Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Maafkan Aku Ibu

5 Mei 2023   14:00 Diperbarui: 22 Desember 2023   08:17 1063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com

"Dengarkan aku baik-baik bocah kecil, Ibumu mencarimu hingga menaiki kereta seorang diri, menanyakan kepadaku caranya meneleponmu, entah ia dapat HP dari mana, tapi ia sudah berusaha mati-matian, sendiri, hanya sendiri... DENGARKAN!"

Suara protes di ujung corong yang mencoba kembali mengudara terpaksa terhenti lagi.

"Aku sudah berpengalaman lebih lama darimu soal merantau, apa kau mau jadi pengemis? Kau mau jadi preman? Kau mau kerja di mana? Mereka hanya memanfaatkanmu kecuali jika kau benar-benar punya keahlian, bahkan sekedar ijazah tak akan membuatmu menjadi kaya! Apa kau masih ingin bertemu dengan Ibumu? Karena mungkin setelah ini kau tak akan pernah bertemu dengannya lagi, bisa jadi ini adalah saat terakhirmu bertemu ibumu!"

Tak ada yang berbicara selama beberapa saat, baik pemuda maupun sang Ibu menunggu suara kembali datang di ujung pengeras telepon genggam.

"I..ibu naik kereta katamu tadi? HP... ibu pinjam HP siapa? Kan kita tak bisa beli lagi, aku membawa HP Ibu..."

Mata si pemuda kembali mengernyit, ada emosi yang tertahan, namun sebelum ia sempat berkata-kata lagi, si ibu sudah mengulurkan tangannya, HP pun diberikan kembali.

"Pulanglah Nak... Ibu meminjam ke tetangga, ibu hanya punya dirimu seorang, lima tahun lagi, ibu janji..."

Percakapan ibu dan anak itu terasa menjauh, si pemuda teringat peristiwa sepuluh tahun lalu. Waktu itu bisa diibaratkan posisinya sama seperti sekarang, dirinyalah di ujung telepon itu dan ibunya memohon dirinya untuk kembali pulang. Sayang, tak ada yang memarahinya seperti ia memarahi bocah di ujung telepon itu tadi.

Ada perubahan suasana, raut sang ibu juga lebih cerah, senyumnya kini hadir di sela-sela air mata yang masih turun sesekali.

Setelah beberapa saat lamanya pembicaraan anatara ibu dan anak itu pun berakhir dengan baik. Sang anak akan kembali dan menjemput di stasiun tempat ibunya akan turun nanti.

Sang ibu berterima kasih kepada si pemuda dan meninggalkan gerbong ke arah belakang, kembali ke tempat duduknya semula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun