khas pelayan kraton Mataram. Lalu pemandangan pun berganti, ia seperti berada di depan karang dan wilayah sekitarnya adalah dataran rumput yang luas. Dilihatnya diantara cahaya benderang dari balik karang muncul sosok-sosok yang tidak dikenal, obrolan mereka seakan-akan terdengar dekat sekali di telinganya. Diantara suara itu ada dua yang dikenalnya, dua-duanya seperti guru dan sahabat yang berasal dari negeri yang jauh. Ia pun berputar diantara sosok-sosok itu dan pemandanganpun berganti menjadi gelap gulita namun terasa begitu nyaman dan aman. Ia pun menyatu dengan kegelapan cukup lama hingga terdengar olehnya beberapa ketukan dari pintu yang terasa dekat, terdengar lagi suara pintu itu ditutup, matanya pun terbuka, ia terbangun.

            Gelap di depan, pandangannya kemudian beralih ke arah langit-langit ruangan yang cukup sempit. Tak berpikir lama ia pun menoleh ke kiri, jendela pintu tepat berada di sana namun pemandangan di luar tertutup oleh gorden. Ia seperti mengingat sesuatu yang penting, yang ketika ia berbalik memandang ke arah kanan langsung diingatnya. Dalem di sana, tertidur dengan nyenyak. Baru akan turun membangunkan Dalem, tiba-tiba kepalanya terasa sakit dan berdenyut-denyut di bagian kedua pelipisnya. Tak kuat, Abdi hanya memegangi kepala dengan kedua tangan dan kembali berbaring. Sejenak ia menenangkan diri dan mengingat semua yang terjadi. Keheningan yang hanya dipecahkan oleh suara burung-burung di luar gedung.

            "Pak Affar..." ucapnya beberapa saat kemudian. Ia kembali bangkit untuk mengecek apakah ada ranjang lain di sebelah Dalem. Memang ada, tetapi kosong.

            "Mudah-mudahan dia tidak apa-apa..." Pandangannya teralihkan ke arah sebuah benda dekat pintu, yang setelah dilihatnya beberapa saat mengingatkannya kembali akan kejadian yang membuatnya pingsan.

            Beberapa bayangan sabetan payung terlintas dengan cepat di pikiran Abdi digantikan oleh pemandangan terakhir sebelum ia terlelap. Sosok mirip setengah raksasa berdiri kokoh melindungi Pak Affar yang sudah terkapar. Dilihatnya di sebelah kanan sobatnya yang cukup gembul dan besar itu ternyata sangat kuat.

            "Lupa aku kalau kita berlatih Merpati Putih, Alhamdulillah cukup berguna..." senyumnya lebar ketika ia menatap Dalem dari samping.

            Tangan kiri Dalem yang lecet sudah diperban, sepertinya ia tahu tempat apa ini. Abdi berusaha bangun dan menuju ke arah pintu sebelum ia mendengar suara lain dari luar, "Ah, maaf payung saya ketinggalan. Jadi saya perlu masuk.."

            "Ah, sile Komandan..."

            Abdi seperti pernah mendengar suara itu, entah di dalam mimpi atau di sebuah tempat jauh yang pernah disinggahinya. Pintu pun terbuka, cahaya lampu dari luar masuk ke dalam. Sesosok tubuh yang kekar dengan baju sangat rapi berdiri di depan pintu. Sama seperti Abdi, ia pun terhenti langkahnya. Mereka saling memandang satu sama lain. Setelah beberapa saat, senyum tampak tersungging di bibir pria kekar tadi. Ia pun masuk dan cahaya dari luar menampakkan seluruh siluetnya.

            Tak percaya dengan apa yang dilihat kedua matanya, Abdi hanya bisa membuka mulut lebar-lebar namun tak tahu harus berkata apa. Sebelum ia dapat mengeluarkan kata-kata, pria kekar tadi segera berucap,

"Alhamdulillah Abdi, kau sudah siuman," ia pun maju dan menepuk bahu kiri Abdi.

            "Dalem sudah terbangun duluan tadi sore dan menceritakan semuanya kepada kami."

            "Tak usah khawatir, semua akan baik-baik saja. InsyaAllah..."

            "Ah.. Eh.. Dalem sudah..."

            "Yap, dia sudah terbangun duluan sore tadi. Sobatmu itu kuat memang, Alhamdulillah..." pandangan pria ini mengarah ke tempat tidur tempat Dalem tertidur pulas.

            "I..iya dia memang.. eh.. bagaimana dengan Pak Affar!?" tanya Abdi.

            "Tenang saja, dia dirawat dengan prioritas utama. Target utamanya dia. Penyusup dan mata-mata kurasa.. hmm..."

            "Ah, begitu.. jangan-jangan NTR lagi..."

            "Belum bisa dipastikan Abdi. Kita tunggu Pak Affar siuman nanti, InsyaAllah..."

            "Sekarang makan dan beristirahatlah," matanya ke arah piring berisi makanan yang telah disediakan di ujung kiri.

            "Sho.. Sholat.. saya baru akan sholat Imam eh maksud saya komandan..."

            "Hehehe, Alhamdulillah Abdi, masih ingat kau ternyata dengan kewajiban yang tak boleh ditinggalkan satu kalipun itu," tangannya masih memegang bahu Abdi dengan tatapan hangat layaknya orang tua kepada anak.

            "Lanjutkan kalau begitu."

            "Saya harus mengambil sesuatu dan kembali untuk membuat laporan. Oh iya, saya yang menjamin kalian berdua, jangan macam-macam dan istirahat saja dulu di sini ya..."

            "Tapi kalian harus ikut.. besok akan ada yang menjemput kalian kemari..."

            Ekspresi bingung tampak dari raut muka Abdi.

            "Hmm.. sudah-sudah, segera sholat, makan, dan beristirahatlah. Besok kita bertemu lagi, InsyaAllah. Assalamualaikum..."

            Kata-kata itu menjadi yang terakhir sebelum pria ini berbalik dan mengambil payungnya dari sisi kanan pintu. Tampak sekali kedua bahu dan bagian belakang yang begitu kuat dan kokoh. Ia pun menutup pintu kembali sambil tersenyum kepada Abdi.

Rasa tenang tiba-tiba melingkupinya,

"Waalaikumsalam..." ucapnya tidak mendengar apa yang dikatakan pria tadi di luar pintu. Pikirannya berputar-putar mencari tahu apa yang sedang dan akan terjadi sambil menahan sedikit rasa pusing. Namun pada akhirnya ia pun menunda otaknya untuk berpikir dan segera bergegas mengambil air wudhu.

"Alhamdulillah, Imam Hasan..." kata-kata meluncur begitu saja dari mulutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun