Melihat potensi desanya, warga setempat mengadopsi konsep wisata dari daerah lain. Kalau selama ini keindahan Rindu Hati hanya diketahui dan dinikmati oleh mereka, sekarang juga bisa dirasakan oleh orang luar.
Bagi warga desa, mungkin biasa saja berjalan kaki naik-turun bukit untuk mandi air terjun, atau berendam di sungai seharian. Namun bagi warga perkotaan, hal tersebut merupakan hiburan dan pelarian dari rutinitas. Mereka rela datang jauh-jauh demi mendapatkan pengalaman berbeda dari kesehariannya.
Ketika semua potensi itu dikelola secara benar, masyarakat pun menyadari manfaatnya secara ekonomi. Keuntungannya tidak hanya bagi desa, tapi juga dirasakan oleh warganya sendiri.
Tubing
Hahahaha... Hihihihi... suara teriakan diiringi cekikikan terdengar dari arah sungai saat Reki memarkirkan sepeda motornya. Aku bergegas berjalan menuju tepi sungai, ingin memastikan, apakah keseruan dari suara itu sama dengan yang pernah aku rasakan saat menjajal arung jeram di Sungai Citarik beberapa tahun silam.
Berbeda dengan arung jeram yang menggunakan perahu karet untuk menyusuri arus sungai, tubing hanya menggunakan ban dalam berukuran besar. Satu ban hanya untuk satu orang dengan keadaan kaki menjuntai ke udara. Ban dililit beberapatali yang berguna sebagai dudukan dan pegangan.
Peserta tubing berbaris memanjang dengan saling terkait, seolah seperti sebuah perahu. Kaki orang di belakang dikaitkan pada orang di depannya. Mereka dibawa arus bersama-sama.
Ketika kaitan kaki terlepas sehingga masing-masing peserta berpencar terbawa arus, bahkan terjatuh ke air, di situlah alasan untuk tertawa atau berteriak kencang. Nggak basah, nggak rame.
Sayangnya kami hanya berdua. Tidak seru kalau mesti tubing. Lagian, semalam hujan, sehingga debit air sungai hari itu surut. Dasar sungai sangat mudah terlihat di beberapa tempat. Kalau tetap mau ikutan tubing, risikonya bakal sering mengeluh kesakitan, karena bokong sering menabrak batu-batu di dasar sungai.
Glamping