Mohon tunggu...
Rendi Aditya
Rendi Aditya Mohon Tunggu... Supir - Menulis

Menulis untuk mengetahui siapa diriku yang sebenarnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Nama di Liontin Pacarku

26 Januari 2021   18:29 Diperbarui: 26 Januari 2021   18:40 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bukannya kamu sudah tahu?" ia balik bertanya padaku.

Aku mengangguk. Jelas sekali aku sudah tahu. Bukan hanya tahu tentang peraturan yang melarang gadis berkerudung itu berpacaran, tapi juga tahu kalau pertanyaannya lebih mengarah pada, aku tidak mencintaimu, begitulah kira-kira.

"Tidak apa-apa, kita bisa menjalaninya dulu. lagi pula kita tidak melakukan hal yang aneh-aneh---maksudku bergandengan atau lebih dari itu."

"Kalau begitu kenapa tidak bersahabat saja seperti biasa?"

Deg!

Mungkin jika aku memikirkan itu secara sekilas, aku akan setuju. Tidak ada yang salah dengan berteman, kami sudah cukup akrab sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, pun begitu tetap dekat setelah melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Kami bersahabat sejak enam tahun lalu.

Aku menyadari kalau aku mulai terbiasa dengan semua itu. Menjadi sangat dekat dengannya meski hanya sebatas sahabat bukanlah perkara yang sulit. Tapi tidak lagi sejak setahun lalu, saat aku tahu dia menyukai seseorang yang baru dikenalnya setelah hari ketiga MOS, pun sebaliknya, lelaki itu juga menyukainya. Pertanyaan demi pertanyaan mulai bergentayangan, memaksa otakku untuk terus berpikir kenapa dia bisa begitu cepat jatuh cinta pada seseorang yang baru dikenalnya. Sedangkan aku, kami sudah saling mengenal hampir sebelas tahun lamanya, dia juga mengatakan aku lelaki yang baik. Tapi, kenapa?

"Kita sudah menjalani itu sangat lama, dan aku sudah sering mengatakan isi hatiku. Jadi ... aku pikir aku ingin sesuatu yang lain," ucapku yang mengalir begitu saja tanpa bisa kucegah.

Dia mengangguk. Berkata akan memikirkannya dahulu selama beberapa hari. Aku menyetujuinya, menunggu dengan sabar. Melihatnya setiap hari di kelas. Tersenyum padanya jika kami berpapasan. Pun begitu kami tetap bisu.

"Baiklah," jawabnya singkat.

"Ma---makudnya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun