"Saya Ahmad Yani, mengucapkan terima kasih atas penghargaan ini. Semoga dengan adanya hal ini bisa memotivasi kita semua menjadi prajurit yang lebih baik lagi." Ahmad menutup ucapan terima kasihnya dengan hormat dan membungkuk kepada semua yang ada disana diakhiri dengan tepukan tangan yang meriah dari para siswa pelatihan.
Sesampainya ia di kamar asramanya, ia segera menuliskan surat untuk ibu dan bapaknya yang ada di kampung. Ahmad menuliskan banyak hal di suratnya, seperti ini: "Halo ibu, bapak, ini Ahmad. Apa kabar pak? Bu? Adek-adek? Semoga kalian sehat-sehat saja ya disana, aamiin. Â Maaf ya Ahmad tidak menulis surat untuk ibu dan bapak selama 6 bulan ini, Ahmad sedang ikut pelatihan untuk menjadi prajurit. Dan tadi sore adalah penutupan acaranya. Oh iya ibu tau tidak? Ahmad menjadi siswa terbaik di pelatihan tahun ini dan mendapat hadiah pedang samurai dari atasan disini. Setelah ini Ahmad akan ditugaskan ke Magelang, Ahmad mohon doanya ya pak, bu semoga Ahmad bisa sehat terus dan bisa bertemu dengan kalian semua lagi dirumah. Ibu ingat tidak bu, ketika dulu Ahmad masih kecil, Ahmad bilang ingin menjadi pahlawan? Sepertinya sebentar lagi itu akan terjadi, Ahmad akan menjadi prajurit untuk Indonesia dan menyelamatkan negara kita dari kejadian-kejadian yang buruk. Sudah dulu ya pak, bu. Semoga kita bisa secepatnya bertemu."
Pada tahun 1945, Jepang membubarkan semua organisasi militer buatan mereka termasuk PETA. Pembubaran ini dilakukan untuk mencegah tentara-tentara tersebut melakukan serangan balik terhadap Jepang. Hal ini terjadi dua hari setelah Presiden Soekarno mengumumkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Meskipun telah dibubarkan, Ahmad masih tak mengikuti perintah tersebut dan malah membuat pasukan sendiri yang berisikan para pemuda dan anak buahnya yang kira-kira terkumpul sekitar satu batalyon dan pasukan bentukan Ahmad ini dimasukkan kedalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia. Pada tanggal 5 Oktober 1945, BKR berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat), pasukan Ahmad dijadikan batalyon 4 dan Ahmad Yani diangkat menjadi Komandan Batalyon.
Setelah Indonesia merdeka, pasukan Ahmad Yani bergabung dengan tentara Republik Indonesia untuk melawan agresi militer Belanda. Batalyon yang saat itu dikomandani oleh dirinya sendiri berhasil memukul mundur Inggris di Magelang. Ahmad juga dengan sekuat tenaga berhasil untuk mempertahankan Magelang dari Belanda yang saat itu berniat untuk mengambil alih Magelang. Karena berbagai jasa yang telah ia lakukan untuk Magelang, ia kemudian diberi julukan "Juru Selamat Magelang".
Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer kedua. Magelang yang pada saat itu menjadi markas Ahmad Yani dan pasukannya diserang Belanda dari tiga arah, yaitu Yogyakarta, Purworejo, dan Ambarawa. Ahmad yang mengetahui hal itu pun segera membentuk strategi untuk mencegah terjadinya kekalahan dan juga karena dirinya tidak ingin tertangkap oleh Belanda.
"PASUKAN! BUAT BARISAN!" Ahmad sebagai komandan memerintahkan pasukan untuk membuat barisan dengan suara yang lantang dan tegas. Dalam hitungan beberapa detik, barisan sudah terbentuk dengan rapi dihadapan Ahmad Yani.
"SIAP KOMANDAN!"
"Saat ini posisi kita sedang terdesak oleh Belanda, kita akan diserang dari arah Yogyakarta, Purworejo, dan Ambarawa.  Jadi saya sebagai komandan disini, akan membagi  kalian menjadi beberapa kelompok kecil. Bersiap-siaplah untuk Perang Gerilya! Untuk hal-hal yang lainnya akan saya jelaskan nanti setelah saya selesai berkomunikasi dengan Letnan Kolonel Soeharto,"
"SIAP KOMANDAN!"
Setelah pasukan sudah dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, mereka pun bersiap-siap untuk perang gerilya. Ahmad sudah memerintahkan pasukannya untuk membumihanguskan Magelang kemudian baru melancarkan perang gerilya. Perang gerilya  ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian Belanda sementara Letnan Kolonel Soeharto dipersiapkan untuk Serangan Umum 1 Maret yang diarahkan pada Yogyakarta. Akhirnya perang menghadapi Belanda  ini pun berakhir dengan kemenangan Indonesia dan pengakuan Belanda atas kedaulatan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949.
Setelah Indonesia mendapatkah pengakuan kedaulatan dari Belanda, Ahmad dipindahkan ke Tegal, Jawa Tengah. Pada tahun 1952, Indonesia masih harus menghadapi pemberontakan yang berasal dari dalam negeri dan Pasukan batalyon Ahmad Yani yang dipercaya untuk menangani pemberontakan ini. Ahmad diberi tugas untuk melawan dan menumpas tentara DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang dipimpin oleh Kartosuwiryo yang saat itu sedang membuat kekacauan di Jawa Tengah. DI/TII adalah sekolompok pemberontak yang berusaha untuk mendirikan sebuah teokrasi di Indonesia. Ahmad pun kembali mengumpulkan pasukan untuk membicarakan hal ini.