Mohon tunggu...
Rendi Aditya
Rendi Aditya Mohon Tunggu... Supir - Menulis

Menulis untuk mengetahui siapa diriku yang sebenarnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Nama di Liontin Pacarku

26 Januari 2021   18:29 Diperbarui: 26 Januari 2021   18:40 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Baiklah," ulangnya.

"Jadi ...?"

Dia mengangguk, lantas langsung keluar kelas dan pergi ke kantin. Meninggalkanku yang tersenyum mengembang dan tangan terkepal kuat karena menahan tawa. Berlompat satu-dua kali, kemudian duduk dengaan tingkah yang serba salah.

Setiap hari, setelah kejadian itu, berjalan dengan indah bagiku. Aku lebih sering tersenyum, mengecek ponsel dan menghubunginya. Bertanya tentang apa yang dia rasakan sekarang. Apakah ia sudah mencintaiku cukup banyak hari ini. Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang mungkin tidak pernah diajukan oleh seorang kekasih pada umumnya.

Aku sudah tahu, bahkan sangat tahu, kalau meskipun dia menerima hubungan ini, tapi cintanya tidak demikian tumbuh begitu saja, merambat sangat cepat seperti yang aku inginkan. Dia adalah gadis yang cukup tegas jika menyangkut perasaan. Maka sama seperti setiap harinya, ia juga menjawab kalau cintanya belum ada separuh, bahkan seperempat pun juga belum. Dan itulah yang membuatnya nampak berbeda dari semua gadis yang pernah kukenal. Dia selalu tampil apa adanya.

***

Aku bangkit dan beranjak menuruni loteng, menuju kamarku. Dari jam digital yang ada di meja samping ranjang bisa kulihat kalau jam sudah menunjukkan pukul 21:05, itu artinya aku sudah berada di loteng dan hanyut dalam lamunanku kurang lebih satu jam. Sedangkan di sampingku, istriku yang semula sudah memejamkan mata, langsung terbangun, menatapku sambil tangannya menutup mulut saat menguap.

"Dari mana saja?" tanyanya.

Aku mengangkat sepatu roda yang kuletakkan di kaki ranjang, tersenyum sekilas dan menyuruhnya untuk melanjutkan tidur. Ia mengangguk, membalikkan badannya agar nanti bisa berbaring menghadapku. Membuatku langsung merebahkan diri dan berbaring menghadapnya. Mengusap lembut rambut panjangnya yang tergerai. Ini adalah bagian yang paling aku suka. Memandangi wajah lugunya kala tertidur nyenyak.

Aku membalikkan tubuhku sekilas. Melepaskan jam tangan yang masih melingkar, juga merogoh kantong. Tadi, aku juga membawa serta kalung itu saat turun. Memerhatikan lagi sekilas bagian belakangnya sebelum akhirnya menaruh benda tersebut ke laci meja, untuk kemudian melirik istriku. Di sana, sebuah nama terukir indah.

"Maaf, tapi aku tidak bisa melanjutkannya lagi," ucapnya suatu hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun