"Waah, hebat juga ya tekniknya. Jadi membuat domba-dombanya nyaman."
      "Iyalah, dari Nusa lagi nyamannya," tambah Dalem tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari sungai di kejauhan.
      Tak berapa lama sang mentari pun menampakkan wujudnya, meskipun hanya nampak secuil namun cukup untuk melihat ke arah mana mereka akan menuju selanjutnya. "Sungai Melaka" kapal bergerak mengikuti telunjuk Pak Affar. Sementara itu Abdi dan Dalem tak perlu menyipitkan mata karena gerbang masuk di depan yang dijaga beberapa meriam sangat jelas terlihat. Selain mereka ternyata ada tiga kapal lain yang akan masuk, namun dengan ukuran lebih kecil.
      "Yang due itu dari Pattani," ujar Pak Affar menunjuk dua kapal berwarna kuning dengan sedikit corak oranye, sama dengan kapal kedua yang tadi telah bergerak menuju ke Muar.
      "Wah, berasal dari tempat yang sama dengan kapal yang kedua tadi ya Pak Affar," Dalem memastikan.
      "Betul Dalem, tempat yang banyak nian gajah. Sangat elok," senyum Pak Affar kepada keduanya.
      Kapal Kerajaan Malaka tentu saja segera dikenali oleh penjaga gerbang dan kapal-kapal kecil yang telah masuk tadi sedikit merapat ke arah samping untuk memberi jalan.
      Tak sempat memberi komentar banyak, mata Abdi dan Dalem sibuk melihat ke kiri dan ke kanan yang diisi meriam serta pos penjagaan. Jauh di depan adalah rumah-rumah yang bernuansakan keprajuritan di pinggir kanal, tempat tinggal para prajurit penjaga. Baru masuk ke arah rumah-rumah itu, keduanya dikejutkan dengan suara-suara riang di depan.
      "Hah!? Rumah Makan!?" Dalem sedikit melotot ke depan.
      "Di pinggir sungai.. eh kanal!?" Abdi ikut menimpali.
      "Haha, iyelaah.. Ade ape? Belum pernah tengok kah?" ucap Pak Affar.