Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 10, Pertempuran Laut) - Penguntit

22 Maret 2024   13:00 Diperbarui: 22 Maret 2024   13:04 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: editan penulis sendiri dari bahan di freepik.com

            Kapten kapal segera menuju teropong jauh yang dari tadi sore belum diambilnya. Matanya memincing ke arah depan, namun tak terlihat apa-apa. Tetapi benar, ombak di dekat mereka goyong sementara jauh di depan ombak terlihat demikian tenang meskipun hujan. Jantungnya terasa berdegup kencang.

            "Hmm.. berarti..." kapten Sudirman segera mengarahkan pandangannya berbalik ke arah belakang kapal menggunakan teropong.

            Jauh dari lokasi kapal, di belakang tampak seperti siluet yang sepertinya membuntuti. Kapten Sudirman mengangkat teropong dari alas dan menariknya ke arah mata kanan. Tampak samar tiga buah kapal yang berjejer seolah siap membuat formasi menyerang.

            "Hmm.. kapal perang, Itu mereka."

            Wajahnya datar ketika mengatakan itu, namun ia tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya. Abdi dan Dalem menangkap kesan itu dan segera menelan ludah kemudian melihat ke arah yang sama, hanya nampak bayangan dari kejauhan, kepanikan melanda mereka berdua.

            "Tenang Abdi -- Dalem.. Segera bangunkan seluruh penumpang. Hmm..." Kapten Sudirman berusaha menenangkan diri dan berpikir cepat. Ombak tadi bukan berasal dari hujan tapi datang dari tiga kapal yang membuntuti. Kalau ia membunyikan sinyal bahaya dari kapal untuk memperingatkan semua penumpang dan memberitahu prajurit Mataram yang ikut serta untuk bersiap berperang maka hal tersebut bisa segera diketahui musuh karena jarak mereka tidak terlalu jauh. Bisa-bisa habislah riwayat mereka semua dengan segera karena kapal yang dihadapi adalah kapal perang.

            "Itu tugas kalian! Katakan kepada mereka bawa semua barang dan masukkan ke dalam sekoci. Saya ke bawah memanggil semua prajurit yang kita bawa dari Mataram!" ujarnya sambil memegang pundak Abdi dan Dalem.

            "Jangan membunyikan sinyal apapun, dan katakan kepada seluruh pedagang untuk tetap tenang!" Kapten kapal mendorong mereka berdua yang dengan segera berlari hati-hati menuruni tangga, sementara Kapten Sudirman menuju ke tangga lain di samping ke arah penjaga terdekat yang mungkin tertidur karena tidak ada laporan apapun kepadanya semenjak isya' tadi.

            Kapten Sudirman meraih gagang pintu pos penjaga paling depan yang berada tepat di samping dek paling atas, dan benar saja, kosong. Para penjaga sepertinya sedang berkumpul di lantai dasar. Tak sabar, ia agak melompat ketika kembali menuruni tangga menuju dek lantai satu, kemudian segera berlari ke arah belakang kapal untuk turun ke lantai dasar dan masuk dari luar. Hampir saja ia terjatuh karena kondisi dek yang begitu licin akibat hujan. Tidak begitu susah menuruni tangga dan berlarian di dek, karena ia sudah hapal seluruh tempat di kapal, bahkan melakukannya dalam kondisi gelap gulita sekalipun seperti malam ini, cahaya hanya nampak dari beberapa jendela para penumpang yang mungkin menyalakan lilin atau alat penerangan lain. Ia segera teringat lampu darurat dengan tenaga surya, belum pernah dipakai sama sekali selama perjalanan dari Mataram. Di depannya kini adalah ujung kapal, di bawah, laut menantinya jika salah langkah. Agak bergerak ke arah kiri, kapten Sudirman menemukan pegangan tangga panjat menuju pintu bawah.

            Bergegas turun ke pintu yang berada di lantai dasar, dari arah dalam sebelah tengah terdengar keributan, sepertinya Abdi dan Dalem sedang melaksanakan tugasnya. Angin bertiup cukup kencang dan ombak kadang memunculkan riak tak wajar, namun baginya hal itu bukanlah apa-apa. Kakinya dengan hati-hati menuruni satu demi satu besi tangga panjat menuju ke pintu yang berada di sebelah bawah kanan tangga. Pintu ini berbentuk bulat dan hanya bisa dibuka dari dalam, ada sedikit cahaya dari sana. Alhamdulillah pikirnya, para penjaga mungkin sedang latihan bersama. Ia baru menggerakkan tangan kanannya menggedor pintu ketika sudah berada sejajar.

            "BUKA PINTUNYAAA!! BUKAA PINTUUNYAA SEGERAAA!!" gedoran tangan kanannya cukup kuat untuk membangunkan makhluk apa pun yang berada di dalam pintu. Tidak mungkin para prajurit tidak mendengarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun