"Aku tefun ya, sebentar sehabis aku dari dapur. Aku akan menghubungimu."
Mataku membaca pesannya dengan penuh penantian. Namun lagi-lagi tidak ada kabar. Sehari, dua hari, tiga hari. Tidak kunjung ada telfun yang berdering.
Mungkin dia sibuk, batinku. Waktu begitu cepat dan hari penikahan semakin dekat. Hatiku sudah tak kuasa untuk mendengar suaranya untuk yang terakhir kali. Aku putuskan untuk menelfunnya.
"Mas, sibuk kah ?"
"Bolehkah, aku mengganngu waktumu satu menit saja."
"Boleh, aku masih naik tangga. Aku kekamar dulu. Aku tutup sebentar. Akan aku telfun lagi, tunggu dua menit."
Aku menunggu waktu dua minit itu. Serasa sangat lama. Dan kali ini dia menepati janjinya. Dia menelfunku setelah dua menit.
"Hallo."
"Maaf, menunggu."
"Aku sudah membaca pesanmu. Tapi aku tidak tahu harus menjawa apa."
"Mungkin aku terlambat menyadari. Â Bahkan aku terlambat untuk sekedar berbicara.