Tasnya tiba-tiba bergetar, ada pesan masuk di HP miliknya sendiri. Dibukanya tas dan kunci layar HP, namun notifikasi di bagian atas sudah menunjukkan isi pesannya.
'Ibu menunggumu, masih sakit dari seminggu yang lalu'
Pesan yang ditunggu-tunggunya pun tiba, dari tetangganya sendiri di kampung halaman, yang nomornya baru ia dapat hari ini sebelum naik kereta.
Kini giliran dirinyalah yang menangis. Air matanya deras bercucuran. Kejadian tadi dan pesan yang diterimanya barusan membuatnya tak berdaya. Hatinya terus mengucap kata-kata yang diulang, berharap itu segera sampai ke perempuan yang telah melahirkannya, yang ditinggalkannya sepuluh tahun lalu untuk merantau jauh ke negeri orang.Â
Doanya hanya supaya luka itu sembuh dari dada sang ibu tercinta, luka yang diakibatkan kenekatannya sewaktu kecil, melawan perintah sang Ibu untuk tetap di desa sementara waktu. Bukan kekayaan yang didapatkannya, bahkan hidupnya pun pas-pasan di negeri perantuan.
Seluruh bagian tubuhnya ingin segera bersimpuh sujud di hadapan sang ibunda.
Maafkan aku Ibu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H